Sekuel dari TOBATNYA SANG KETUA MAFIA.
Note: JANGAN NUMPUK BAB YA🚫
NOVEL INI MENGGUNAKAN HITUNGAN RETENSI❗
Velicia yang dikenal sebagai ratu mafia berusaha kabur dari perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah, Dave Allen. Ia benci saat memikirkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Darren si penjahat kelamin.
Velicia terpaksa bersembunyi di dalam masjid dan mengenakan sesuatu yang begitu asing baginya. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang ia ketahui merupakan seorang ustadz.
"Astagfirullah! Kamu ... setan atau bidadari!" kaget seorang pria tampan dengan wajah bersinar. Saat itulah, pertama kalinya Velicia merasakan jantungnya berdegup tak biasa.
Ia akan membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya kemudian memanfaatkannya demi memenangkan lahan milik warga yang menjadi incarannya sekaligus membuktikan eksistensinya sebagai ratu mafia.
Namun, akankah niat Velicia itu berhasil?
Atau ... senjatanya justru akan makan tuan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu 28
Anak buah kiriman Dave tak siap dengan serangan mendadak dari Velicia. Mereka terpental jatuh bertubrukan.
"Sial! Siapa yang--" ucapannya terhenti ketika pria itu mendongak dan melihat sosok bercadar sedang memasang kuda-kuda di depannya.
"Posisi kita ketahuan. Bagaimana bisa?" Anak buah yang lain mendekat sekaligus berbisik pada kawannya. Wajahnya menyeringai menahan sakit. Serangan Velicia benar-benar full tenaga.
"Mana ku tau."
"Kalau sudah begini bagaimana?"
"Berhenti berbisik!" Velicia yang merasa belum puas pun menyerang lagi. Kali ini pukulan dan tendangannya berhasil di elak maupun di tangkis. Velicia semakin geram. Gadis itu pun melompat untuk melayangkan kembali serangannya.
Dugh!
"Argg!"
Salah satu anak buah Dave memegang hidungnya yang mungkin patah. Benar saja, tak lama cairan merah merembes dari kedua lubangnya.
"SIAPA YANG MENGIRIM KALIAN UNTUK MEMATA-MATAIKU!" hardik Velicia. Seraya mencengkeram salah satu leher dari pengintai itu.
"A–ampun, Nona. Ka–kami--"
"ZAHRA!" seru Zayn yang sejak tadi mencari istrinya dan pada akhirnya menemukan Velicia berada dalam pertarungannya.
"Zayn!" Velicia menoleh namun tetap tidak memindahkan tangannya pada leher pria yang wajahnya sudah memutih itu.
"Hentikan. Pria itu bisa mati nanti!" cegah Zayn yang mendekat. Tangannya terulur menarik lengan istrinya.
"Mereka pantas mati!" kecam Velicia dengan tatapan tajamnya pada dua orang itu bergantian.
Tak lama para warga pun berkumpul karena keramaian itu terdengar di telinga mereka. Anak buah Dave semakin pucat pasi. Mereka melawan sang nona saja takkan mampu, apalagi jika harus warga sekampung. Anak buah Dave lainnya yang tadi hendak menghampiri kedua temannya itu untuk membawakan minuman, seketika bersembunyi di balik semak.
"Gawat! Sepertinya mereka ketahuan! Ketua harus tau!" Secepat kilat pria itu balik badan dan menghilang di antara pepohonan.
Sementara itu, salah satu warga yang melihat bagaimana aksi dari menantu Max, menyusul pria itu ke balai kota.
Max yang sedang berjaga di gedung aparat tinggi desa itu pun berlari menghampiri Gareng yang tergopoh-gopoh ketika turun dari motornya. "Ada apa?" Max bertanya seraya memegang bahu pemuda itu.
"Itu ... Ustadz Zayn ... istrinya ... ngamuk!" lapor Gareng dengan napas yang terengah-engah. Padahal pemuda itu kan sampai di sana dengan naik motor bukan lari.
"Apa maksudmu, Reng!" selidik Max tak paham.
"Istri pak Ustadz mukulin orang," kata Gareng lebih lancar.
"Astagfirullah!" Max mengusap wajahnya. Dia semakin yakin bahwa menantunya itu bukan wanita biasa. Apalagi beberapa hari lalu kaki gadis itu terluka dan keracunan akan tetapi Velicia mampu bertahan. Max curiga bahwa ada yang lain di dalam sel darah menantunya itu. Karena jika dia orang biasa mungkin sudah tidak selamat.
"Antar saya, Reng. Oh, tungguin sebentar ya. Saya ijin dulu sama bos!" titah Max. Gareng mengangguk kemudian menunggu Max pamit pada atasannya. Tak lama pria itu keluar dan Gareng membiarkan Max yang berada di depan kemudi motornya.
"Katanya minta antar? Kok Pak Alif yang bawa?" protes Gareng yang mau tak mau pasrah duduk di boncengan belakang.
"Kalau kamu yang bawa, lama!" Benar saja, Max melajukan kendaraan itu secepat kilat. Hingga Gareng tak henti-hentinya mengucap takbir.
Para warga telah menggiring para pengintai itu ke halaman rumah Arumi. Zayn menahan istrinya agar tidak menyerang lagi. Dua pria itu sudah berjongkok dengan keadaan pasrah dan tubuh penuh luka. Zayn semakin bingung sekaligus heran, kenapa istrinya memiliki kemampuan beladiri sehebat itu.
Dalam hatinya pun bertanya-tanya. Siapa Zahra sebenarnya? Kenapa bisa sampai ke desanya? Kenapa tiba-tiba ada yang menyerang mereka lalu kini mata-mata? Ah, banyak kali pertanyaan yang hadir di dalam kepala ustadz muda ini.
"Sebaiknya kalian katakan, siapa yang telah memerintahkan untuk memata-mataiku!" hardik Velicia lagi. Tubuhnya di pegangin oleh Zayn, tapi kakinya tak bisa diam. Dia terus menendang hingga batu kerikil kecil terlempar ke depan mengenai wajah kedua anak buah kiriman Dave itu.
Pletuk!
Takk!
"Auh!"
"Akh!" Dua pria itu memegangi kening mereka yang benjol-benjol.
"Astagfirullah! Sudah dong Zahra!" Zayn kewalahan. Istrinya memiliki banyak cara untuk terus menyerang.
"Mereka itu penjahat, Mas!" seru Velicia yang kesal karena gerakannya terkunci. Kalau begini, tenaga suaminya itu sangatlah kuat. Ia tak bisa bergerak.
"Tunggu aparat keamanan datang ya. Selesaikan dengan hukum negara, jangan hukum rimba!" kata Zayn, berusaha menenangkan istrinya. Velicia berdecak karena suaminya tidak tau dengan siapa mereka berhadapan. Jika benar itu orang-orang Darren sialan, Velicia tidak akan mentolerir lagi.
"Aku tidak butuh mereka, Mas. Biarkan aku yang menghabisinya!" Velicia terus berontak dari cekalan suaminya itu.
"Sabar, Zahra. Kamu itu perempuan. Ndak pantas berbuat kasar. Lagipula mereka sudah menyerah. Islam itu, melarang menyerang musuh apabila mereka telah mengaku kalah," ucap Zayn tentu saja dengan nada lembut seperti biasanya.
"Mas ini tidak tau kita tengah berhadapan dengan siapa! Kalau bukan aku yang menghabisinya, maka kita yang akan mereka habisi!" Velicia bersikeras dengan jalan pemikirannya.
"Tenanglah, Zahra. Buktinya selama beberapa hari ini kita baik-baik saja. Mungkin mereka ada maksud lain. Atau, mereka adalah orang-orang dari ingatan yang kamu lupakan," kata Zayn lagi.
"Dia benar juga. Kalau orang-orang ini kiriman Darren sialan itu. Zayn dan keluarganya pasti sudah terluka. Tapi, kalau mereka kiriman dari Daddy, itu artinya--" Velicia membulatkan matanya memikirkan kemungkinan yang kedua. Ia bahkan menggeleng mencoba menolak segala bayangan yang tiba-tiba berkelebat itu.
Di tengah kebingungannya. Tiba-tiba ...
"ZAYN! ADA APA INI!" Max telah sampai. Dengan tergesa-gesa pria itu turun dari motornya, hingga Gareng tak sengaja terkena tendangan kakinya, membuat pemuda itu jatuh terjengkang bersama kendaraannya sekalian.
BRUGH!
"Aduhh!" pekik Gareng, seraya mengusap bokongnya yang mencium tanah keras dengan cukup kencang.
"Keterlaluan sekali sih, Pak Alif ini. Main lari saja. Ndak sadar apa kalau itu kaki melayang seenaknya!" gerutu Gareng pelan.
Max mendekati putranya yang tengah memeluk erat Velicia. "Siapa mereka!" tunjuk Max pada dua orang pria yang berlutut.
"Abi, mereka telah memata-matai kita selama beberapa hari," terang Zayn. Arumi menghampiri suaminya lantas mengusap dada pria itu demi meredakan amarah yang sebentar lagi akan menguasai suaminya.
Max, menepis tangan istrinya pelan, lalu menghampiri kedua anak buah Dave yang menunduk dalam keadaan berlutut. Max, menarik kepala dari salah satu mata-mata itu.
"Siapa yang mengirim kalian. KATAKAN!" sergah Max dengan kepalannya yang sudah terangkat hingga sejajar dengan telinganya. Tatapannya menyalang merah mengandung emosi yang sebentar lagi akan memuntahkan magma kemarahan.
"Ampun, Tuan. Kami ini--"
"LEPASKAN MEREKA!"
Semua orang pun menoleh ke asal suara.
"KETUA, TOLONG SELAMATKAN KAMI!"
----
WOOOHHH, YANG DATANG SIAPA TUH YAAA ...😱