Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11.
Fadila duduk di sofa kamarnya setelah menidurkan Anan. Wanita itu memejamkan mata dengan hati yang sangat sakit saat mengingat kembali bagaimana sang anak menangis.
Selama ini Anan tak pernah bertanya tentang daddy nya. Entah apa yang mendorong anak itu sampai bersikap demikian.
"Fa! Gimana keadaan, Anan? Tadi aku dengar di kantor, katanya Anan histeris cariin daddy nya." Dwi masuk ke kamar Fadila.
"Iya, yang lebih parahnya lagi dia malah manggil tuan Arnan sebagai daddy. Malu banget tahu gak? Untung saja tuan Arnan gak marah, tapi entah salah dia akan salah paham atau gak."
Fadila merebahkan kepalanya di sandaran sofa setelah bicara.
"Siapa, Fa? Arnan?" Sinta masuk ke dalam kamar Fadila juga.
"Iya, rekan kerja kita yang pemilik perusahaan besar itu. Pimpinan AR Corporation, dia tadi datang ke perusahaan kasih kita proyek." Fadila memiringkan kepalanya ke kanan di mana Sinta duduk.
"Tumben tuan Arnan mau datang sendiri cuma untuk proyek di perusahaan kita? Biasanya suruh bawahannya yang bertanggung jawab untuk pergi." Dwi menatap Sinta.
"Entah lah, mungkin dia cuma kebetulan lewat saja. Jadi sekalian dia yang kasih dan buat kesepakatan sama perusahaan kita." Sinta melihat kedua temannya bergantian.
"Huh ... Gimana kalau nanti aku harus ketemu sama dia untuk membahas kelanjutan desainnya? Aku gak mungkin bawa Anan ke ketemu dia lagi. Atau anak itu gak akan mau lepas darinya."
Fadila memijat kepalanya yang di rasa pusing.
"Coba saja kamu dekati tuan Arnan, Fa. Kalau Anan suka sama dia, dan dia gak menolak. Itu artinya kamu punya kesempatan untuk bisa jadi istrinya." Fadila menggeplak pelan paha Sinta.
"Kamu kira anakku jembatan jodoh apa? Kalau memang sudah jodohku, tanpa perlu menggunakan Anan, jodoh itu akan datang dengan sendirinya."
Sinta dan Dwi saling pandang mendengar ucapan Fadila. Sudah lebih dari satu orang pria yang mereka kenalkan dengan Fadila.
Namun tak satupun dari para pria itu yang mampu meluluhkan hati Fadila.
"Terserah kamu sajalah, tapi segera beri Anan daddy sebelum dia semakin besar dan mencari daddy kandungnya," ucap Dwi.
"Iya, mungkin saat itu kamu akan di tinggalkan Anan untuk beralih pada daddynya." Sinta ikutan menakut-nakuti Fadila.
"Kalian pada ngomong apa sih? Doanya jelek banget," gerutu Fadila.
"Bukan doain kamu yang jelek, Fa. Tapi kami hanya mengatakan kemungkinan yang akan terjadi. Mungkin histerisnya Anan tadi karena dia pengen merasakan kasih sayang seorang daddy." Sinta memberi pengertian pada Fadila.
"Iya, Fa. Kamu juga harus mikirin perasaannya Anan juga sekarnag. Bukan lagi masalah ketakutan kamu akan di selingkuhin lagi sama pasangan." Dwi memegang bahu Fadila.
"Walau sulit, kamu harus menekan trauma kamu dan keegoisan kamu, Fa. Demi kebahagiaan Anan yang butuh sosok daddy. Meski kita bertiga bisa kasih dia cinta dan kasih sayang berlimpah, tetap itu akan terasa kurang bagi Anan yang membutuhkan cinta daddy."
Fadila diam termenung dengan air mata yang mengalir pelan. Apa yang di katakan oleh Dwi dan Sinta memang benar adanya.
Selama ini Fadila menutup hatinya dari pria-pria yang mendekatinya. Bukan karena terlalu sibuk bekerja, tapi karena adanya perasaan trauma dengan pernikahannya sebelumnya.
Perasaan takut akan di tinggalkan oleh pasangan dan di duakan seperti sebelumnya juga kerap menghantui pikiran Fadila.
"Buang segala pikiran buruk kamu terhadap laki-laki, Fa. Gak semua laki-laki itu sama seperti yang dulu. Kamu gak bisa samakan mereka semua," ucap Sinta.
Dwi mengelus pundakn Fadila untuk menenangkan. Inilah yang selama ini ingin mereka katakan pada Fadila. Untuk bisa melepaskan belenggu bayangan menyakitkan masa lalu.
Karena hidup terus berjalan, Dwi dan Sinta ingin melihat Fadila dan Anan yang sudah seperti anak mereka sendiri bahagia. Mendapatkan keluarga baru dan seseorang yang bisa melindungi keduanya.
Karena mereka juga tak selamanya akan selalu bisa berada di samping Fadila dan Anan. Apa lagi sekarang Dwi sudah bertunangan dengan Devan. 2 bulan lagi mereka menikah.
Sedangkan Sinta akan bertunangan sebulan lagi dengan kekasihnya Robert.
Keduanya tak ingin meninggalkan Fadila dan Anan tanpa ada orang yang menemani.
"Kenapa aku gak pernah kepikiran sama sekali tentang perasaan anakku? Walaupun Anan masih kecil, tapi perasaan begitu sensitif. Apa yamg harus ku lakukan kalau dia nanti cariin daddy nya lagi?" Fadila menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Ibu satu anak itu menangis kala menyadari dirinya yang sudah terlalu egois dengan mempertahankan ketakutannya.
"Sudah, Fa. Kami hanya ingin kamu dan Anan bahagia. Apa lagi kami hanya bisa menemanimu beberapa bulan lagi saja. Sedangkan Dwi, tinggal 2 bulan lagi dia gak bisa sama kita. Kalau aku kemungkinan paling lama 6 bulan lagi," ucap Sinta.
"Itu sebabnya kami ingin kamu buka hati untuk dapat pasangan lagi, Fa. Tapi kami juga gak akan maksa kamu, senyaman kamu saja ingin bagaimana. Kalau memang kamu sudah temukan yang cocok untuk kamu dan Anan, kami akan bahagia juga. Tapi kalau kamu belum dapatkan yang cocok, kami akan tetap suport kamu." Dwi memeluk Fadila.
"Kamu Mami yang kuat, Fa. Kami yakin, kamu tahu apa yang terbaik buat Anan dan tentu untuk kamu. Kita gak akan terpisahkan walau nanti kami sudah menikah." Sinta ikut memeluk Fadila agar lebih tenang.
"Terimakasih, kalian berdua selalu dampingi aku. Kalau gak ada kalian, mungkin aku sudah jadi orang yang paling terhina karena kenaifan aku." Fadila tersenyum tulus pada teman-temannya.
"Sudah, jangan ada kata terimakasih di antara kita. Selama ini kita sudah melewati banyak hal, susah senang kita lalui bersama. Bahagia untuk mas depan, kita juga akan bersama. Tentu pasangan kita harus bisa mengerti dengan persahabatan kita ini," ucap Dwi di angguki Sinta.
Fadila hanya bisa tersenyum haru mendengar ucapan kedua temannya. Hanya mereka yang selalu menjadi pendukung Fadila selama ini.
Dan Anan yang menjadi cambukan semangat bagi Fadila untuk terus maju dan berusaha.
Di Indonesia ...
Febri baru saja memasuki rumah mewah yang di tinggalinya bersama Baby dan anak tirinya. Ya, anak yang ddulu di kandung Baby, kini menjadi anak tiri Febri.
"Papa ..." suara itu menarik perhatian Febri hingga menghentikan langkahnya yang hendak naik ke lantai atas.
Anak kecil berusia 3 tahun itu tersenyum manis pada Febri. Bagaimana mungkin Febri bisa mengabaikan malaikat kecil tak bersalah itu. Apa lagi wajah polos Beni membuat Febri merasa sayang.
"Kenapa belum tidur?" Febri menggendong Beni.
"Unggu, Papa."
Febri mengecup kedua pipi Beni dengan sayang.
"Kemana, Mama nya?" Tanya Febri pada pengasuh Beni.
"Nyonya, belum pulang, Tuan."
Pria itu menghela napas panjang, selalu seperti ini setiap hari. Baby tak pernah memperhatikan anaknya yang selalu di tinggalkan di rumah bersama pengasuh.
"Ya sudah, kamu boleh istirahat. Saya yang akan menidurkan, Beni." Pengasuh Beni segera pergi meninggalkan ayah dan anak itu yang mulai menuju tangga.
4 tahun yang lalu, Febri di minta oleh ayah mertuanya untuk tak menceraikan Baby. Bahkan pria tua itu rela mewariskan semua hartanya pada Febri sebagai jaminan dan bayaran atas jasa Febri menutupi aib keluarganya.
Meski sudah banyak kabar yang menyebar keluar, namun semua itu tak berarti apa-apa seiring berjalannya waktu. Febri yang saat itu juga sudah kehilangan segalanya hanya bisa menerima.
Apa lagi Fadila sudah menjual semua aset yang mereka miliki. Dari rumah, mobil, hingga apartemen yang Febri sewakan sudah berpindah pemilik.
Sudah kepalang basah, maka mandi sekalian. Febri menerima semua warisan dari ayah mertuanya sebagai kompensasi.
Febri juga membuat surat perjanjian kalau semua warisan itu hak penuh miliknya, dengan di tanda tangani oleh kedua mertuanya serta Baby dan adik perempuannya.
sangat mengecewakan Thor....
ambisi terlalu tinggi sampai tega menghancurkan rumah tangga anaknya....
😱😱