Istri Buta Pembawa Keberuntungan

Beberapa hari kemudian, Tuan Neilson datang ke rumah keluarga Jefford untuk menemui Nola. Kakek Jefford tidak ada di tempat dan hanya ada Halbert yang bekerja dari rumah.

Saat Tuan Neilson datang, dia hanya sendirian. Halbert menyambutnya dengan sopan dan Nola sudah duduk di salah satu kursi ruang tamu. Dia masih memiliki tingkat putih di tangannya.

Mendengar beberapa langkah terdengar memasuki ruang tamu, Nola mengerutkan kening.

"Ayahmu sudah datang. Aku akan meninggalkan kalian bicara," kata Halbert. Lalu dia menatap Tuan Neilson. "Lebih sedikit bicara, lebih baik!" Dia memperingatinya.

Tuan Neilson sedikit berkeringat dingin dan mengangguk linglung. Setelah Halbert keluar ruangan, akhirnya Tuan Neilson bisa melihat gadis itu hanya menatap kosong ke depan. Dia duduk di seberangnya.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya pelan.

"Aku masih hidup," jawab Nola datar.

Tuan Neilson menghela napas. "Kenapa kamu begitu keras kepala? Kamu sama seperti ibumu. Jika kamu membuat keluarga Neilson lebih makmur sebelumnya, dengan keberuntungan mu, aku juga tidak akan memperlakukan mu dengan buruk," jelasnya sedikit kesal.

Akhirnya Nola menatap keberadaan Tuan Neilson yang duduk di seberangnya. Mata abu-abunya seperti akan mengisap orang ke dalam jurang yang dalam. Inilah kesan Tuan Neilson saat melihat mata putrinya yang tidak dicintai.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu masih bisa melihat seperti apa rupa ayahmu ini?" ejek Tuan Neilson.

Nola sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata ejekannya. "Meski aku buta, aku tahu sifat manusia. Jangan lupa, ibuku selalu tahu kamu menatapnya dengan kebencian dan keserakahan."

Akhirnya ekspresi Tuan Neilson sedikit berubah. "Bukankah kalian buta?"

Nola tersenyum tapi tidak tersenyum. "Menurutmu, bagaimana aku dan ibu bisa memberi keberuntungan jika tidak melihat sifat manusia itu sendiri?"

"Siapa kalian di dunia ini?"

Nola tidak menjawab. Dia hanya menunduk dan ekspresinya sedih. "Kenapa kamu tidak menyayangiku seperti anakmu yang lain? Aku juga putrimu," katanya.

"Karena kamu tidak layak!" ucap Tuan Neilson tanpa berpikir panjang. "Karena sejak ibumu menikah denganku, dia hanya bertugas untuk memberiku keberuntungan, bukan menjadikannya nyonya rumah. Statusnya rendah dan tidak memiliki keluarga yang jelas. Aku hanya tahu bahwa dia selalu membuat orang beruntung jadi sengaja menerima lamaran ayahku. Kupikir setelah melahirkan mu, dia akan memberiku lebih banyak keberuntungan karena aku mengurus anaknya. Tapi dia sangat keras kepala dan tidak pernah mau membantuku. Apa gunanya hidup!?" tuturnya panjang lebar.

Untuk waktu yang cukup lama, Nola terdiam dan wajahnya pucat. Dia selalu berpikir jika ayahnya masih memiliki cinta untuknya. Dia mungkin tidak akan terlalu pelit untuk membantu keberuntungan karier nya.

Tapi Tuan Neilson hanya ingin di hidup untuk membuat keberuntungan. Dia menjauhkannya dari rumah utama dan membiarkan pelayan memperlakukannya seperti binatang.

Nola masih sabar untuk itu dan tidak mau membuang-buang energi untuk memarahi mereka.

"Kenapa aku tidak layak? Hanya karena aku dan ibu buta, kamu memandang rendah kami?" tanyanya pelan.

Tuan Neilson tidak menjawab.

"Apa yang salah dengan orang buta??!" Suara Nola sedikit meningkat, menatap Tuan Neilson dengan ekspresi kesal untuk pertama kali dalam hidupnya.

Meski Tuan Neilson tidak terbiasa dengan aura Nola yang membuatnya seperti akan jatuh ke lubang yang dalam, dia masih mempertahankan sikap dan tegas dan ketidaksukaannya.

"Karena buta itu tidak sempurna, cacat di mana-mana. Kamu juga tidak bisa menjalani operasi mata di masa lalu karena selalu saja ada masalah pada tubuhmu. Kamu dan ibumu seperti kutukan yang membawa keberuntungan bagi orang lain," jelasnya.

Kali ini Nola meremas gaun selutut nya dengan cukup kuat dan tubuhnya sedikit gemetar. Dia menahan diri untuk tidak membunuh pria di yang duduk di depannya ini.

Hanya karena dia buta, dia tidak sempurna! Dia cacat di mana-mana. Mereka pikir dirinya dan ibu tidak tahu apa-apa! Merekalah yang buta.

Tuan Neilson tidak lagi mau bicara dengannya. Dia bangkit dan menatap Nola dengan pikiran yang dalam.

"Kamu beruntung mendapatkan Halbert untuk menjadi suamimu. Dia juga dibutakan olehmu, bukan?"

Nola mencibir. "Putrimu bahkan tidak layak dan Halbert tidak sebodoh yang kamu kira. Jauhkan angan-angan mu yang terlalu tinggi."

"Kamu—!" Tuan Neilson kesal dan segera keluar dari ruangan tersebut.

Hanya tersisa Nola di ruang tamu. Dia sama sekali tidak berniat pergi atau mengubah posisi duduknya. Dia berpikir lagi dan lagi hingga wajahnya pucat.

Hingga berselang seperempat jam, Halbert datang dan melihatnya tampak kesal. Bahkan wajahnya sedikit memerah dan masih ada sisa air mata di wajahnya.

Untuk waktu yang lama, Halbert tidak bicara. Tak lama, dia mendapati kabar dari anak buahnya jika mobil yang dikendarai Tuan Neilson mengalami kecelakaan yang cukup parah dan segera dilarikan ke rumah sakit.