Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 28.
Dug!
Bola basket yang dilempar oleh Junot itu malah menyentuh kepala Teo. Junot bermaksud memberikan operan pada Teo yang satu team dengannya, agar Teo melakukan tembakkan langsung ke ring.
Tapi alih-alih menerima bola dan melakukan tembakkan langsung ke ring untuk mendapatkan poin, Teo bahkan terlihat tidak fokus dalam permainan. Sedari tadi netranya terus saja mengarah pada pintu masuk GOR. Ia menanti kedatangan Tsania. Gadis yang berstatus sebagai kekasihnya itu belum juga tiba.
"Fokus, Teo! Kita sudah tertinggal angka."
Teo hanya diam saat Ronald bersuara. Dan permainan yang sudah berlangsung hampir sepuluh menit itu kembali dilanjutkan. Teo berusaha fokus dalam pertandingan dadakan yang diadakan sesama anak kampus, meski setengah pikirannya tetap mengarah pada Tsania yang belum juga menyusulnya.
"Teo! Teo! Teo! Go Teo!!!"
Sudah dapat dipastikan siapa pemilik suara itu. Sosok Gadis yang dari awal dimulainya permainan terus memberikan semangat pada pemuda yang ia suka.
Anggita bersama teman-temannya duduk di tribun depan. Ia terus bersorak, menyuarakan nama Teo dengan penuh semangat. Anggita begitu heboh. Sikapnya seperti seseorang yang tengah memberikan dukungan penuh terhadap kekasihnya yang tengah bertanding.
"Semangat Teo!!!" teriak Anggita begitu kencang.
"Lihat! dia datang," kata Nauren, membuat Anggita berhenti bersorak.
Anggita menoleh dan mendapati kehadiran Tsania. Wajahnya seketika berubah, tak seceria tadi.
Tsania yang baru saja tiba itu memperhatikan Teo yang ada di lapangan dan sedikit mengedarkan pandangan menyapu keseluruhan isi GOR. Bisa Tsania lihat jika juga ada Anggita bersama teman-temannya.
Tsania segera mencari tempat duduk, dan baru saja ia menemukannya, Teo sudah datang menghampiri dirinya di pinggir lapangan.
"Kenapa lama? Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak. Tadi aku hanya membantu seseorang untuk mencari beberapa buku terlebih dahulu." Tsania duduk. Ia meletakkan cup minuman yang ia bawa tepat di kursi yang ada di sampingnya. "Kenapa masih di sini? Kamu tidak melanjutkan pertandingan?"
"Aku akan melanjutkannya. Dan pastikan kamu harus melihat kekasih mu ini mencetak banyak angka!"
Tsania tersenyum kecil, tapi hal itu ia lakukan setelah Teo sudah berbalik kembali masuk ke dalam lapangan. Selama permainan basket itu berlangsung, Tsania terus mengarahkan netranya ke manapun Teo bergerak.
"Wah...Wah...Wah... Lihat ada siapa di sini?!"
Tsania menghela napas. Anggita dan teman-temannya saat ini malah berpindah duduk mendekat pada dirinya. Anggita duduk tepat di sebelah Tsania bersama Celin. Sedangkan Nauren bersama Sita duduk dengan berjarak satu kursi dari Tsania.
"Teo terlihat tampan sekali saat berkeringat. Dia begitu gagah."
"Calon kekasih siapa dulu?" Nauren langsung melempar tanya.
"Anggita!!!" dengan cepat serta heboh Celin dan Sita menimpali.
Tsania yang mendengar seruan itu tidak marah atau sakit hati, ia bahkan terkekeh dengan satu tangan yang menutup mulutnya. Apa yang baru saja dilakukan Anggita dan teman-temannya terdengar begitu menggelitik di telinga.
"Beraninya kau tertawa?!"
"Dia akan menjadi kekasihmu," kata Tsania langsung menghentikan amarah Anggita. Gadis itu sudah berdiri dan tak lupa meraih cup minumannya. "Tapi setelah menjadi mantanku," lanjut Tsania dan memilih menjauh dari Anggita.
"Dasar gadis kurang ajar!!" Anggita mengeram kesal atas ledekkan yang Tsania berikan. Wajahnya memerah dengan tangan yang mengepal, rasanya Anggita ingin sekali menarik kuat helaian rambut gadis jalang itu.
"Sudah, biarkan saja! Tidak lama lagi dia juga akan merasakan hal yang luar biasa."
Anggita menoleh pada Nauren yang mengedipkan satu mata padanya. Anggita kembali memperhatikan Tsania yang saat ini sudah mulai menyesap minuman yang gadis itu bawa.
Pertandingan basket dadakan itu akhirnya berakhir dengan team Teo yang menang tipis atas lawannya. Ketinggalan angka di awal permainan karena Teo yang tidak fokus ternyata masih mampu mereka kejar, hingga permainan masih bisa tetap dimenangkan.
"Tidak mengucapkan selamat padaku?" tanya Teo karena melihat Tsania yang biasa-biasa saja disaat gadis lain bersorak untuknya.
"Selamat atas kemenangan kalian!"
Junot, Ronald serta mereka yang berada satu team dengan Teo tertawa mendengar ucapan selamat yang ternyata Tsania berikan bukan hanya untuk Teo, tapi juga untuk semua yang terlibat.
"Kamu harus memberikanku hadiah khusus karena sudah menyamakan ucapan selamat untukku dengan yang lain." Teo melakukan protes dan hal itu malah membuat Tsania tersenyum kecil. "Tunggu aku berganti pakaian, setelah itu kamu harus mentraktirku makan, Sayang."
Tsania hanya menggeleng melihat sikap Teo. Ia memilih duduk seorang diri tidak jauh dari ruang ganti, menunggu Teo sembari menikmati minuman yang diberikan oleh Exsan padanya.
"Maaf kalau membuat mu lama menunggu," kata Teo yang saat ini telah berganti pakaian dan kembali ke hadapan Tsania. Junot dan Ronald juga terlihat keluar dari ruang ganti. "Kita pergi makan?"
Tsania mengangguk kecil dengan tangan yang mengusap area tengkuk. Ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Mereka melangkah menuju parkiran, dimana kendaraan Teo terparkir.
Hari ini pemuda tampan itu tidak menaiki kendaraan roda dua yang biasa ia gunakan. Junot dan Ronald juga terlihat keluar dari ruang ganti, dan menuju kendaraan mereka masing-masing karena ingin kembali ke rumah. Tidak mungkin mereka membuntuti sepasang kekasih yang ingin makan bersama itu.
"Kalian tidak ikut?" tanya Tsania yang melihat Junot dan Ronald mengambil arah yang berbeda. Suara Tsania terdengar lemah. Tangannya juga sedikit mengibas kerah pakaian yang ia kenakan.
"Kamu kenapa?" Teo yang melihat gelagat Tsania berbeda itu langsung bertanya. Wajah kekasihnya saat ini bahkan terlihat mulai memerah. "Kamu sakit?" tanya Teo lagi dengan khawatir. Ia bahkan menyentuh tangan Tsania. Yang membuat gadis itu dengan tiba-tiba menjatuhkan cup minuman yang sedari tadi ia pegang.
Teo kaget. Junot dan Ronald bahkan tak jadi beranjak pergi karena melihat hal itu, mereka mendekat pada Teo dan Tsania.
"Panas," desis Tsania pelan tapi netranya menatap Teo dengan begitu tajam. Seakan memberi peringatan kepada pemuda itu untuk tidak menyentuhnya lagi. "Panas."
"Kamu kenapa, Sayang?"
"Panas!" Tsania tak memperdulikan pertanyaan Teo. Lebih tepatnya, pertanyaan pemuda itu yang tidak masuk ke dalam otaknya. Tubuhnya merasakan sesuatu yang aneh.
"Apa yang kamu lakukan, Tsania?!" Teo dengan cepat maju menahan tangan Tsania yang sudah berhasil membuka dua kancing bajunya.
"Lepas! Panas!!" Tsania berontak dan mendorong Teo. Rasanya seperti mendapatkan sengatan listrik, terlebih saat kulitnya mendapatkan sentuhan dari Teo. Tsania tidak suka itu, ia tidak menyukai dirinya yang seperti ini.
"Panas!! Aku butuh air!!"
Tsania sudah ingin berlari dari area parkiran, entah ke mana gadis itu ingin beranjak. Tapi sebelum itu terjadi, Teo sudah lebih dulu menahannya dan membawa Tsania masuk ke dalam mobil.
"Kamu mau membawanya ke mana?" tanya Junot langsung setelah Teo menutup pintu mobilnya mengamankan Tsania.
"Apartemenku. Dia pasti sudah mengkonsumsi obat yang salah."
Teo segera berlalu pergi masuk ke dalam mobil bagian kemudi dan melaju cepat meninggalkan area kampus, sebelum banyak mahasiswa dan mahasiswi yang melihat tingkah Tsania yang terkena efek obat perangsang.
"Kamu mau ke mana, Junot?"
"Menyusul Teo! Memangnya mau ke mana lagi?!"
"Kamu mau jadi penonton?"
"Teo bukan pria bajingan, Ronald!!" Junot dengan cepat menuju kendaraannya dan meninggalkan Ronald yang tercengang. Namun tak ayal, pada akhirnya Ronald juga menyusul temannya itu.
***
Haredang guys😅🤣
Jangan lupa tinggalkan jejak, barang setapak 😆😉