NovelToon NovelToon
Buku Harian Seorang Pembunuh

Buku Harian Seorang Pembunuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:25k
Nilai: 5
Nama Author: Adzalziaah

[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]

[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]

Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.

Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.

Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 | Pergi

"Reega? Sedang apa di sini?" tanyaku, bingung.

Malam itu, bulan bersinar lembut, menerangi taman yang sepi. Sosok Reega yang berdiri di dekat api unggun kecil mencuri perhatianku.

Dia tidak menjawab, hanya menatap tajam ke arah nyala api yang melahap kertas-kertas yang sedang kucari. "Kertas-kertas itu? Kenapa kamu membakarnya?"

Dengan gerakan perlahan, Reega menggenggam kertas-kertas itu lebih erat. Seakan, membakar setiap ingatan yang ada di dalamnya. Aku meraih tangannya, merebut kertas-kertas itu.

“Nona ... kenapa keluar malam-malam begini?” Dia mengejarku sedari tadi.

Aku berpaling ke Nova, “Reega di sana.” Tanganku menunjuk ke arah Reega.

Nova melihat ke arah yang kutunjuk. “Tuan Muda Reega? Dia sedang tidak ada di sini, Nona.”

Saat aku kembali menatap, sosok Reega dan kobaran api itu lenyap, seolah tak pernah ada. Aku menatap heran ke tempat Reega berada, yang kini seolah menghilang dalam kegelapan.

“Dia tadi ada di situ. Barusan aku melihatnya di sini,” ucapku, suaraku bergetar hebat.

“Mungkin Nona sedang bermimpi. Mari kita kembali sekarang,” Nova berusaha menenangkanku.

Namun, rasa keheranan itu menggelayuti pikiranku. Aku tidak bermimpi; aku melihatnya dengan jelas sosoknya di hadapanku. Aku menyadari sedang menggenggam tangan kosong. Padahal aku tadi sudah merebut kertas yang dipegang Reega. Sebenarnya ada apa ini?

.........

Keesokan harinya

Perasaanku kembali campur aduk. Malam tadi, aku melihat Reega dengan mata kepalaku sendiri. Seketika sosok itu menghilang dalam sekejap. Mungkin karena terlalu merindukannya, aku jadi berhalusinasi. Namun, kerinduan itu bukan tanpa alasan; Reega sudah lama tidak berada di sisiku.

Pagi buta, aku kembali ke perpustakaan, tempat aku menemukan kertas-kertas yang belum sempat kubaca. Sedang tidak ada penjaga di sini, aku sangat leluasa mengorek setiap sudut ruangan, berharap menemukan petunjuk yang terlewat. Namun, usahaku sia-sia.

“Tidak ada yang penting di sini,” desahku, frustrasi.

Bagaimana aku bisa menemukan petunjuk kasus ini? Jika terus mencari di tempat ini, kemungkinan besar tidak akan ada hasilnya.

Ketika aku hampir putus asa, suara seseorang memecah keheningan. “Nona, sarapan sudah siap!”

Aku menoleh dan melihat pak Argan. “Pak Argan? Bukankah seharusnya Bapak sedang menemani papa bekerja?”

“Iya, tetapi Tuan meminta saya untuk menengok keadaan Nona,” jawab lelaki itu dengan nada khawatir.

Aku merasa bersyukur. Kebetulan sekali ada pak Argan. “Pak, apakah malam tadi ada seseorang yang datang ke sini?” tanyaku penuh antusias padanya.

“Tidak, Nona. Apakah ada orang yang mencurigakan lagi?” Suara pak Argan terdengar tegang.

Aku mengangguk, menahan napas. “Aku melihat Reega, Pak. Dia berada di sini semalam, di taman belakang.”

Ekspresi pak Argan berubah, matanya melebar. “Tuan Muda Reega? Apakah Anda yakin?”

“Ah, tidak perlu dipikirkan, Pak. Aku sudah lapar.” Memang benar aku sedang berhalusinasi semalam.

Aku melangkah ke ruang makan, melewati lorong mansion yang dipenuhi bingkai foto besar di temboknya. Masing-masing anggota keluarga terpampang dalam satu foto, tetapi tidak ada satu foto pun yang menunjukkan kami semua bersama.

Kadang aku berharap bisa mengambil foto dengan keluargaku, berkumpul bersama mereka, menciptakan kenangan yang tak terlupakan. Tapi harapan itu tidak akan pernah terwujud, sebab mamaku telah tiada.

Langkahku terhenti ketika melihat wajahnya di salah satu foto. Ia tersenyum lembut, dengan mata penuh kasih sayang. Aku ingin sekali bertemu dengannya, menanyakan rahasia keluarga ini.

“Mama seharusnya tidak terbunuh. Kasus kematiannya bahkan sudah terhapus di internet. Dari mana lagi aku harus mencari kebenaran tentang kasus itu?” ucapku lirih, memandang foto itu dengan pasrah.

Aku Kembali berjalan ke ruang makan. Berlama-lama di sini, menatap foto sambil berbicara pada benda mati, membuat orang berpikir aku orang yang gila.

.........

“Apa sarapan hari ini sesuai dengan selera Anda?” pelayan selalu menanyakan pertanyaan yang sama padaku setelah selesai makan.

Setiap kali pertanyaan itu muncul, aku hanya mengangguk.

“Nona, saya pamit …” Suara pak Argan memecah lamunanku.

“Pak Argan mau ke mana?” tanyaku, cepat memotong ucapannya.

Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini untuk pergi ke luar.

“Pergi ke kantor tuan, melanjutkan pekerjaan saya,” jawabnya, sesuai dugaanku.

“Aku mau ikut!” ucapku bersemangat.

“Ta-tapi Nona…” Pak Argan terdiam, tampak ragu.

“Pokoknya aku mau ikut!” kataku, berdiri dari kursi, rasanya memalukan sekali karena aku merengek seperti anak kecil, tetapi hari ini, aku ingin pergi keluar mansion.

Melihat pak Argan yang masih ragu, aku tak memberinya kesempatan untuk menjawab. Tanpa mendengar jawabannya, aku berjalan menuju pintu depan dengan langkah tegas. Di luar, sebuah mobil sudah menunggu, bersama sopir yang dengan siap mengantar pak Argan.

“Buka pintunya,” pintaku pada sopir itu.

“Nona… tapi ini…” Sopir itu terlihat bingung, dia berusaha mencegahku masuk ke dalam mobil.

Dengan cepat, aku membuka sendiri pintu mobil dan melangkah masuk dengan angkuh. Di dalam mobil, aku duduk seperti nona yang berkuasa, seseorang yang bisa melakukan apa saja semauku karena aku nona keluarga ini, keluarga Vierhalt.

Pak Argan juga masuk ke dalam mobil, duduk di sampingku.

Saat itu, Nova berlari mendekati mobil kami, wajahnya tampak cemas. “Pak, bagaimana kalau terjadi apa-apa?” tanyanya dari luar mobil, suaranya bergetar.

“Tidak akan ada masalah selama kamu menjaganya. Ikutlah dengan kami bersama Tiana,” jawab Pak Argan.

Mobil yang kami naiki melaju menuju kantor papa, diiringi satu mobil lagi di belakang, berisi kedua bodyguard pribadiku. Suasana di dalam mobil terasa tegang. Aku menatap keluar jendela, mengamati jalanan yang ramai. Pikiranku membayangkan betapa kagetnya papa ketika putri kesayangannya datang menemuinya.

“Pak, apa yang dimaksud kode merah?” Tiba-tiba, aku melemparkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikiranku.

Pak Argan terkejut mendengar pertanyaanku. “Dari mana Nona mengetahui hal itu?”

“Nova yang mengatakannya. Jawab saja, Pak. Jelaskan juga situasi yang sedang mengancamku sekarang. Aku bukan Reega yang hanya bisa duduk diam terkurung di dalam sangkar tanpa tau apa-apa.”

Aku bisa merasakan pak Argan yang ragu menjawab, tapi tetap berusaha tangan. Kulihat pak Argan menutup rapat mulutnya, membuatku semakin kesal.

“Pak, aku sudah muak dengan semua ini…” Tidak bisa menahan emosiku.

“Begini… soal kode merah. Kode itu digunakan untuk menyatakan bahaya yang mengancam anggota keluarga Vierhalt. Hanya itu yang bisa saya katakan pada Nona.” Pak Argan akhirnya mau membuka mulut.

“Bahaya apa yang sedang mengancamku?” tanyaku lagi.

Pak Argan membisu, wajahnya tetap tenang meski kubentak tari tadi. Suasana di dalam mobil kembali sunyi.

“Pak, aku tidak bisa terus hidup dalam ketakutan. Apa yang sebenarnya terjadi?” desakku lagi, aku butuh jawaban yang pasti.

“Anda tidak perlu mengkhawatirkan situasi ini, Nona. Saya berjanji akan melindungi Anda, meski bahaya sedang mengancam, saya rela mempertaruhkan nyawa saya demi keluarga ini. Ada banyak hal yang tidak bisa saya ungkapkan sekarang.”

Mendengar jawabannya, emosiku berada di puncak. “Tetapi, aku berhak tahu! Aku tidak ingin terus hidup dalam kebohongan keluargaku sendiri!”

Dalam hati, aku bertekad untuk tidak lagi menjadi burung dalam sangkar. Cepat atau lambat, aku akan mengetahui kebenaran yang terselubung dalam keluarga Vierhalt.

.........

1
Jihan Hwang
Hai kak... aku mampir
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
Delita bae
👍👍👍🙏
diann
zeeya kenapa ngebun kai?
diann: please sedih banget /Sob/
total 1 replies
Anonymous
gercep thor
ADZAL ZIAH: thanks ❤
total 1 replies
diann
arwanya tergantung gentayangan?! 🤨
ADZAL ZIAH: iya 😭
total 1 replies
diann
semangat thor, jangan menyerah.
diann: sama sama
ADZAL ZIAH: makasih ❤
total 2 replies
Anonymous
gila plot twist 😭
diann: mau nebak takut salah
ADZAL ZIAH: tebak hayo~
total 4 replies
Suci ♥️
semangat autour 😍😍 jangan lupa mampir 🤧🤧
ADZAL ZIAH: makasih ❤ nanti aku mampir~
total 1 replies
diann
sampe sini ceritanya makin keren
ADZAL ZIAH: makasih ❤
total 1 replies
Anonymous
lanjut thor
ADZAL ZIAH: 👌okey
total 1 replies
Luzor
Hadir pertama, semangat Thor!
ADZAL ZIAH: makasih❤
total 1 replies
Luzor
Dukung karyaku juga ya kak,/Grin/
ADZAL ZIAH: oke ❤
total 1 replies
Luzor
Ceritanya semakin seru kak,
Luzor
Semangat terus kak,
ADZAL ZIAH: makasih ❤
total 1 replies
bagus kakk💐💐
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/
ADZAL ZIAH: makasih ❤ nanti aku mampir
total 1 replies
ADZAL ZIAH
maaf ya kemarin telat update~
putri cobain 347
hadir kak
Rihall Pen
mungkinkah ini awal cerita Zee di tuduh pembunuh🤔
ADZAL ZIAH: bisa jadi. lanjut baca aja ❤
total 1 replies
🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina
tembak duluan ajah.. hohoho
🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!