Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Kesal Sekali
Maudy tertegun saat melihat pemandangan yang membuat jantung tidak sehat.
Pria yang baru saja keluar dari kolam berenang itu melepas bajunya. Memperlihatkan roti sobek yang membuat Maudy ingin menerkam lalu menikmatinya.
Roni juga mengelap rambut kepala dengan handuk, lalu mengibas-kibaskannya.
Deg, deg...
'Arghhh!' batin Maudy meronta-ronta. Cobaan apa ini? Masih pagi loh, tapi pria itu malah menunjukkan keseksiannya seperti ini. Ini tidak baik.
"Nona, kamu lihat apa?" tanya Roni yang baru menyadari arah pandang wanita itu. Ia segera menutup tubuhnya dengan handuk.
"Li-lihat itu, lantai jadi basah!" Maudy kembali membuat alasan. "Lantainya jadi licin, Jeri bisa jatuh!"
Roni melihat sekitarnya, memang lantainya basah.
"Ayo, nak. Kita ganti baju!" Maudy bangkit sambil menggendong Jeri. "Itu pakaianmu!"
Maudy menunjuk dengan mulutnya ke arah paper bag. Tadi ia sempat memesan pakaian secara online.
Setelah mengatakan itu, Maudy pun bergegas pergi dengan menggendong Jeri, sambil menghembuskan nafasnya berkali-kali.
'Kenapa dia seksihhh sekali sih?' Maudy kembali terbayang pesona pria modus itu.
Dan,
'Argh, apa yang kupikirkan?!' segera menggelengkan kepala atas pikiran aneh itu.
Sementara Roni setelah Maudy dan Jeri pergi, ia meraih paper bag untuk melihat isinya.
Wanita itu membelikannya kaos, celana jeans dan,
'Astaga!' Roni kaget melihat ada gumpalan kain yang lain.
Tak lama Roni telah memakai pakaian yang tadi diberikan Maudy. Pakaian itu pas dengannya.
'Apa ia tahu ukuranku?' Roni tersedak memikirkan itu. Dalam-an yang dibelikan wanita itu sangat pas dipakai. Terasa aman dan nyaman.
'Dasar wanita mesum!' batin Roni.
Pantas saja wanita itu terus-terusan melamun melihatnya. Ternyata memperhatikan aset berharganya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Roni memasukkan pakaian kotor ke dalam mobil. Ia akan mencuci di kost saja. Tidak mungkin mencuci di rumah ini, bisa-bisa sewaktu menjemur Maudy memandangi dalam-an nya.
"Papa, mau ke mana?" tanya Jeri yang berlari menghampiri. Ia takut papanya pergi, karena kelamaan di kamar.
Mamanya tidak siap-siap mengoleskan banyak minyak dan krim di tubuhnya. Bahkan juga membedakinya.
Dan Roni saat melihat wajah Jeri yang cemong jadi merasa lucu. Ia pun mengusap bedak di wajah bocah tersebut.
"Jeri, bedaknya masih cemong!" Maudy tiba di teras rumah. Ia ngos-ngosan mengejar putranya.
Jeri larinya sangat kencang dan lincah, membuatnya ketinggalan jauh.
Dan lagi, hati Maudy menghangat saat melihat pemandangan itu. Roni begitu lembut pada putranya. Tampak begitu sangat menyayangi Jeri.
"Hmmm." Maudy berdehem, ia tidak boleh terus terpana. "Jeri, sini mama sisir dulu!"
Jeri pun mendatangi mama Maudy dan rambutnya pun disisir.
"Jeri, om pulang dulu ya." pamit Roni. Hari juga sudah siang, besok harus bekerja. Ia baru ingat jika belum menyetrika pakaian kantornya.
"Papa mau pulang? Kenapa tidak tinggal di sini saja sama Jeri? Mama, boleh ya papa tinggal di sini!" Jeri mencoba menahan papanya itu. Ia sangat senang dan bahagia bisa makan, main, berenang dan melakukan hal lain dengan papanya.
Jeri ingin selalu melakukan itu, makanya ia tidak ingin papa Roni pergi lagi.
"Jeri, om Roni ada urusan. Tidak bisa tinggal di sini." Maudy mencoba menjelaskan pada sang anak.
Jeri tidak bisa terus menerus meminta Roni tinggal di sini. Pria itu pria asing, tidak memiliki hubungan apapun dengan mereka.
"Om ada urusan penting. Nanti om akan menemui Jeri lagi ya." Roni juga membujuk bocah itu dengan lembut.
"Kapan papa akan menemui Jeri lagi?" tanyanya. Apa besok, atau besoknya lagi, tahun depan atau lama lagi.
"Nanti om akan menemui Jeri lagi." Roni tidak bisa menjanjikan kapan waktunya.
"Minggu depan ya, pa?" Jeri mau minggu depan bersama papanya lagi. Mereka kan belum pergi jalan-jalan, masih di rumah saja.
Roni pun menganggukkan kepala. "Minggu depan Jeri mau ke kebun binatang?" tanyanya.
"Mau, pa. Jeri mau! Hore... Jeri akan ke kebun binatang sama papa! Yeee!" Jeri sangat senang sekali, ia sampai berjingkrak kegirangan.
Maudy mengusap sudut matanya. Ia sedih sekali seperti ini. Putranya begitu berharap pada pria asing.
Roni sempat melirik Maudy, wanita itu menangis. Sedikit merasa iba.
"Nona, aku pulang." Roni juga pamitan pada Maudy.
Maudy mengangguk dan menghampiri Roni.
"Kirimkan nomor rekeningmu!" pintanya. Ia akan membayar jasa Roni yang telah menemani putranya.
Yang tadinya iba, kini Roni mendadak kesal. Ia mau menuruti Jeri bukan karena berharap apapun.
Jeri pernah bercerita teman-temannya selalu bermain dengan papa mereka. Ia jadi merasa iba dan kasihan, makanya mau melakukan hal itu. Agar Jeri bisa merasakan hal seperti teman-temannya, walaupun bukan bersama papa kandungnya.
"Nona, berapa kamu berani membayarku?" tanya Roni menatap tajam.
"Biasanya permalam kamu dibayar bera-" Maudy menutup mulutnya, ia malah ceplos.
Maudy melihat Roni yang seperti sedang memaki dalam hati.
"Mak-maksudku berapa aku harus mentransfermu sebagai ucapan terima kasih. Hal wajar jika berterima kasih kan!" wanita itu membenarkan perkataannya. Ini yang benar yang mau dikatakannya, malah belok ke sana.
"Berapa?" tanya Roni menantang.
"Kamu mau berapa? 5 juta, 10 juta, 20 juta?" Maudy menyebutkan nominal.
Roni berdecih. Wanita itu hanya berani membayar segitu. Tapi gayanya seperti akan membayar dengan nominal tinggi saja.
"Hanya segitu?" cibir pria itu.
"Jadi berapa? Apa kurang? Aku rasa memang segitu seharusnya!" jawab Maudy.
Maudy tertawa kesal sambil melipat tangan. Sepertinya pria modus itu berniat memerasnya. Mencoba bernegosiasi dengannya untuk mendapatkan lebih banyak.
Roni membalas dengan tertawa kesal sama seperti yang dilakukan wanita itu. Tidak lupa melipat tangan di dada juga.
"Aku tidak butuh uangmu. Bayar aku dengan yang lain!" Roni menaikkan alisnya.
Maudy langsung memeluk tubuhnya, pria itu meminta bayaran lain. Meminta dibayar dengan tubuhnya?
"Kamu jangan kurang ajar. Aku memang cantik dan seksi, tapi bukan berarti aku bisa sembarang memberikan tubuhku pada pria asing sepertimu!" Maudy pun menjelaskan, ia bukan wanita murahan dan gampangan.
"Astaga, nona!" Roni menggeleng tidak habis pikir. Wanita itu pikirannya sudah ke mana-mana.
"Sekali-kali otak nona dicuci lah!" kesal Roni.
"Apa katamu?" Maudy memberikan tatapan lasernya. "Jadi kalau bukan itu, kamu mau dibayar dengan apa?"
Pria itu yang memancingnya duluan, jangan salahkan dirinya jika berpikiran begitu.
"Mungkin dengan mobil, rumah, apartemen atau saham!" Roni menyebutkan itu.
"Kamu mau memerasku???" tanya Maudy sambil meniup poni rambutnya. Pria itu dikasih hati minta jantung, ditambah lambung, usus, semuanya lah.
"Makanya, nona. Kamu jangan sok-sok an mau membayarku. Tidak punya uang saja kamu belagu!" Roni mengatakan dengan wajah yang menurut Maudy sangat menyebalkan.
"Kamu!" Maudy amat kesal dengan perkataan Roni. Ia dibilang belagu, keterlaluan sekali.
"Aku tidak butuh apapun darimu. Aku melakukan semua untuk Jeri, bukan untukmu!" jelas pria itu kembali.
"Arghhh!"
.
.
.