Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Selesai belanja, Hasna dan Husna melanjutkan perjalanan menuju tempat wisata ~ pinggir pantai.
"Masya Allah, makin ramai ya de." gumam Hasna pelan, hanya Husna yang mampu mendengar gumaman Hasna. Selain mereka berdua, ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Deburan ombak pun terdengar merdu, mengalun seolah menjadi kan Hasna sebagai temannya.
"Iya kak, banyak juga penjual kalau sore. Kalau siang begini hanya sedikit." jawab Husna apa adanya. Mereka menikmati keindahan yang Tuhan ciptakan.
"Aku buang segala keluh kesahku bersama air laut yang menghampiriku. Tuhan bersamaku." batin Hasna berbisik, dia hirup udara dalam-dalam lalu dia hembuskan secara perlahan.
Usai menenangkan diri, Hasna dan Husna pulang menjelang siang. "Makan dulu yuk sebelum pulang." ajak Hasna, mereka singgah di warung bakso langganan Hana.
"Pesan apa de?" tanya Hasna lagi. Husna diam menatap menu yang berjejer di depannya. Dia berpikir mau memakan apa!
"Aku mau mie ayam bakso saja kak. Kakak mau pesan apa?" tanya Husna setelah dia menemukan menu pilihannya.
"Aku juga mau mie ayam bakso deh! Minumnya jus jeruk, kamu?" tanyanya lagi pada sang adik.
"Alpokat saya kak." jawabnya singkat. Sambil menunggu pesanan, mereka membincangkan tentang sekolah Husna. Hasna memberi pesan-pesan supaya Husna dapat membantu sang kakak disini.
"Iya kak, hanya biasa saya harus ikut latihan di organisasiku." jawab Husna mengelak jika dikatakan tidak membantu Hana di rumah.
"Permisi. Ini pesanannya kak." ujar pelayan. Hasna mengangguk lalu mengambil pesanan bagiannya, begitu pula dengan Husna. Sementara makan, ada teman Hasna datang.
"Hai, kamu Hasna kan??" tanyanya menyapa Hasna, dia menoleh melihat orang yang menegurnya.
Hasna mengelap mulutnya mengenakan tisu yang disediakan di meja. "Oh, hai. Iya! Kamu sama siapa?" tanya Hasna ramah. "Ternyata Udin." batin Hasna.
"Aku sama...." ucap Udin. Belum selesai berkata sang isteri sudah memanggil.
"Sayang, kamu buru-buru banget. Siapa dia?" tanyanya penuh selidik, tangannya menggandeng lengan Udin dengan posesif.
Hasna dan Husna diam saja melanjutkan makan, Udin merasa tidak enak. "Hasna kenalkan dia isteri saya, namanya Kartika. Sayang, dia teman kuliah aku namanya Hasna." ucap Udin.
"Ya sudah kalau gitu aku duluan." pamit Udin menarik isterinya, Hasna hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Setelah Udin keluar dari warung, Husna penasaran.
"Siapa kak?" tanya Husna sambil makan mie ayamnya.
"Teman kuliah dulu." jawab Hasna singkat. Mereka menyelesaikan makan, lalu benar-benar pulang ke rumah Hana. "Aku pesan dulu untuk dibungkus ya." ucapnya meninggalkan Husna.
"Iya kak." jawab Husna singkat, dia sibuk memainkan ponselnya. Usai memesan, Hasna mengajak Husna pulang.
"Kak, tadi aku beli mie ayam bakso, dipisah kok mie ayam dengan baksonya." ujar Hasna memberikan informasi.
"Okey. Makasih aunty." jawab Hana pelan, karena Halim sedang tidur. Sorenya Hasna pergi ke dokter Praktek untuk menemani ayah Ahmad.
"Hati-hati." ucap Hana sambil menggendong Halim melihat kepergian Hasyim, Hasna, Husna, dan ayah Ahmad. Mereka mengangguk lalu berangkat.
"Masuk saja de, daftarkan ayah. Semoga tidak antri." ujar Hasyim hendak memarkirkan mobilnya. Hasna mengangguk lalu turun dengan adik dan ayahnya.
"Kak, aku keluar dulu ya! Teman aku jemput." pamit Husna pada Hasna. Dia hanya mengangguk membiarkan sang adik pergi.
"Mau kemana Husna?" tanya ayah saat mereka berjalan menyusuri lorong ruangan dokter praktek.
"Temannya jemput yah, Fani dan Mardiyah." jawab Hasna jujur. Meski Husna tidak bilang secara detail, yang Hasna tahu bahwa teman dekat Husna hanya itu.
"Oh ya sudah." jawab ayah singkat. Ayah duduk di kursi tunggu, sedang Hasna mendaftarkan sang ayah.
"Alhamdulillah lumayan lenggang." gumam Hasna sambil mendaftar. "Ini berkasnya Mbak, ini dari puskesmas." ucap Hasna menyodorkan berkas yang dia persiapkan.
"Oh, adik orang jauh ya! Rujukannya bukan untuk kesini ya de. Jadi kalau ke dokter praktek langsung isi formulir saja." ujar perawat yang bertugas seraya menyerahkan formulir buat Hasna.
"Baiklah Mbak, saya isi dulu!" ucap Hasna mengambil formulir dan mengambil kembali berkasnya. Hasna duduk disamping ayah untuk mengisi datanya. Setelah selesai, dia setahkan kembali pada perawat.
"Baik, tunggu sebentar! Nanti akan dipanggil." ujarnya dan Hasna mengangguk lalu kembali ke kursi tunggu.
Beberapa menit kemudian nama ayah dipanggil oleh petugasnya. "Bapak Ahmad Sholeh." ujarnya. Ayah dan Hasna langsung berdiri menuju suara yang memanggilnya.
"Silahkan masuk pak, dokter sudah menunggu." ucap Perawatnya ramah. Dia ikut masuk dengan mengekor dibelakang Hasna dan ayah.
"Baik, saya periksa dulu bapaknya. Silahkan berbaring disini." ucapnya menunjuk ranjang pasien. Ayah dilakukan pemeriksaan detak jantung, tekanan darah, dan lainnya.
"Jantungnya mengalami pembengkakan ya pak! Nanti akan saya resepkan obat." ujar sang dokter ketika selesai tahap pemeriksaan. "Sebaiknya bapak tidak merokok, minuman keras, dan harus rileks." imbuhnya.
"Baik dok." jawab Hasna antusias, Ayah hanya mendengarkan saja. Usai dengan semua pemeriksaan, kemudian kembali ke mobil untuk pulang.
"Mana Husna, tidak pulang?" tanya ayah, sempat-sempatnya mikirkan Husna.
"Nanti temannya yang antar ayah." jawab Hasna lalu mereka pulang. Saat diperjalanan terjebak macet. "Wah macet nih kota P." gumamnya pelan.
"Suruh Husna jemput ayah de. Kasihan kalau menunggu di mobil lama, tidak bisa juga mobil keluar ini." ujar Hasyim memberikan solusi.
"Oh begitu ya kak. Iya saya hubungi Husna." ujar Hasna mengambil ponselnya untuk menghubungi sang adik.
"[Kamu dimana de?]" tanya Hasna melalui sambungan teleponnya.
"[Di jalan kak, macet. Kenapa?]" tanya balik Husna.
"[Ke Jalan Garuda de jemput ayah, mau pulang macet sekali kalau naik mobil]" seru Hasna, Husna hanya bergumam lalu terputuslah panggilannya. Selang sepuluh menit tiba Husna menjemput ayah.
"Ayo ayah, aku pinjam motor Fani ini." ucapnya semangat. Jadi ayah turun untuk dibonceng oleh Husna meski takut-takut. Hanya beberapa menit mereka sampai. Hasna pulang jalan kaki, kemudian Husna menemui temannya lagi untuk mengembalikan motor.
"Makasih motornya, sana pulang dah malam." usir Husna spontan, mereka sudah biasa bercanda begitu.
Setibanya di rumah mereka bersih-bersih lalu duduk-duduk menunggu waktu maghrib. "Semoga semua baik-baik saja. Bagaimana ayah periksa tadi?" tanya Hana memangku Halim.
"Dikasih obat kak, semoga saja semua aman." jawab Hasna semangat. "Aku gak mau kak Hana kepikiran sampai mempengaruhi kemenakanku." batin Hasna.
"Kak, rencana kami mau pulang besok." ucap Hasna hati-hati. Dia menatap kakaknya yang terlihat sedih sambil menatap Halim dipangkuannya.
"Emang harus besok ya? Katanya ayah mau berobat ke Mbah Urut yang ku tempati program hamil?" tanya Hana setelah berpikir cukup lama.
"Iya juga sih, kalau saya okey saja. Yang penting ayah mau." jawab Hasna sambil menatap sang ayah yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Pekerjaanmu bagaimana kalau lama-lama disini Hasna?" tanya ayah yang juga menatap Hasna.
"Aku izin sama pak Sek-des ayah, aku bilang pergi berobat." jawab Hasna jujur, memang jika menambah hari di kota P maka dia akan menghubungi pak Sek-des.
~ Happy Reading ~
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/