Kiara percaya cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Tapi ternyata, bermodalkan cinta saja tidaklah cukup. Pernikahan yang baru berjalan 1 tahun atas dasar perjodohan itu harus berakhir begitu saja setelah Erick menjatuhkan talak untuk yang ketiga kalinya. Alasannya selalu sama, hanya karena merasa tidak diperhatikan. Padahal, sebelum memutuskan menikah mereka sudah sepakat akan saling memahami profesi masing-masing.
3 bulan kemudian Erick kembali dengan sejuta penyesalan dan meminta rujuk. Kiara yang sejatinya masih mencintai sang mantan suami kembali memberikan kesempatan meski tahu jalan kembali kali ini harus melewati lika-liku yang rumit. Kiara harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain yang disebut muhalil.
Bagaimanakah perjalanan rumah tangga Kiara bersama suami muhalilnya dalam bayang-bayang Erick yang menanti mereka segera bercerai? Namun, siapa sangka dibalik pernikahan muhalil itu, ternyata tersimpan sebuah rahasia yang berusaha dibongkar oleh sang muhalil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. HANYA KAMU YANG BISA
Liana tiba pukul delapan pagi dikediaman Kiara. Sengaja dia tidak membawa Shanum karena mungkin hal yang akan dibicarakan Denis sangat penting, putrinya itu dia titipkan di rumah mama Kasih.
Denis yang memang sudah menunggu, langsung menghampiri adik sepupunya itu dengan dibantu oleh istrinya.
"Yuk, kita berangkat sekarang." Ajak Denis.
"Ana baru aja sampai loh, masa mau langsung pergi. Biarkan dia duduk sebentar. Lagian, kenapa gak langsung disuruh nyusul aja tadi. Malah disuruh ke sini," tegur Kiara.
"Maaf," kata Denis sambil menghela nafas panjang. Dia sampai tak bisa berpikir jernih lagi, lantaran kasus Erick yang tak sabar ingin segera dia bongkar. Namun, pergerakannya terkendala oleh kondisinya yang tidak bisa berjalan sempurna.
"Memangnya kita mau kemana sih?" Tanya Liana, menatap suami istri didepannya secara bergantian. Bukankah Denis memintanya datang karena ada hal penting yang ingin dibicarakannya, lalu kenapa sekarang malah ingin pergi?
"Abang mau ke rumah sakit, terapi cedera kaki Abang." Jawab Denis terdengar menggebu-gebu, sorot matanya menggambarkan ketidaksabaran untuk segera pulih.
"Ya udah, tunggu sebentar. Aku ke kamar dulu ambil tas dan beberapa keperluan lainnya," kata Kiara akhirnya.
Setelah Kiara tak terlihat lagi, Liana pun berbisik pada Denis. "Katanya, ada hal penting yang mau Abang bicarakan denganku?" Tanyanya.
"Ayo kita keluar," pinta Denis.
Liana mengangguk, dia membantu Denis untuk berjalan. Begitu sampai di pekarangan, mereka duduk di kursi kayu yang yang tak jauh dari pintu utama.
"Sekarang Abang mau kamu jawab jujur, Ana. Kamu tahu kan, apa sebenarnya tujuan Erick menikahi Kiara?" Tanya Denis, menatap adik sepupunya itu dengan sorot mata yang tajam.
Liana tercengang, bukankah kakak sepupunya itu sedang mengalami amnesia. Lalu bagaimana bisa tahu tentang Kiara dan Erick?
"Abang hanya pura-pura lupa ingatan. Dan sekarang kamu jawab pertanyaan Abang tadi!" Kata Denis.
Seketika Liana nampak kesulitan menelan ludah. Dia pikir, Denis tidak akan pernah mengungkit masalah itu lagi karena dia sudah pernah mengatakan tidak tahu apapun.
Denis membuang nafas berat melihat Liana hanya diam. Dia sangat yakin Liana tahu sesuatu, tapi kenapa tidak mau jujur padanya. "Abang sudah tahu, Ana. Abang tahu semuanya, bahkan tentang Erick yang ternyata tidak seibu dengan Alex. Pak Handoko memiliki 2 istri. Kamu pasti tahu itu, kan?
Kedua mata Liana membulat, dia reflek menggeleng karena benar-benar tidak tahu apapun tentang pak Handoko yang ternyata memiliki dua istri, serta Erick dan Alex yang ternyata tidak seibu.
"Kamu tidak tahu bagian yang mana, Ana? Tentang Pak Handoko yang memiliki 2 istri? Atau tentang Alex dan Erick yang ternyata tidak seibu? Atau tentang tujuan Erick menikahi Kiara? Katakan, Ana, katakan bagian mana yang kamu tidak tahu! Tanya Denis beruntun, nafasnya tampak naik turun. Untuk yang pertama kali dia berucap dengan nada yang tinggi pada adik sepupunya itu.
Liana menundukkan pandangannya, tidak berani menatap Denis. Dia ingin sekali berkata jujur dan mengakui semuanya di hadapan Denis. Tapi ancaman yang sangat dia takuti menahannya untuk menutupi. Papa mertuanya tidak akan segan-segan melakukan apapun termasuk memisahkannya dengan Shanum, dan dia tidak akan pernah sanggup untuk itu. Dia lebih baik berpisah dengan Erick meski sangat mencintai daripada berpisah dengan Shanum, tapi meninggalkan Erick sama saja dia akan kehilangan Shanum.
'Kalau kamu tidak bisa terima, silahkan tinggalkan putraku tapi jangan harap bisa membawa Shanum pergi.' Kalimat itu selalu terngiang-ngiang.
"Abang yakin kamu tahu, tapi kenapa kamu tidak mau memberitahu Abang, Ana? Apa kamu pikir Abang tidak akan mau membantu masalah yang sedang kamu hadapi?"
Liana menggeleng, dia yakin Denis akan menjadi garda terdepan untuknya. Hanya saja dia tidak mau kakak sepupunya itu ikut terkena imbasnya. Pak Handoko tidak pernah main-main dengan ucapannya, dia tidak mau Denis sampai celaka karenanya.
"Mama benar, kamu memang sangat keras kepala, Ana!" Denis tersenyum masam. Entah ancaman apa yang Erick katakan sehingga Liana terus menutup mulutnya dengan rapat.
"Azka, adiknya Kiara juga sudah tahu masalah ini. Tadi malam dia sudah ingin membongkarnya tapi Abang tahan, karena Abang yakin Kiara tidak akan semudah itu percaya. Maka itu, sekarang Abang mohon kerjasama kamu, Ana." Denis meraih kedua tangan Liana dan menggenggam erat.
"Abang akan selalu ada untuk kamu, Ana. Bahkan keluarga Kiara juga akan melindungi kamu. Jangan takut,"
Air mata yang sejak tadi ditahan oleh Liana akhirnya jatuh juga, "Bang, aku akan mati jika dipisahkan dengan Shanum." Ucapnya sesenggukan.
Rahang Denis mengeras, hanya kalimat itu saja dia sudah dapat menebak ancaman apa yang membuat Liana bungkam selama ini.
"Apa Erick yang mengancam kamu seperti itu?"
Liana menggeleng, "Mas Erick juga sebenarnya terpaksa, Bang. Mas Erick hanyalah budak yang dipaksa melakukan tugas yang diberikan tuannya." Teringat dengan luka-luka di tubuh suaminya dan sempat dia foto, dia pun menarik tangannya dari genggaman Denis lalu mengeluarkan ponselnya.
Denis memejamkan mata begitu melihat foto tersebut, tak terbayang bagaimana rintihan kesakitan Erick saat menerima semua luka-luka itu. Selama ini dia berpikir Erick lah yang brengsek.
"Setelah kaki Abang sembuh. Kita akan menyusun strategi untuk membongkar semuanya di depan Kiara." Kata Denis. "Kiara harus mendengarkan sendiri pengakuan Erick, dan hanya kamu yang bisa melakukan itu." Dia menatap Liana dengan tegas.
"Bang, tapi... ." Ucapan Liana menggantung begitu tatapannya tertuju pada Kiara yang berjalan ke arah mereka. Dengan cepat dia mengusap sudut matanya yang berair lalu tersenyum.
"Ana, kamu kenapa?" Tanya Kiara, dia menambahkan Liana dengan lekat. Jelas terlihat adik iparnya itu sehabis menangis.
"Tadi ngobrol sama Bang Denis tentang masa kecil kami, saat kedua orangtuaku meninggal, Bang Denis lah yang selalu menjadi penguat ku. Nangis, karena terbawa suasana," ujar Liana.
Kiara tersenyum tipis, "Kirain ada apa. Ya udah, yuk berangkat sekarang."
mungkinkah Erick bukan anak kandungnya Handoko ??