Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Cinta bukan Suka
Renata tiba di parkiran dan berjalan menuju lift bersama Nathan. Di lantai tempat unit mereka berada, mereka keluar dari lift. Saat melewati unit Vino, Vino keluar dari apartemennya karena mendengar suara keduanya.
"Eh Om Vino," sapa Nathan.
"Halo, Nathan. Abis dari mana nih?" sahut Vino.
"Abis main sama Noah tadi di mall. Om Vino..."
"Nathan," potong Renata. "Yuk masuk, Nathan harus cepet mandi dan makan malam." Renata menghindari temu tatap dengan Vino.
"Ya udah, Nathan masuk dulu ya, Om." Mereka berdua pun memasuki apartemen mereka.
"Mbak?" panggil Vino. Sekilas Renata yang sedang melangkah masuk ke apartemennya menoleh ke arahnya. "Nanti aku yang ke apart Mbak, atau Mbak yang mau ke apart aku?" tanya Vino dengan suara berbisik dan tatapan nakalnya.
Renata menghela nafasnya. "Maaf, aku kayaknya cape. Pengen istirahat."
"Mbak..." Ucapan Vino terjeda karena Renata sudah masuk ke unit apartemennya dan menutup pintu. "Renata kenapa ya?" gumamnya bingung.
Rutinitasnya sore itu selesai Renata lakukan hingga Nathan tertidur. Kemudian ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan mencoba untuk tidur, namun tak berhasil. Pikirannya dipenuhi dengan percakapannya dengan Mona. Semakin dipikirkan, Renata semakin yakin bahwa Vino memang tak ada perasaan seperti yang ia rasakan.
Vino memang memperlakukannya dengan manis, tatapannya hangat. Saat sudah bersama dengan Vino, Renata merasakan menjadi wanita yang paling bahagia. Bahkan Vino pernah mengatakan bahwa ia akan membuat Renata lebih memilihnya dibanding Gavin dan sekarang kata-kata itu berhasil Vino buktikan. Namun setelah menyadari perasaannya telah tumbuh pada Vino, Renata malah merasa semua perhatian dan kata-kata manis Vino itu tidak nyata.
Kata-kata manis itu tidak sejalan dengan sikapnya yang tak pernah terlihat keberatan saat Renata bersama dengan Gavin. Tak ada cemburu yang Vino tunjukan. Semua itu membuat Renata semakin yakin bahwa Vino hanya sebatas menyukainya. Vino memang menyentuhnya, tapi tak ada cinta di dalamnya.
Renata merasa bodoh. Ia seperti terjebak. Ia sudah memutuskan untuk menghadirkan Vino di sisi hatinya yang lain. Namun ternyata Vino tak merasakan hal yang sama. Ia ingin kembali ke sisi hati yang dipenuhi Gavin sepenuhnya, namun nyatanya ia tak bisa. Kini hatinya sedang lebih condong kepada Vino.
Saat sedang sibuk dengan pikirannya, terdengar suara bel berbunyi. Renata sudah bisa memperkirakan siapa.
"Halo, Mbak," sapa pria tampan dengan lesung pipi dan tatapan yang menghipnotis itu saat Renata membuka pintu.
Renata tak menjawab, ia kembali sibuk dengan pikirannya. Melihat Vino ada di hadapannya membuat Renata semakin yakin pada perasaannya. Renata mencintai Vino, tapi Vino tak mencintainya, begitu pikirnya.
"Mbak?" sapa Vino lagi saat Renata malah menatapnya sedih tanpa menyahut. "Mbak kenapa? Sakit?"
Renata menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa," sahutnya lemas.
"Syukur kalau gitu. Nathan udah tidur?" tanya Vino.
Renata mengangguk lemah. Kemudian Vino menarik tangan Renata dan membawanya ke apartemennya. Ia tutup pintu di belakang Renata dan menciumnya dengan tidak sabar. Namun Vino menghentikannya karena Renata tak membalas ciumannya seperti biasa.
"Mbak, ada apa?" tanya Vino seraya mengusap kedua pipi Renata.
"Aku mau nanya sama kamu," ucap Renata.
"Nanya apa? Tanyain aja." Vino mempersilahkan sambil membawa Renata ke ke kamarnya.
"Sebenarnya apa alasan yang sebenarnya kamu sentuh aku?"
Vino seketika tersenyum. Ia mendudukkan Renata di sisi tempat tidurnya sambil meraih dress tidur yang Renata kenakan. Renata pun mengangkat tangannya agar Vino bisa mengeluarkan dress itu keluar dari kepala dan kedua tangannya. Kini nampaklah tubuh polos Renata tanpa bra dan hanya menggunakan CD.
"Apa alasan kamu mendekati aku? Apa alasannya cuma karena kamu suka sama aku? Apa kamu cuma cari pelampiasan buat nyalurin hasrt kamu?"
"Mbak, kok ngomong gitu?" Vino meraih CD yang Renata kenakan. Renata pun mengangkat sedikit bkongnya agar Vino bisa melepaskan CD itu dari kedua kakinya.
"Jangan balik nanya, Vino. Jawab pertanyaan aku," pinta Renata dengan tatapan serius pada Vino.
"Ya enggak dong, Mbak. Aku sentuh Mbak karena aku suka sama Mbak."
"Suka?" Renata tidak puas dengan kata-kata itu. Ia berharap Vino mengatakan lebih dari suka.
Vino terhenyak melihat kedua manik hitam Renata kini dipenuhi genangan air mata. "Ada apa, Mbak? Kenapa Mbak nangis?"
Kedua ibu jari Vino menghapus luapan air mata yang melintas di pipi Renata. "Aku gak ngerti kenapa tiba-tiba Mbak kayak gini. Aku gak suka Mbak sedih kayak gini."
"Kamu gak cinta sama aku, Vin." Akhirnya Renata mengatakannya, membuat Vino menghentikan ibu jarinya yang sibuk menyeka air mata Renata.
"Aku sedih karena itu." Renata menghapus air matanya, "aku sekarang tahu apa arti seorang aku buat kamu. Aku paham sekarang gimana cara kamu memandang hubungan kita ini."
"Aku cinta sama Mbak," ucap Vino mengklarifikasi.
"Kamu gak usah bohong, Vin. Kamu bisa jujur sama aku. Aku akan terima itu. Yang namanya perasaan emang gak bisa dipaksain. Harusnya hubungan kita memang hanya sekedar kekasih gelap, salah aku yang malah ngerasain sesuatu itu sama kamu. Harusnya kita hanya sekedar partner di ranjang aja."
Kata-kata Renata semakin membuat Vino terhenyak. "Mbak, aku..."
Seperti Mona dan para prianya, Renata juga seharusnya hanya menganggap Vino hanya sebagai 'hiburan' saja. Wajar jika Vino tidak merasakan hal itu padanya. Vino mungkin saja hanya memenuhi fantasi terpendamnya, menjadi selingkuhan seorang wanita bersuami yang jauh lebih tua darinya, yang mungkin saja beberapa bulan kemudian pasti akan melupakannya.
Tapi Renata sudah terlanjur merasakannya pada Vino. Tumbuh harapan agar Vino juga merasakan yang sama. Timbul keinginannya untuk mengubah hubungan kotor ini menjadi hubungan yang didasarkan dengan cinta.
"Gak apa-apa, Vin. Lupain yang barusan. Jangan dianggap ya ucapan aku." Renata menghela nafasnya dan menghapus air matanya.
Vino pun duduk di belakang Renata dan melingkarkan tangannya di sekeliling tubuh Renata. Ia tahu ia sudah sangat egois selama ini karena menjadikan Renata pengganti Rania yang tak pernah bisa ia sentuh seperti ini. Tapi Renata salah, walaupun hatinya masih lebih dominan ia rasakan terhadap Rania, tapi ia juga mulai mencintai Renata.
"Mbak, masa Mbak gak bisa ngerasain sih, selama ini aku tuh sayang sama Mbak. Sayang banget, Mbak. Mbak kira kenapa aku bertahan di sisi Mbak dan hanya jadi yang kedua kalau bukan karena aku sayang sama Mbak? Okay aku lebih sering pakai kata suka, itu karena aku gak mau membebani Mbak. Karena yang aku tahu, aku 'kan cuma yang kedua bagi Mbak."
Renata sontak menoleh pada Vino, "tapi sekarang enggak, Vin. Aku benar-benar cinta sama Kamu, bahkan lebih dari Gavin."
Vino terkejut, "Serius?"
Renata mengangguk serius.
Vino tersenyum senang, "aku juga cinta sama Mbak. Cinta banget." Vino mengakui dengan sungguh-sungguh.
Renata merasakan hatinya menghangat dan bahagia yang membuncah.
"Bohong," lirih Renata tak percaya.
"Beneran, Mbak. Bahkan selama ini aku berharap Mbak bisa cerai sama suami Mbak dan nikah sama aku. Cuma aku gak mau egois dan membebani Mbak. Tapi karena Mbak malah jadi salah paham, jadi aku tegasin sekarang, aku gak nganggep Mbak itu sekedar partner ranjang. Aku benar-benar cinta sama Mbak. Cinta Mbak, bukan suka lagi," tegasnya.
Gundah yang Renata rasakan pun hilang entah kemana karena pengakuan Vino barusan. Sekarang Renata percaya bahwa kini keduanya memiliki perasaan yang sejalan. Ia pun meraih kedua tangan Vino yang mendekapnya dan menyimpan dua telapak tangannya di kedua bukit kembarnya yang sudah tak tertutupi apapun.
Seketika kedua tangan Vino mulai meremas kedua bulatan yang terasa kencang itu sambil mencium bibir Renata dengan posisi Renata ada di depannya.
Renata kembali menikmati waktu mereka memadu kasih. Kali ini dengan perasaan yang jauh lebih bahagia.
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞