Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Danish tak pernah melepas Lembayung Senja dari pandangannya, ia bahkan menimang gadis kecil itu layaknya seorang bayi hingga lembayung Senja tertidur dipundaknya, bahkan Bahu Danish sampai basah karena Liur Senja.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Jingga keluar dari kamar karena baru saja menidurkan Biru Embun. Ia mendapati Danis masih betah menggendong Lembayung Senja yang sudah terlelap.
"Tidurkan saja di kamar Bang, apa kamu tidak lelah dari tadi seperti itu?" tanya Jingga.
"Bahkan jika harus menggendongnya seumur hidup pun akan kulakukan..." jawab Danish setengah berbisik takut sang putri terbangun.
Danish berjalan kearah ayunan dan duduk disana, tentu dengan Senja masih dalam pelukannya.
Jujur setiap melihat Jingga dada Danish seakan bergemuruh hebat dengan darah berdesir kuat. Ada perasaan rindu yang begitu membuncah berusaha ditahannya. Danish ingin mendekap Jingga namun sadar wanita itu sudah memiliki suami dan itu bukan dirinya.
Ia sempat mencuri dengar pembicaraan Papinya dan Jingga yang menayakan keberadaan Koa.
Jingga mengatakan jika Koa tengah melukis dirumah mereka dan sudah mengijinkan Lembayung Senja bertemu dengan semua keluarga kandungnya.
"Sebelum Abang menyuruhku melepas alat itu, aku sudah melepasnya jauh sebelumnya.....saat itu kufikir dengan kehadiran seorang anak akan membuat rumah tangga kita baik baik saja." Jingga merasa perlu menjelaskannya, ia tak ingin sedikitpun ada perasaan ragu dihati Danish mengenai kehadiran Lembayung Senja. Bagaimanapun yang Danish tahu mereka sudah tidak berhubungan setelah ia menyuruh Jingga melepas KB nya.
"Ah......"Danish hanya tertawa hambar dengan tatapan kosong kedepan. Tanganya begitu teratur mengusap punggung putrinya.
Ternyata Jingga pernah berjuang dengan bersungguh sungguh mempertahankan hubungan mereka. Dirinya saja yang tidak sadar dan larut dalam kubangan kebodohan.
"Aku tak pernah meragukan Anakku!" ujar Danish lalu menoleh dan menatap Jingga yang duduk di dipan kesukaannya yang Jaraknya sekitar dua meter dari ayunan Danish.
"Terima kasih karena tak menyia- nyiakan putriku, meski ayahnya adalah orang sepertiku"
"Heh.....aku bukan wanita yang berfikiran sempit, saat mengetahui Lembayung Senja ada didalam tubuhku aku sangat bahagia. Mana mungkin aku menyia-nyiakan anugrah indah itu"
"Koa Danudara begitu beruntung mendapatkan dirimu...."
'Dan aku yang bodoh karena telah kehilanganmu' Batin Danish.
"Aku yang beruntung mendapatkannya....." tatapan Jingga terlihat menerawang jauh
"Aku fikir tak akan pernah lagi jatuh cinta.....tapi Koa membuatku terus merasa jatuh cinta setiap detiknya pada orang yang sama....Suamiku mengajarkanku apa arti Cinta dan kebahagiaan yang sesungguhnya." Jingga tersenyum pada Danish yang menatapnya dengan tatapan sendu.
"Jangan menatapku seperti itu Bang.....tak ada sama sekali yang kusesali didunia ini......bahkan jika aku terbangun dimasa lalu maka tak ada yang ingin ku ubah..."
"Bahkan hubungan kita kala itu?"
"Hemm..... Jika kau tidak memberiku luka aku tidak akan bertemu Koa, maka aku akan melalui luka itu lagi."
Danish hanya bisa tersenyum getir, padahal andai ia memiliki kemampuan untuk kembali kemasa lalu ia ingin memperbaiki segalanya agar bisa bersama Jingga hingga akhir. Sayangnya wanita itu tidak berfikir demikian, ia memilih untuk kembali terluka agar bertemu dengan cinta sejatinya.
"Kau bahagia sekarang?"
Danish merutuki bibirnya, bisa bisanya ia bertanya seperti itu. Tentu saja Jingga sangat bahagia.
Jingga terlihat menghela nafas, "Aku sangat bahagia......karena Setiap saat masih bisa melihatnya, menatap matanya, mengusap wajahnya ,dan memeluknya erat aku sangat bahagia....." Mata Jingga berkaca kaca saat mengucapkannya.
Ia kemudian kembali tersenyum pada Danish.
"Kemarikan Senja biar aku tidurkan dikamar....istirahatlah Bang."
.
.
Danish sama sekali tak bisa memejamkan matanya, rasa bahagia karena ternyata ia memiliki seorang putri benar benar mengaduk-aduk hatinya. Namun dilain sisi ia juga merasa sangat sedih, entah mengapa ia berharap Saat bertemu Jingga wanita itu akan marah dan menangis melampiaskan semua kekesalan padanya. Dan Danish akan terus memohon pengampunan dengan benar.
Tapi Jingga seikhlas itu, membuatnya merasa ia benar benar tak berarti bagi Jingga.
Entah sebesar apa cinta yang Koa berikan sehingga membentuk Jingga menjadi wanita yang benar benar ikhlas menerima segala takdirnya.
Danish baru bisa terlelap setelah melaksanakan kewajiban subuhnya. Samar samar ia bisa mendengar suara dua bocah kecil yang seperti saling bersahutan saat subuh tadi disebelah kamarnya, itu membuktikan Jingga sudah menjadi Ibu yang baik karena mengingatkan kedua putrinya akan kewajiban kepada sang pencipta sedari kecil.
Danish terlonjak kaget saat menyadari matahari sudah begitu tinggi karena Jam dinding dikamarnya sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Pria itu berlari tak karuan menuju pintu depan lalu kembali keteras belakang.
"Dasar! Pria mana yang menangis sampai wajah bengkak begitu!" Bara tersenyum mencemooh saat mendapati Danish berlari dengan nafas ngos ngosan. Wajah pria itu memang tampak masih sembap akibat terlalu lama menangis kemarin.
"Papi! Jingga mana? Anak anak?" Danish tak peduli ledekan ayahnya, yang ia takutkan Jingga sudah pergi membawa anak anaknya.
"Tuh......" Bara menunjuk dengan dagunya, "Temani putri putrimu melukis, sudah jadi ayah tapi bangunnya Siang! Dasar pemalas!" Entah mengapa sejak di Indonesia Bara selalu ingin memberi Danish pelajaran dengan kata kata kejamnya. Jujur pria tua itu masih sakit hati Danish dulu menyia nyiakan Jingga. Andai semua berjalan sesuai keinginannya mungkin Biru embun bukan anak Koa melainkan putri kedua Danish.
Bara meninggalkan Danish dan masuk kedalam, ia sudah sedari tadi menemani Senja dan Embun melukis.
"Papa......"Hanya Embun yang menoleh, sedangkan Senja sibuk dengan lukisannya.
Hati Danish menghangat saat mendengar anak Jingga yang lainnya memanggilnya dengan sebutan 'papa' Kemarin ia terlalu sibuk dengan Senja sehingga melupakan putri Koa Danudara itu.
Senja sama sekali tak mengindahkan keberadaan Adik dan Ayahnya. Tadi ia juga cuek pada Bara karena Senja akan terlihat begitu serius saat melukis.
"Embun tidak melukis?"Tanya Danish sembari mengangkat tubuh kecil Embun dan memindahkannya diatas pangkuannya. Sesekali Danish juga melirik Senja namun putri kandungnya itu masih enggan menoleh.
Embun menggeleng pelan "Adek....tidak suka melukis.." jawab Embun dengan suara lucunya. Dan Danish membalansnya dengan usapan gemas pada pipi gembulnya.
"Kakak.....Senja melukis pemandangan ya?" kali ini Danish mencoba bertanya pada Senja. Ia takjub dengan lukisan perkebunan teh yang dibuat Senja. Lukisan itu hampir rampung.
"Hushhh....." Embun menegur Danish dengan menaruh telunjuk didepan bibirnya, "Kakak tidak suka diganggu papa....Kakak malah malah kalau ada yang ganggu dia melukis." ujar Embun setengah berbisik.
"Kakak tidak sepelti ayah, ayah kalau melukis teluuus ibu datang nanya- nanya, Ayah pasti ketawa teluuss cium cium ibu deh...kalau kakak tidak begitu kakak suka malah malah tidak jelas kalau diganggu." jelas Embun lagi.
"Oh...begitu." Danish tersenyum sangat getir mendengar celotehan Embun yang menggambarkan kebahagiaan Jingga dan Koa.
Akhirnya Danish berhenti berbicara dan mengamati dengan seksama setiap gerakan kuas Senja yang terlihat begitu teratur. Lukisannya terlihat sangat sempurnya layaknya karya seorang profesional.
Danish saja yang yang dewasa tak bisa menggambar seindah itu.
"Itulah kekuatan darah seni pak."
Danish teringat dengan perkataan Natasya. Seolah olah Senja mewarisi darah seni dari Koa Danudara. Padahal pada kenyataannya Lembayung Senja adalah putri kandungnya, sama sekali tak ada darah seni yang mengalir di darah Senja.
"Cantik Sekali!" Puji Danish saat melihat Senja sudah merapikan peralatan melukisnya.
Senja akhirnya menoleh dan tersenyum pada ayahnya.
"Terima kasih papa." Timpal Senja.
"Oh....iya dimana Ibuuk?" Danish penasaran karena hampir setengah jam ia duduk menemani Senja dan Embun namun sama sekali tak melihat keberadaan Jingga.
"Ibuukk...katanya tadi mau pergi menyapa para pemetik teh." Jawab Senja.
"Ooohhh....kalau begitu papa mau menyusul ibuk, kalian mau ikut?" ajak Danish, namun dua gadis kecil itu kompak menggeleng.
"Kata Opa dia punya banyak camilan dikamalnya, kalau Kakak sudah selesai melukis kita disuluh kekamal opa, ada banyak coklat disana...." terang Embun antusias.
"Ohh....jadi kalian mau kekamar opa? Gak mau ikut sama papa?" Danish ingat, ayahnya itu memang membawa satu ransel camilan anak anak yang ternyata memang diperuntukkan untuk kedua putrinya.
Senja dan Embun kompak menganggukkan kepala dan Danish hanya bisa tersenyum dibuatnya melihat tingkah kedua bocah itu.
Danish berhenti mengajak Senja dan Embun, ia berangkat sendiri mencari keberadaan Jingga.
**suport terus karya ini ya kak biar authornya semangat nulis...**🥰
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)
But , sedih banget pas baca kalau kemungkinan novel ini menjadi novel terakhir kakak di Noveltoon 😭
Kakak mau pindah kemana?