9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Nai di mana?" tanya Sean saat melihat Zonya keluar dari kamar seorang diri
"Masih tidur"
"Biasanya memang tidur pagi?" tanya Sean lagi
Zonya mengangguk membenarkan. Setelah itu ia langsung duduk bersama Sean di meja makan. Keduanya langsung memulai sarapan dalam keheningan
"Apa tidak bahaya membiarkan Nai tidur pagi begini?" tanya Sean setelah ia menghabiskan makanannya
"Tidur pagi memang kurang baik, Mas. Tapi untuk bayi, waktu tidur mereka belum bisa teratur. Jadi terkadang memang seperti itu, mereka akan bangun tengah malam, lalu akan kembali tidur di pagi hari. Itu masih cukup normal untuk ukuran seorang bayi" jawab Zonya
Sean mengangguk mengerti setelah mendengar penjelasan dari Zonya "Oh iya, apakah ponselmu mati?" tanya Sean
Zonya sedikit terdiam saat mendengar pertanyaan dari Sean. Pasalnya, selama beberapa hari ini ia tidak pernah menggunakan ponsel lagi. Sebab kesibukannya menjadi seorang ibu membuatnya benar-benar tidak memiliki waktu untuk apapun
"Aku sudah lama tidak menggunakannya. Mungkin ponselku low bat. Memangnya kenapa, Mas?"
"Tadi malam Bunda Gita menelponku. Dia meminta kita ke rumah besar karena akan ada syukuran atas kelulusan Anggi"
"Syukuran kelulusan Anggi?"
Zonya tampak terkejut, karena tidak ada satu orang 'pun yang mengabarinya tentang kelulusan sang adik. Namun mengingat bahwa ia jarang menggunakan ponsel akhir-akhir ini, akhirnya ia memaklumi. Mungkin, keluarganya sudah menghubunginya tapi memang terkendala karena ponselnya mati
"Iya. Bunda bilang, dia sudah menghubungi ponselmu, tapi kau sama sekali tidak menjawab. Oh iya, acaranya akan dimulai jam tujuh malam ini. Untuk pagi ini aku akan ke kantor dan akan pulang seperti biasa. Nanti malam, baru kita ke rumah orang tuamu bersama-sama" jelas Sean panjang lebar. Namun Zonya justru terlihat mengaduk-aduk makanan di piringnya tanpa menyahut atau bahkan memperhatikan penjelasannya "Zoe... Zoe..."
"Ahhh i-iya Mas?"
"Kau kenapa?" tanya Sean
"Tidak, aku tidak apa-apa"
Sean masih menatap Zonya heran. Entah mengapa, ia melihat raut wajah berbeda di wajah Zonya. Jika biasanya yang terlihat adalah raut wajah anggun yang menyimpan kegalakan, maka kali ini yang terlihat justru wajah sendu yang terlihat amat menyedihkan
"Ada apa diantara Zoe dan keluarganya sebenarnya?" batin Sean
"Ini sudah cukup siang, aku akan perusahaan. Permisi..."
Sean menatap Zonya yang seakan tidak mendengarkan ucapannya sama sekali. Ia ingin bertanya lebih tentang banyak hal mengenai kehidupan Zonya dan keluarganya. Namun waktu yang tidak memungkinkan membuat Sean mengurungkan niatnya. Ia langsung bergegas untuk menuju perusahaan
*
Sean mengetuk-ngetukkan ujung pulpennya pada permukaan meja dengan wajah yang terlihat begitu serius. Ya, sejak beberapa saat yang lalu, ia terus kepikiran dengan Zonya. Tidak, ia tidak mengkhawatirkan keadaan istrinya itu. Ia justru merasa penasaran dengan wanita itu. Karena bagi Sean, Zonya adalah sosok yang cukup susah untuk ditebak
Bagaimana tidak. Dulu, diawal pernikahan mereka, Zonya secara terang-terangan melawan dirinya tanpa rasa takut sedikitpun. Lalu tadi malam, ia mendengar dari Mbok Ijah bahwa Zonya sering menangis tersedu di kamar, dan hal itu tentu membuat Sean tak percaya. Apalagi, tadi pagi ia melihat wajah Zonya yang sedih dan terlihat sendu membuat Sean sedikit bertanya-tanya tentang penyebab kesedihan itu
"Zoe itu lemah, Mas. Dia membutuhkan perlindungan, tapi sebagai Kakak, aku tidak pernah bisa melindungi adikku sendiri. Maka dari itu aku minta padamu untuk menikahi dan melindunginya saat aku tiada nanti"
Sean menggelengkan kepalanya saat ucapan Nasila kembali terngiang ditelinganya "Ada apa sebenarnya dengan Zoe? Perlindungan? Aku harus melindunginya dari siapa?" monolog Sean
Ya, Sean masih dibuat bertanya-tanya dengan ucapan Nasila dan sikap Zoe. Bagaimana bisa dua wanita itu membuatnya bingung secara bersamaan. Sejak dulu, Nasila tidak pernah menjawab pertanyaannya mengenai maksud ucapan Nasila mengenai Zonya. Lalu sekarang, sikap Zonya yang selalu berubah-ubah membuat Sean kembali merasa bingung untuk menyimpulkan semuanya
*
Sean keluar dari kamarnya dengan celana dasar hitam dan baju koko lengan pendek. Ya, malam ini mereka akan mengunjungi kediaman Nugroho untuk memenuhi undangan dari keluarga istrinya itu. Sean langsung berjalan menuju kamar Zonya dan mengetuknya, tidak lama, Zonya keluar dari kamar dengan tunik sebatas betis yang dipadukan dengan celana panjang, jangan lupakan hijab pashmina yang menggantung di lehernya layaknya sebuah syal
"Sudah siap?" tanya Sean
"Sudah Mas, tunggu sebentar" Zonya masuk ke kamarnya, lalu kembali keluar dengan membawa Naina dalam gendongannya serta sebuah tas berukuran cukup besar di tangan kanannya
"Biar aku bawakan tas-nya" Sean langsung meraih tas itu dan membawanya keluar lebih dulu. Begitu tiba di ruang tengah, ia melihat Mbok Ijah di sana "Mbok, kami akan ke rumah Ayah dan Bunda Zoe sebentar, mungkin jam sembilan kami akan pulang, Mbok tidak perlu ikut karena aku yakin Zoe bisa menangani Naina sendiri selama dua jam ke depan" ucap Sean
Mendengar ucapan Tuannya. Mbok Ijah langsung menatap pada Zonya. Selama ini, Zonya terkadang kesusahan untuk menenangkan Naina seorang diri. Tapi mendengar perkataan Sean yang mengatakan bahwa mereka hanya pergi selama dua jam ke depan, Mbok Ijah menjadi sedikit yakin kalau Zonya pasti bisa menjaga Naina sendiri
"Hati-hati Tuan, Nyonya..."
"Iya Mbok, kami berangkat ya" Zonya langsung berjalan mengikuti langkah Sean yang sudah lebih dulu masuk mobil
"Mama wle..." celoteh Naina
"Iya, kita ke rumah Oma dan Opa ya. Nai mau 'kan?" Zonya mengajak Naina bicara sembari membuka pintu mobil. Setelah itu, ia langsung duduk di samping Sean dan memasang seatbelt-nya sendiri. Setelah itu, mobil langsung melaju meninggalkan rumah mereka
"Mama..." panggil Naina lagi
"Oma dan Opa, bukan Mama" jelas Zonya, karena ia yakin kalau Naina ingin menyebut kata Oma dan Opa, hanya saja bayi gembul itu belum bisa menyebutnya dengan sempurna
"No no Mama..."
Zonya menjadi bingung karena Naina seakan mengatakan bahwa perkataan bayi gembul itu bukan bermaksud mengucapkan tentang Oma dan Opa, tapi ia seakan bermaksud lain. Namun Zonya yang terlanjur tidak mengerti akhirnya hanya mencoba menghibur bayi itu agar melupakan ucapan-ucapan tidak jelasnya
Setelah beberapa saat mengemudi, akhirnya mobil yang membawa Sean, Zonya dan Naina tiba di kediaman Nugroho. Terlihat banyaknya mobil yang sudah terparkir di sana. Wajar saja, sebab Ayah dan Bunda dari Zonya itu memang memiliki beberapa sahabat dekat selain keluarga, dan seperti yang sudah sudah, setiap ada acara keluarga di rumah ini maka para sahabat dari Bunda Gita dan Ayah Ardan selalu diundang
"Ayo masuk, acaranya akan mulai sebentar lagi" ajak Sean
Zonya mengangguk dan langsung mengikuti langkah Sean yang berjalan lebih dulu. Aneh memang, Sean yang hanya seorang menantu seakan memiliki keberanian penuh untuk masuk dan bergabung bersama keluarga dan sahabat keluarga Nugroho. Sedangkan Zonya selaku putri dari keluarga Nugroho justru merasa sungkan untuk masuk