Elara, seorang gadis periang. Hidupnya penuh dengan kebahagiaan, dia hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang yang melimpah. Baginya tidak ada kesedihan yang akan berkepanjangan, namun semua menjadi sirna ketika dia beranjak remaja. Ayah dan Ibu yang selalu perhatian terhadapnya, kini telah acuh. Bahkan Ayah yang dulu ia anggap sebagai seorang pangeran, kini berubah menjadi seorang iblis. Cinta merupakan hal yang paling ia hindari, tapi seorang pria bernama Estele malah tertarik pada Elara, wanita yang jarang tersenyum, selalu jutek dan keras kepala. Akankah Elara jatuh cinta kepada Estele? atau Estele akan menyerah pada Elara yang cukup sulit di buat luluh?
Please follow dan like postingan IG Author :
@Zahra_Arara07
Please follow dan like postingan Tiktok Author :
@rara_01075
Dukungan anda, teramat berarti untuk saya❤️🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekhawatiran{28}
Pagi menyapa,Elara bangun tanpa harus di berisikan dengan jam alarmnya. Dia menjadi bangun pagi tepat waktu berkat ibunya yang sangat sigap membangunkan dirinya.
"Bu, hari ini kemungkinan El akan balik malam lagi. Ibu gak usah khawatir, Elara pasti baik-baik saja kok."ucap Elara sambil tersenyum.
"El, tetap saja Ibu merasa khawatir. Ibu takut Nak, perasaan Ibu tidak enak."ungkap Niar dengan raut wajah cemas.
Elara tersenyum, "tidak Bu, percaya sama anak Ibu ini. Dia pasti akan baik-baik saja."balas Elara dengan yakin.
Niar tersenyum tipis, walupun Elara begitu percaya diri mengatakan itu. Tetap saja hatinya merasa cemas. Elara langsung menyalami tangan kanan ibunya. Lalu berangkat menuju kampus. Bertepatan dengan baru saja perginya Elara, Niar melihat pemuda yang waktu itu membantu dirinya.
"Hei Nak, selama pagi."sapa Niar.
"Eh? Pagi Bu."jawab Estele sambil tersenyum.
"Kamu kuliah di kampus dekat sini ya?"tanya Niar.
"Ya Bu, dekat kok. Makanya saya jalan kaki."balas Estele sambil tersenyum.
Niar diam, dia tersenyum menatap pemuda tampan didepannya. Dia seolah-olah menemukan cahaya yang bisa membantu kerisauan hatinya.
"Nak, maukah kamu menolong Ibu?"tanya Niar.
"Tentu, apa itu Bu?"jawab Estele.
"Tolong awasi anak Ibu, namanya Elara. Dia mahasiswi baru di kampus tempat kamu kuliah itu. Tolong jaga dia dari orang jahat ya."tutur Niar.
"Orang jahat?"Estele mengerutkan dahi, "apa maksudnya itu Bu?"
"Huf ..., Ayah Elara, dia sedang mencari Elara saat ini. Jika sampai Ayahnya menemukan Elara, maka Ibu takut jika Elara akan di jual olehnya untuk melunasi hutang."ungkap Niar.
Deg!
Estele melotot terkejut, dia tidak menyangka jika ayah Elara akan tega melakukan itu. Niar menunduk lesu, dia merasa sedih jika harus mengingat hal-hal yang menyakitkan tentang masalah keluarga mereka. Namun, Niar bisa apa? Dia seharunya tidak menceritakan masalah keluarga dengan orang lain, apalagi mempercayai keselamatan anaknya di tangan pria asing. Tapi, entah mengapa Niar merasa bahwa pemuda tampan di hadapannya adalah orang yang baik. Niar juga merasa kalau pria itu seperti punya ikatan dengan ia dan juga putrinya.
"Tolong Nak, Ibu mohon ...."
...****************...
Mobil hitam terparkir di pinggir jalan, tepatnya di sebrang gedung kampus. Nikita melihat ke kiri dan ke kanan, lalu dia berjalan sambil tersenyum menyeringai. Dia tak sabar bertemu dengan rekan yang akan membantunya menyingkirkan Elara untuk selamanya.
"Hallo Pak, saya kira anda tidak akan datang."ujar Nikita.
"Saya tidak mungkin tidak datang, karena saya butuh."jawab Riko.
"Bagus, hari ini kami akan pulang malam karena persiapan acara kampus. Saya sarankan malam ini Bapak mengambil anak Bapak itu."ujar Nikita.
"Tentu. Tapi, saya heran kenapa kamu begitu bersemangat untuk menolong saya ha?"tanya Riko sambil memicingkan mata.
Nikita tersenyum jahat, tentu ia merasa bersemangat dalam hal ini. Dengan menghilangnya Elara di hadapan Estele. Maka, dia punya kesempatan kembali untuk mendekati Estele tanpa ada gangguan lagi.
"Bapak tidak perlu tahu. Yang jelas saya membantu Bapak, dan Bapak membantu saya. Hanya itu saja, pokoknya malam ini jangan sampai Bapak melewati kesempatan untuk membawa Elara."jawab Nikita dengan tegas.
Elara dan para panitia begitu sibuk karena lusa telah dimulainya acara kampus mereka. Elara sejak tadi sibuk membantu membuat hiasan dan mendekorasi. Sementara Aira, entah kemana wanita itu. Sepertinya ia begitu sibuk, sebab seharian Elara tidak menemukan keberadaan Aira. Dari kejauhan, tampak Nikita yang menyeringai sambil bersedekap dada. Dia melihat Elara dari jauh, dia sungguh tak sabar menunggu malam datang. Akhirnya Elara akan benar-benar pergi.
"Gue gak sabar buat lihat lo menyingkir."gumam Nikita sambil menyeringai.
Estele melihat persiapan acara, lalu dia juga membantu beberapa persiapan yang sekiranya bisa ia bantu. Saat membantu, ia memicingkan mata melihat Nikita yang berdiri di sudut ruangan sambil bersedekap dada, wanita itu terlihat senyum-senyum sendiri dan sepertinya sedang mengamati seseorang dari jauh. Saat Estele mengikuti kemana arah pandang Nikita, matanya terbelalak karena Nikita sedang melihat Elara dengan tatapan yang mencurigakan.
"Gue ke situ dulu."ujar Estele.
"Eh? Kemana?"tanya Vero.
"Ada urusan."jawab Estele.
Estele berjalan mendekati Nikita. Nikita yang sedang asik dengan kebahagiaannya, tiba-tiba saja terkejut ketika menyadari kehadiran Estele di dekatnya. Ia pun merasa panik, dia takut jika gerak-geriknya di curigai oleh Estele.
"E-stele? K-kamu sejak kapan disini?"tanya Nikita sambil berusaha tersenyum.
"Lo lagi ngapain disini ha?"tanya Estele dengan wajah datar.
"G-gak kok, aku cuma lagi lihat-lihat persiapan aja."balas Nikita.
Estele bersedekap dada dengan tatapan datar. Dia yakin sekali jika Nikita sedang tidak mengawasi persiapan, tapi sepertinya wanita itu sedang memikirkan sesuatu yang bisa di luar perkiraan orang lain. Elara yang tadinya sedang asik membantu mendekorasi sambil tersenyum riang. Mendadak menghilangkan senyuman di wajahnya,mood nya mendadak turun. Tak sengaja melihat Estele dan juga Nikita yang sedang berbincang dengan jarak dekat. Entah mengapa membuat perasaannya terasa aneh.
"Eh Elara? Aku ke bawah dulu ya."
"Ha? Iya, hati-hati ya."balas Elara.
Di saat Elara kembali menoleh ke tempat Nikita dan Estele berada tadi, tiba-tiba saja ia dibuat terkejut karena Estele yang mendadak memegang pergelangan tangan kanan Nikita dan membawa wanita itu pergi. Tanpa sadar, Elara berdecak kesal dan mengepalkan kedua tangannya.
"Ck, dasar cowok buaya!"gumam Elara dengan kesal.
Estele melepaskan tangan Nikita dengan kasar, membuat wanita itu sedikit meringis sambil memegang pergelangan tangan kanannya. Dia tidak menyangka jika Estele bisa bersikap kasar dan menarik dirinya pergi dengan paksa dari lokasi tempat acara kampus nantinya.
"Kamu kenapa sih!? Tangan aku sakit tahu!"ujar Nikita.
"Katakan! Apa yang sedang lo pikirkan dalam otak lo itu Nikita!?"tegas Estele.
"Apa maksud mu ha? Aku tidak paham."jawab Nikita yang berpura-pura bodoh.
Estele menggertak kan gigi-giginya, dia benar-benar merasa kesal dengan wanita dihadapannya. Ia yakin sekali kalau Nikita sedang merencanakan hal buruk terhadap Elara. Melihat tatapan Nikita kepada Elara sebelumnya, tentu saja Estele tidak bisa menolak untuk tidak curiga.
"Ingat ya Nikita! Jika sampai gue lihat lo macam-macam sama Elara. Maka, gue bakal bikin perhitungan buat lo! Camkan itu!"tegas Estele.
Estele langsung berbalik badan, meninggalkan Nikita sendirian. Air mata Nikita menetes begitu saja, rasa bencinya tehadap Elara semakin besar. Dia benci ketika Elara mendapatkan semua perhatian dan juga kasih sayang Estele yang seharusnya menjadi miliknya. Harusnya hanya dia yang boleh mendapatkan cinta Estele, bahkan seharusnya dia yang mendapatkan Estele.
"Lihat aja Elara, malam ini lo bakalan jauh dari Estele, dan Estele hanya akan menjadi milikku saja!!"ujar Nikita dengan sinis.
Prang!
Elara yang berniat untuk membantu membawakan minum dan makanan untuk panitia, tanpa sengaja menjatuhkannya. Entah mengapa perasaannya terasa tak enak. Dia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Tapi, dia tidak tahu apa itu. Hatinya berdebar tidak karuan, seolah-olah perasaan takut memenuhi hatinya.
"El!? Lo gak apa-apa kan?"ujar Aira.
"Ha? I-iya, maaf semua. Gara-gara aku, makanannya jatuh."ujar Elara yang sedikit terbata.
"Tidak apa-apa Elara, kamu tidak sengaja. Untung saja minuman itu adalah minuman botol. Plus, gak pecah juga."
"Iya, makanannya juga cuma makanan ringan yang dibungkus. Jadi, no problem lah."
Elara hanya tersenyum tipis sambil mengangguk. Untunglah para teman-teman panitia berbaik hati, mereka tidak marah. Malahan mereka berusaha untuk membuat Elara merasa nyaman dan tak terasingkan. Elara berusaha menepis perasaan tak enak yang sedang ia rasakan saat ini. Dia memilih untuk menikmati keramaian saat ini, walupun ia tak suka berada di tengah keramaian. Namun, berada di tengah beberapa orang bisa menepis perasaan sepinya.