Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Aku mendownload game, setelah berhasil aku memainkan hampir semua game yang aku download-- rien sedang duduk di sopa seraya membaca buku, entah buku apa? dan aku juga tak tahu dia dapat dari mana?
Sudah satu setengah jam aku bermain ponsel rien-- badan ku rasanya menjadi kaku karena terlalu lama menunduk. aku melakukan peregangan pada tangan dan leherku.
Aku merasa lapar, aku rasanya ingin makan bakso-- aku turun dari tempat tidurku, berjalan menghampiri rien. aku menyodorkan ponselnya.
"Nih ponsel kamu, aku mau keluar dulu-- nanti kalo kamu mau pulang tolong kunci pintunya dan taro kunci dibawah keset depan pintu ya, atau kalo kamu masih mau disini-- nanti kalo ibu udah pulang tolong bilangin aku keluar sebentar" rien mengambil ponselnya. dia diam tak menjawab ucapanku.
Tapi dia berdiri dari duduknya dan meletakkan buku yang sedang dibacanya di sopa.
"Mau kemana?" dia berdiri di depanku.
"Mau beli bakso" jawabku singkat seraya berjalan mengambil tas selempang ku.
"Nanti aku suruh anak buah ku yang cari-- sekarang kamu belum boleh keluar dulu" Rian menghampiri aku, dia meraih tas selempang ku dan meletakkannya kembali pada tempatnya.
"Aku mau makan di tempatnya rien, lagian aku udah nggak papa-- jadi nggak ada alasan buat aku nggak bisa keluar" rien menghela napas panjang.
"Kamu masih butuh istirahat, nanti aja ya makan bakso di tempat-- aku janji lusa bakal ajak kamu ketempat bakso yang paling enak di kota ini" ujar rien.
"Dan juga, kamu mau bikin ibu kamu panik karena kamu pergi keluar?" aku menggelengkan kepala.
"Sekarang kamu duduk disini-- aku keluar dulu ya" rien mendudukkan aku di tempat tidur.
Setelahnya dia pergi keluar dari kamar ku.
Rien benar-- jika ibu pulang pasti dia akan panik karena tak menemukan aku dan bisa aku pastikan dia akan datang ketempat yang aku tuju.
Dan aku tak mau itu, ibu baru pulang, pasti dia merasa lelah dan aku tak mau menambah lelahnya karena harus membuat ibu datang ke tempat aku makan bakso.
Rien kembali masuk kedalam kamarku.
"Tadi aku udah nyuruh mereka buat cari bakso-- sekarang kamu tinggal nunggu sebentar. nggak kan?" aku menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Kamu beneran nggak mau pulang rien?" rien yang tadinya sedang memainkan ponselnya-- dia menatapku lalu berjalan menghampiriku dan duduk di tempat tidur tepat di sebelah ku.
Rien memasukkan ponsel ke saku celananya.
"Nggak, kenapa kamu mau aku pulang?" rien bertanya seraya mengusap lembut kepalaku.
Aku menganggukkan kepalaku, aku memang sangat ingin rien segara pergi dari rumahku.
"Kenapa? apa kamu masih belum ngerasa nyaman saat sama aku?" rien memegang bahuku dan menghadapkan tubuhku menghadapnya.
"Iya, dan juga aku belum bisa maafin kamu-- dan maaf kalau kesannya aku nggak tau diri. kamu udah sering bantuin aku tapi aku belum bisa maafin kamu-- terimakasih karena kamu udah bantuin aku" aku menatap menyesal kepadanya.
Jauh di lubuk hati aku, rasa benci untuk rien perlahan hilang. tapi untuk memaafkannya-- aku perlu izin dari kalila.
"Nggak usah minta maaf sama aku, karena disini aku yang salah. aku akan terus berusaha sampai bisa dapetin maaf kamu" rien mengelus pipi kanan dengan lembut.
"Dan maaf sepertinya yang aku bilang tadi-- aku nggak akan pergi. sampai ibu kamu datang-- aku harap kamu ngerti" rien tersenyum kearahku dan melepaskan tangannya dari bahu dan pipiku.
Tok tok
Rien berdiri menghampiri si pengetuk pintu. rien masuk kembali dengan nampan berisi mangkuk dan satu gelas air putih.
"Kok cuma satu? buat kamu mana?" rien meletakkan nampan dia atas nakas-- kemudia mendorong meja di depan sopa ku. dia mendorong meja sampai di depanku.
Kemudian mengambil nampan dan meletakkannya di meja.
"Buat kamu aja, aku masih kenyang" aku duduk di lantai, karena ukuran mejanya pendek, tak mungkin aku makan sambil duduk di tempat tidurku.
"Yaudah kita makan bareng aja, aku ambil mangkuk dulu-- buat kamu" aku hendak berdiri tapi rien menahan tanganku.
"Nggak usah la, aku benar-benar masih kenyang" aku menganggukkan kepala.
Aku duduk kembali di lantai di ikuti oleh rien yang duduk di samping aku. saat aku sedang lahap memakan bakso-- tiba-tiba perut rien berbunyi. dengan reflek aku menghentikan sendok yang akan masuk kedalam mulutku.
Aku menoleh kearah rien yang sedang memalingkan wajahnya, telinganya memerah-- aku yakin sekarang dia sedang merasa malu.
Aku mengarahkan sendok yang tadi hampir masuk ke mulutku-- menjadi kearah mulut rien.
"Buka mulutnya rien, kalau kamu ngerasa jijik karena sen--" ucapanku terhenti karena rien dengan cepat menoleh dan memasukkan sendok kedalam mulutnya.
Dia mengunyah, aku menatap tak percaya kearahnya-- aku kira dia akan menolaknya. karena tadi aku hanya reflek dan tak berpikir panjang saat mengarahkan sendok kearahnya.
"Aku nggak akan pernah ngerasa jijik sama kamu la-- jangan sampai kamu ngomong gitu lagi. aku benar-benar nggak suka dengarnya" dia menatap kearahku dengan lembut.
Dia mengambil alih sendok dari tanganku-- kemudian dia menyendokkan bakso kecil dan mengarahkannya kearah mulut ku.
"Buka mulutnya la" aku yang masih menatap terkejut kearahnya pun langsung membuka mulut ku, bakso masuk kedalam mulutku dan aku langsung mengunyahnya.
Rien menyendokkan bakso lagi, kali ini dia memasukan kedalam mulutnya. dia secara bergantian menyuapiku dan menyuapi dirinya bakso-- sampai habis.
Rien menyodorkan segelas air putih kepadaku, aku menerimanya dan meminumnya hingga sisa setengah gelas.
Lalu setelahnya rien meraih gelasku dan meminum air dari gelas bekasku hingga habis.
"Nggak usah liat aku kayak gitu, sekarang percayakan? kalo aku nggak jijik walaupun makan bekas kamu" dia meletakkan gelas di meja-- kemudian dia merapikan bekas makan kita.
Dia membawa keluar mangkuk dan gelas kotor. tak lama kemudian masuk kembali-- dia mengangkat meja dan meletakkannya kembali di depan sopa.
"Jangan langsung tidur, biar turun dulu makanannya" dia menghentikan aku yang hendak naik kembali ke tempat tidurku.
"Ayo kita baca buku yang tadi aku baca" dia meraih tanganku dan mengarahkannya ke sopa. dia menyuruhku duduk.
Dia duduk di sampingku-- tidak ada jarak di antara kita, ketika aku mencoba menggeserkan tubuh ku dia pasti ikut menggeserkan tubuhnya kearahku.
Mungkin rien sudah merasa kesal akan tingkah ku yang terus menggeser tubuhku-- dia meraih pinggang ku dan menarik tubuhku untuk mendekat kearahnya.
"Diem la, sekarang kita baca buku ini--- aku tau kamu suka buku novel ini. aku tadi sengaja nyuruh anak buah aku-- buat beli novel ini, sebelum kita sampai ke rumah kamu" aku menatap tak percaya kearah, bagaimana dia tahu tentang buku novel ini?