Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Aku Mau Rumah Itu!
Malam ini karena takut tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri jadi Steve bukan hanya mengajak Nadia untuk tidur bersama, tapi dia juga mengajak Zayn sekaligus.
Bocah kecil berusia 5 tahun tersebut tidur diantara mommy dan daddynya yang baru.
Zayn senang sekali, entah sudah berapa lama dia tidak pernah merasakan tidur bertiga seperti ini, dipeluk oleh kedua orang tua yang lengkap.
Tidak butuh waktu lama sejak pertama kali mereka membaringkan tubuh, kini Zayn sudah terlelap.
Sementara Nadia dan Steve masih setia terjaga.
Tangan Nadia yang sejak tadi mengelus perut Zayn, kini seketika di genggam oleh Steve. Di jari manis tangan Nadia itu sudah terpasang cincin pemberian Steve waktu dulu.
Mereka saling menggenggam erat, sentuhan kecil seperti ini saja sudah berhasil membuat tubuh mereka terasa berdesir dan menghangat.
"Jangan ragu lagi Nad, kamu begitu tau betapa aku sudah sangat menginginkan kamu," ucap Steve dengan lembut, namun dia semakin menggenggam erat tangan Nadia tersebut.
Dan Nadia memang tak bisa menghindari ini terlalu lama.
"Maafkan aku Steve, selama ini aku hanya diam. Mulai sekarang aku juga akan berusaha tentang hubungan kita," balas Nadia.
Cukup dia hanya menerima, kini Nadia pun juga akan berusaha. Berusaha menikah dengan Steve, berusaha memperbaiki hidupnya. Berusaha membuat hidup yang lebih baik untuk dia dan Zayn.
Dan mendengar jawaban Nadia itu Steve benar-benar bersyukur.
Dia sedikit bangkit dan mengecup bibir Nadia sekilas.
Lalu benar-benar hanya tidur malam itu.
Pagi datang.
Semuanya nampak sempurna di kediaman rumah Steve.
Namun tidak di rumah kontrakan Cindy yang berukuran sedang tersebut.
Aslan bangun dan merasakan perutnya yang sudah lapar, tapi di dapur tidak ada apapun yang bisa di makan.
Sementara Cindy sejak tadi belum keluar dari kamar. Sibuk merias dirinya sendiri selepas mandi.
"Cin!" panggil Aslan dari dapur.
"Iya Mas!" Cindy menyahut dari dalam kamar, dia pun buru-buru merapikan alat make up nya dan sedikit berlari menghampiri sumber suara.
bertemu suaminya di dapur, mereka berdua telah sama-sama siap menggunakan baju kerja.
"Apa kita tidak sarapan di rumah?" tanya Aslan.
"Mas kan tau sendiri aku tidak bisa masak, aku lebih suka beli. Tunggu sebentar, biasanya sebentar lagi ada pedagang makanan keliling," terang Cindy dengan santainya, karena selama ini pun selalu begitu.
Mungkin Aslan lupa, bahwa tiap kali dia menginap di sini Cindy tidak pernah memaksakan untuknya, dan semua makanan yang tersaji adalah hasil beli.
Dan benar seperti ucapan Cindy barusan, tak lama kemudian terdengar suara pedagang makanan keliling di luar.
"Tuh kan ada, tunggu sebentar ya," ucap Cindy pula, dia bahkan langsung berlari ke arah luar dan memanggil penjual tersebut. Dia membeli 2 bungkus sarapan untuk dia dan Aslan.
Dengan bibir yang tersenyum lebar Cindy membawa makanan tersebut kembali ke dapur dan menyajikannya di atas meja makan.
"Ayo Mas sarapan," ajak Cindy, lengkap dengan air putih yang ada di sana.
Sementara Aslan masih tergugu di tempatnya berdiri. Menatap menu seadanya tanpa sentuhan tangan seorang istri.
Ada bagian hati Aslan yang terasa nyeri, seperti tidak rela kini hidupnya jadi berantakan begini.
Sementara Cindy yang belum mengetahui semua fakta pun masih bersikap manis. Sebelum dia mendapatkan semuanya, hanya kebaikan yang akan dia tunjukkan.
"Mas, nanti kita pulang ke rumah kamu saja ya? aku sudah tidak sabar tinggal di rumah itu," ajak Cindy setelah Aslan duduk di kursinya.
Dan pertanyaan Cindy itu makin membuat Aslan kehilangan selera makan.
"Tidak bisa, kita tidak bisa tinggal di rumah itu," jawab Aslan.
Sebuah jawaban yang membua kedua mata Cindy makin melebar.
"Apa maksud kamu Mas?" tanya Cindy, dari nada bicaranya terdengar sekali jika dia tidak terima.
bagaimanapun mereka harus tinggal di rumah itu, bukannya hidup di tempat kontrakan seperti ini.
"Aku dan Nadia sebenarnya sudah bercerai, dan rumah itu jatuh ke tangan Nadia." jelas Aslan apa adanya, rasanya pun dia tidak bisa menyembunyikan hal ini terlalu lama. Dan sekarang adalah waktu yang dia pilih untuk menyampaikan semuanya.
Dan Cindy seperti tersambar petir saat itu juga, bibirnya tersenyum kecil namun kepalanya menggeleng ...
"Tidak, apa maksud kamu Mas? aku tidak peduli dengan perceraian kalian berdua tapi bagaimana bisa kamu bersikap bodoh dan memberikan rumah itu pada Nadia!!" suara Cindy langsung berubah jadi tinggi, dia bahkan tanpa sadar menggebrak meja saling kesalnya.
Dan sikap Cindy itu seketika membuat amarah Aslan mencuat, apalagi dia mendengar dengan jelas jika Cindy memanggilnya dengan sebutan bodoh.
"Jaga bicara mu Cin! jangan lancang kamu ya!" bentak Aslan pula. lengkap dengan tatapan yang terlihat begitu mengerikan, seolah siap membunnuh sekarang juga.
Dan tatapan itu tentu membuat Cindy takut, namun tak benar-benar menghilangkan kekesalan yang dia rasakan di dalam hati.
"Terserah, pokoknya aku tidak mau tau!! Aku mau RUMAH ITU!!" tuntut Cindy. Dia bahkan sampai mengacak rambutnya frustasi ketika mengucapkan kalimat tersebut.
Sedangkan Aslan hanya bisa menatap nanar. Ternyata benar bisikan hati kecilnya selama ini, bahwa Cindy memang hanya menginginkan hartanya.
sehàrusnya kamu bantunya diam2,kalau sudah jelas status nadia barunkamu maju.