~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Unjuk gigi 2 makhluk astral
Malam itu, pukul 23.50, Rama, Adam, dan Anastasia berdiri di depan lift yang menuju lantai tiga. Semua staf hotel telah diberi instruksi untuk tidak mendekati area tersebut hingga ritual selesai. Adam membawa senter kecil, meskipun Rama telah memperingatkan agar tidak menggunakan cahaya buatan. Anastasia memeluk dirinya sendiri, merasa udara sekitar lebih dingin dari biasanya, meski AC sudah dimatikan.
"Siap?" tanya Rama, suaranya tenang, hampir seperti bisikan. Ia membawa tas kain dan sebuah tongkat kecil yang ujungnya dihias dengan bulu ayam hitam.
“Ehm, Ram … memangnya perlu ya tongkat mayoret model begitu?” Adam bertanya keheranan bercampur geli melihat tongkat unik layaknya pemimpin marching band.
“Ini bukan sembarang bulu Dam. Buat bikin begini aku harus lelaku selama empat puluh hari sampai kelar.” Rama menjawab dengan nada bangga, tatapannya waspada memperhatikan sekitar.
“Aah, udah deh segala tongkat mayoret pake jadi obrolan. Kamu yakin mas Rama, ini bakal berhasil? Kekuatan gelap kan mana bisa dipercaya?” Anastasia berdecak kesal, merasakan hawa tak biasa yang mulai menggelitik.
Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan tak ada yang mengikutinya apalagi menarik tangannya.
“Kita kan nggak ada salahnya berusaha mbak, saya yakin kok setidaknya ada kesepakatan.” Rama kembali menjawab, ia terus berjalan perlahan sambil terus menggerakkan tangannya mengasapi koridor dengan dupa.
Adam mengangguk pelan, ia setuju dengan Rama meski wajahnya terlihat tegang. Sementara Anastasia hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas.
Setiap detik rasanya sangat menegangkan ditambah udara dingin yang menyergap dari awal menginjakkan kali di lantai tiga. Koridor di depan tampak gelap total, hanya diterangi sedikit cahaya dari neon box besar milik cafe di seberang hotel yang menyelinap dari jendela kecil di ujung lorong.
"Luruskan niat kalian," kata Rama, berjalan mendahului mereka. "Apapun yang terjadi, tetaplah tenang. Mereka hanya ingin berbicara."
Di tengah koridor, Rama mulai mengatur alat-alatnya. Ia menaburkan bunga mawar putih di lantai, meletakkan lilin di empat sudut ruangan, lalu menyalakannya satu per satu. Asap dupa mulai mengepul, menambah suasana mistis yang sudah mencekam.
"Kita akan memanggil mereka sekarang," kata Rama sambil menutup matanya, mulai melantunkan mantra dalam bahasa yang tidak dimengerti Adam dan Anastasia.
Perlahan, udara di sekitar mereka terasa semakin dingin. Anastasia merasakan bulu kuduknya meremang. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong. Adam memutar tubuhnya, menyorotkan senter ke arah suara, tapi Rama langsung menghentikannya.
"Jangan!" seru Rama tegas. "Biarkan mereka mendekat. Cahaya hanya akan membuat mereka pergi."
Adam menelan ludah, menarik kembali senternya. Sekujur tubuhnya merinding tak karuan. Langkah kaki itu semakin dekat, terdengar pelan namun jelas.
Ketiganya berdiam diri di tengah lingkaran cahaya lilin, sosok pertama muncul. Seorang wanita muda dengan gaun putih panjang, rambutnya terurai menutupi sebagian wajahnya. Matanya kosong, tapi penuh kesedihan.
"Anna," bisik Anastasia tak percaya.
"Dia energi paling dominan di sini." Ucap pelan Rama setengah berbisik.
Anastasia tertegun. "Ya, aku tahu. Kami beberapa kali berinteraksi dengannya.”
Rama menambahkan tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok itu. "Kisahnya tragis, dan ia belum bisa pergi karena masih menyimpan amarah dan kesedihan."
“Heem, cinta yang mematikan. Pembunuhnya adalah orang yang sangat ia hormati.”
Rama dan Adam menatap Anastasia heran. “Kok kamu tahu An?” Tanya Adam mewakili rasa ingin tahu Rama.
Anastasia tergagap, ia lalu menjawab. “Anna, hantu itu mendatangi aku dalam mimpi beberapa waktu lalu. Hanya kilas balik memori yang aku yakini itu miliknya.”
Adam ganti menoleh pada Adam yang masih berkedip tak percaya. “Itu berarti dia percaya padamu, mungkin memang takdir mempertemukan kalian berdua.”
Anastasia tersenyum kecut tapi belum sempat berkata lebih lanjut, sosok lain muncul di belakang Anna. Kali ini, seorang wanita tua mengenakan seragam cleaning service hotel. Wajahnya keriput, tapi tatapannya tajam, hampir seperti memperingatkan mereka.
"An, apa dia hantu yang ngerjain kamu tempo hari?" gumam Adam dengan suara tercekat. "Hantu cleaning service."
Rama mengangguk. "Dialah sang penjaga. Meski usianya lebih muda dari Anna tapi kekuatan yang dimiliki hantu ini jauh lebih besar. Ibaratnya dia ini ketua perkumpulan di lantai tiga. Siapapun yang mengganggu ketenangan lantai tiga akan berurusan dengannya.”
“Halah, aku nggak ganggu kemarin. Malah dia yang balik mengerjai ku.” Anastasia bersungut kesal mengingat olahraga malamnya tempo hari. Seringai sapaan terlihat di wajah pucat nenek berpakaian ala pegawai kebersihan itu.
Anna tiba-tiba melangkah maju, mendekati Rama. Udara terasa lebih berat, hampir seperti menekan dada mereka. "Apa yang dia inginkan?" tanya Anastasia dengan rasa penasaran tinggi.
"Dia ingin didengar," jawab Rama. Ia menunduk sedikit, lalu berkata dengan suara pelan namun jelas, "Anna, apa yang bisa kami lakukan untuk membantumu pergi dengan tenang?"
Ruangan menjadi hening. Lalu, suara wanita, lembut namun penuh kesedihan, terdengar. Bahasanya terdengar begitu kaku.
"Aku... dicurangi... mereka mengkhianatiku..."
Anastasia merasa dadanya semakin sesak. "Dicurangi? Apa maksudnya dibunuh?”
Rama tidak menjawab. Ia menatap Anna dengan penuh perhatian, seolah menunggu kelanjutan dari ceritanya. Tapi sebelum Anna bisa menjelaskan lebih jauh, sosok wanita tua yang sedari tadi memperhatikan mereka maju ke depan. Ia berdiri di antara Anna dan Rama, lalu berkata dengan suara tegas.
"Jangan mempercayainya. Dia membawa kehancuran."
Adam dan Anastasia saling berpandangan, bingung dan takut. Rama menghela napas panjang, lalu menatap kedua wanita itu.
"Lalu siapa yang harus kami percayai?!”
Sebelum Rama bisa melanjutkan, lilin di sudut ruangan padam dengan sendirinya. Suara gemeretak terdengar dari langit-langit, dan energi di ruangan itu terasa semakin mencekam. Anna dan wanita cleaning service saling menatap tajam, seolah ada konflik besar yang belum selesai.
"Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di sini," gumam Rama. "Dan kita harus menyelesaikannya malam ini."
Bersambung …,
padahal aku teh pingin tau flashback nya anna 😌