Yao Chen bukanlah siapa-siapa. Bukan seorang kultivator, bukan pula seorang ahli pedang. Pangeran hanya memiliki dua persoalan : bela diri dan istrinya.
Like dan komen agar Liu Xiaotian/Yao Chen dapat mencapai tujuan akhir dalam hidupnya. Terimakasih.
Peringatan! Novel berisi beberapa adegan yang diperuntukkan bagi orang dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WinterBearr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Orang Yang Sama, Namun Berbeda
"Aku yakin master tidak jauh di bawah kita." Butiran-butiran keringat di keningnya berkilau terpapar oleh cahaya obor. "Aku... pasti akan menemukannya."
Sudah kesekian kalinya, gadis itu berkata demikian. Sedangkan pemuda yang berjalan di depannya tampak tidak menggubris sama sekali. Dia terlalu sibuk membuka jalan dengan obor, dan pedang yang siap dia tarik keluar ketika 'hantu' itu kembali menampakkan diri.
“Ada yang tidak beres, Kak Bai,” Xiaolian berkata lagi, merasa butuh perhatian dari pemuda tampan itu. Mata gadis itu menatap lekat pada garis jejak darah panjang yang baru saja mereka temukan—bekas seretan yang membentuk pola menyeramkan di tanah. “Ini... ini seperti yang pernah kubaca di sebuah kitab kuno dari Desa Heinan. Hantu wanita yang menyeret korbannya untuk digantung, kemudian menghisap darahnya sampai kering.”
"Bukankah tadi kita sudah berjumpa satu?" sahut Bai Ling, datar.
"Aku bicara tentang 'hantu wanita,' Kak Bai," Xiaolian menekankan kata itu sambil menggembungkan pipinya kesal. "Yang ini lebih berbahaya… dan lebih menyeramkan."
"Oh." Bai Ling tetap tenang, hanya mengangguk sambil mempererat genggaman pada pedang panjangnya. “Kalau begitu, tetaplah di belakangku. Jangan sampai tertinggal."
Namun lagi-lagi gadis itu tidak puas, Xiaolian mengerutkan bibirnya, menahan dorongan untuk berkomentar. Dalam hati, ia tidak bisa menahan rasa marah atas menghilangnya Yao Chen, sang master. “Kak Bai, kalau kita bergerak lebih cepat, mungkin kita bisa mengejar suara jeritan tadi. Aku tidak bisa membayangkan kalau Master berada di tangan makhluk seperti itu… atau jangan-jangan master malah terperangkap oleh monster lain di bawah?”
Bai Ling hanya menoleh sedikit, mengalihkan pandangannya yang tenang pada Xiaolian. “Aku mengerti. Kita juga sedang mencoba semua yang kita bisa, tapi tidak ada jalan untuk ke bawah, bahkan lubang yang menyeret master, tertutup rapat dengan ajaib. Karena itu, kita hanya bisa mengikuti lorong ini dan mengikuti arah suara yang datang dengan hati-hati."
"Kau sudah lihat jejak ini, bukan?" lanjut pemuda bermata biru. "Mereka berasal dari—”
“—hantu wanita penghisap darah!” Xiaolian memotong dengan nada tinggi. “Itu berarti kita harus lebih cepat, bukan memperlambat langkah!”
Bai Ling menahan napas sejenak, "Xiaolian," katanya, kemudian mengangkat pandangannya ke depan, mengabaikan rasa takut yang sebenarnya melintas di wajah Xiaolian. “Tarik napas... Keberanian harus diimbangi dengan kewaspadaan. Jika kau ingin melindungi seseorang, jangan sampai dirimu terjatuh lebih dulu."
"Aku mengerti." Xiaolian menggigit bibirnya, berusaha menguatkan mentalnya. "Tapi kalau kita menemui makhluk itu, aku tidak akan tinggal diam. Master tidak boleh dibiarkan terus menderita seperti ini untuk ke delapan kalinya.”
Belum selesai dengan ucapannya, angin dingin terlebih dahulu berhembus, melewati tengkuk mereka, seperti memberikan sambutan istimewa. Xiaolian merasakan bulu kuduknya berdiri ketika sebuah suara lirih berubah menjadi tawa yang melengking, membekukan aliran darah di nadinya.
"Kak Bai... kau mendengarnya?" bisik Xiaolian, napasnya tercekat.
Bai Ling mengangguk, meraba gagang pedangnya, siap untuk bertempur. Suara desahan napas yang berat semakin terasa. Samar-samar di kejauhan, sekelebat bayangan terlihat di ujung mata mereka, siluet seorang wanita berpakaian kusut dengan rambut panjang terurai berantakan semakin jelas. Kehadirannya sudah cukup untuk membuat Xiaolian melangkah mundur.
“Tahan, Xiaolian.” Bai Ling menarik pedangnya perlahan, sinar tajam dari logam yang berkilau itu menyebar dalam cahaya obor. "Jangan biarkan rasa takut menguasai dirimu."
Tawa itu semakin keras, hingga seorang wanita bermulut lebar dengan wajah putih pucat muncul dari balik kegelapan, matanya bolong dan taringnya merah akan darah segar. Sedangkan di belakangnya, terlihat jelas bagaimana mayat tiga orang rekan perjalanannya digantung, darah mengucur dari tubuh mereka yang kaku.
"Itu... " Xiaolian tertegun, menutup mulutnya. "Itu benar-benar seperti yang di dalam kitab... "
Sebelum gadis itu sempat berkata lagi, sosok hantu wanita itu melompat ke arah mereka secepat kilat, tawa seramnya melengking, menghancurkan mental lawannya. Sedangkan Bai Ling menangkisnya dengan pedang, memutar tubuhnya cekatan tanpa sedikit pun rasa takut.
Pedang Bai Ling berkilat saat dia berputar, mengayunkannya dengan gerakan yang rapi melebihi ilmu pedang taichi. Akan tetapi monster berwujud 'hantu' itu mampu menghindar dengan gerakan yang tidak kalah cepat, lalu kembali menyerang dari arah lain dengan kuku tajamnya. Bai Ling hanya bisa menangkis, lalu menghindar, sembari menjaga posisi Xiaolian agar tetap terlindungi di belakangnya.
Ibarat bertahan di tengah hujan badai, seberapa lama ia bertahan, kuda-kuda pertahanannya akhirnya tergoyahkan. Bai mulai kehabisan energi, dia bahkan tidak lagi bisa mengayunkan pedang anginnya. "Ada apa ini? Kenapa aku tidak dapat menyentuhnya?" keluhnya. "Makhluk itu sama sekali tidak kehabisan energi."
Melihat bagaimana hantu itu terus menertawakannya, membuat sorot mata percaya diri kultivator ranah Naga Suci-Awal itu luntur. Dia kehabisan energi, lingkaran angin yang sebelumnya menjadi pelindung lenyap seketika.
Pada saat itulah, sang iblis tidak membuang-buang waktu. Dia melompat, menerjang dengan tawa yang kian membosankan. Walaupun tanpa disangka-sangka, dia terlalu angkuh lantaran hanya terfokus pada satu orang. Itu yang menjadikan dirinya yang paling bodoh diantara mereka bertiga.
"Sekarang, Figo!" ujar Xiaolian dengan tangan terulur ke depan, mengarah ke senyuman hantu itu.
Di sana, Bai dapat melihat jelas bagaimana trenggiling raksasa itu berguling layaknya bola, menggilas hantu itu hingga berhenti menghantam dinding gua sampai hancur. Dentuman keras menggelegar. Garis lengkung di bibir Xiaolian pun tercipta.
Sedangkan Bai Ling terfokus pada kepulan debu yang masih melayang di udara setelah tubuh hantu itu remuk di bawah hantaman kuat trenggiling raksasa.
“Kau berhasil,” ujar Xiaolian sambil menahan senyumnya, mengusap kepala Figo yang perlahan-lahan kembali mengecil menjadi sebesar kucing. Trenggiling itu mendengus puas seperti anjing yang baru saja diberi pujian, lalu berguling manja ke arah Xiaolian, mendorong kepala besarnya ke tangan gadis itu.
Melihat mereka berdua, Bai Ling menghela napas lega. "Terimakasih," ujarnya dengan senyuman. "Pedang anginku ternyata tidak cukup untuk menumpas hantu barusan. Ini memalukan."
“Pedang angin Kak Bai… mungkin memang tak bisa melukai hantu itu karena Kak Bai telah mengeluarkan banyak energi di gua ini,” jawab Xiaolian sambil tersenyum penuh kemenangan, tangannya masih mengelus punggung Figo yang terlihat menikmati setiap belaiannya. “Dan aku telah menyadari hal itu sejak awal, jadi aku mulai mengingat isi kitab yang pernah aku baca, jika makhluk itu mengeluarkan aura khas tanah kelahirannya, dari alam lain. Sedangkan Figo juga berasal dari tempat yang sama, jadi aura mereka saling menetralisir, membuat Figo mampu melawannya dengan efektif.”
"Huh... padahal aku yang berlagak sok jagoan di awal, ternyata gadis pendek sepertimu jauh lebih pintar dariku."
"Pendek?" Xiaolian menegakkan bahu, alisnya berkerut. "Kak Bai," ujarnya dengan sorot penuh intimidasi, walaupun Bai melihatnya tetap manis. "Aku tidak sependek itu! Hanya karena Kakak lebih tinggi, bukan berarti bisa seenaknya memanggilku begitu."
Bai menahan tawa, wajahnya berpura-pura serius. "Oh ya? Maaf, aku tidak tahu jika kau begitu tersinggung, gadis pendek."
Xiaolian dan Bai memang memiliki hubungan layaknya kakak adik sebagai alumni di perguruan yang sama. Bai jarang bergurau setelah kejadian yang menimpa keluarganya. Karena itu, momen ini sama sekali tidak membuat Xiaolian kesal, dia malah tidak bisa menyembunyikan senyuman setelah Bai Ling terus mengejeknya bertubi-tubi. Melihat Kak Bai tertawa, hanya membuat perasaannya jauh lebih baik.
“Kau tahu, Kak Bai…” Xiaolian tampak enggan memanggil Figo kembali ke cincinnya, lalu mendadak menatap lantai gua di hadapannya dengan serius. “Aku berpikiran, mungkin kita bisa memanfaatkan tenaga Figo sekali lagi. Jika dia bisa menghancurkan lantai ini, kita mungkin bisa menemukan jalan ke bawah. Tempat di mana suara Master berasal!”
"Kau yakin?" Bai Ling mengerutkan kening, agak terkejut dengan keberanian Xiaolian. “Bagaimana jika kita malah terjatuh ke perangkap yang sama dengannya?”
“Percayalah, Kak Bai.” Xiaolian memandang pemuda di hadapannya dengan mata berkilat penuh keyakinan. “Master pasti ada di bawah sana, dan kalau ada yang mampu mengantarkan kita, itu adalah Figo.”
“Baiklah, kita lakukan." Bai Ling hanya dapat menghela nafasnya sebelum mengangguk senyum. "Aku mempercayaimu."
“Baiklah, Figo…” Xiaolian mengarahkan trenggiling raksasa itu pada lantai gua. “Lakukan yang terbaik. Hantam lantai ini sekeras mungkin!”
Figo pun membesar, mengumpulkan energi, lalu menundukkan kepalanya. Dengan kecepatan tinggi, ia menghempaskan tubuh besarnya ke lantai. Dentuman keras bergema, lantai gua retak, kemudian jebol, menciptakan lubang besar. Debu disertai serpihan batu beterbangan.
Sedangkan ruang bawah tanah nan luas terpampang di depan mata mereka saat mengintip dari atas lubang. Namun lagi-lagi, senyuman mereka harus tertahan. Bukannya menemukan masternya, mereka malah melihat berbagai macam monster tergeletak mati di bawah sana. Jumlahnya tidak terhitung, bertumpukan seperti sampah. Tubuh mereka terkoyak, tercincang, terpotong, menimbulkan bau busuk yang menampar wajah mereka seketika.