Istri Kontrak Tuan Impoten

Zoya membuat janji temu dengan seorang pria yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Dia rela merogoh kocek dalam dalam agar bisa menyingkirkan Diva dari sisi Dika. Jika Zoya tidak bisa memiliki Dika, maka tidak ada wanita yang boleh memilikinya.

Cinta Zoya pada Dika tidak akan pernah bisa hilang, semakin lama bahkan semakin besar. Bagaimana bisa Zoya menyerah begitu saja serta merelakan Dika untuk wanita lain? Zoya pernah melakukan kesalahan karena membiarkan Dika pergi, tapi kali ini tidak akan lagi.

Usai mencapai sebuah kesepakatan, pria berotot dengan tubuh tinggi tegap itu bergegas pergi dari hadapan Zoya. Dia tidak bisa berlama lama menemui bos barunya itu karena pekerjaannya yang menumpuk. Selain melaksanakan tugas dari Zoya pria bernama Arsen itu juga sedang melakukan tugas dari dua orang lainnya.

Didalam mobilnya...

Arsen melihat alamat rumah dan sebuah foto pemberian Zoya.

"Wanita yang cantik, sayang sekali dia harus dihabisi," gumam Arsen.

Hati Arsen sedikit ragu, dia harus menghabisi seorang wanita hamil. Apakah dia tega? Sementara istri dari Arsen dikampung halaman juga sedang hamil. Tapi mau bagaimana lagi? Arsen tidak bisa menolak uang, baginya uang adalah segala galanya.

Saat itu juga Arsen pergi menuju kediaman Dika, dia ingin memantau tentang keadaan rumah tersebut sekaligus mengatur rencana langkah apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Tiba disana, Arsen langsung memarkir mobilnya cukup jauh dari rumah Dika dan mengawasi rumah itu dari sebuah teropong kecil.

Rumah yang besar dan bagus, jelas sekali kalau pemiliknya adalah orang kaya. Tak lama seorang pria keluar dari pintu gerbang, pria itu memakai pakaian santai dan sepatu olahraga. Arsen melotot saat tau siapa pria itu, dia adalah Dika Maharaja orang paling berpengaruh di kota. Cari masalah dengannya sama dengan mati.

"Sial, kenapa aku harus berurusan dengannya? Aku pikir bukan Dika yang itu. Bagaimana ini?" Keluh Arsen dalam hati.

Seketika Arsen ingin mundur dari perjanjian ya dengan Zoya, tapi dia sudah kepalang tanggung. Mundur dengan alasan yang tidak jelas juga bisa membuatnya malu, nama baik dan kegagahannya bisa tercemar didunia kejahatan.

🍁🍁🍁

Diva dan Ibu mertuanya sedang melakukan olahraga ringan didalam rumah. Dika benar benar melarang Diva untuk keluar rumah, apa lagi saat ini tangan Diva belum sembuh total.

Nurma menyediakan dua gelas jus buah segar, satu mangkuk penuh potongan buah dan juga dua botol air mineral. Dia melayani menantunya dengan baik, memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Nurma juga pernah menjadi menantu, dia tau bagaimana rasanya diperlakukan tidak baik oleh mertuanya dulu. Dia tak ingin menantu kesayangannya merasakannya.

"Diva, kita sudah lama tidak USG. Besok kita pergi kerumah sakit ya," ajak Nurma.

"Oke, Bu. Tapi pulangnya mampir ke makam ya Bu, aku rindu Ayah Ibu," ucap Diva.

"Iya baiklah, tapi sebentar saja ya,"

"Iya. Kita ajak Mas Dika juga ya Bu? Dia ingin melihat anak kami yang masih didalam perut ini," Diva menyentuh perutnya yang sudah menyembul keluar. Dia mengusap usap lembut dan kemudian mendapat balasan beberapa kali tentangan kecil dari dalam sana.

"Awh..." Diva mengeluh nyeri. Jadi seperti ini rasanya jika bayi sedang meninju dan menendang.

"Ada apa sayang?" Nurma panik.

"Tidak apa apa Bu, hanya saja anak ini sedang menendang ku,"

"Oh... Mungkin dia lelah. Ayo kita istirahat dulu dan makan yang manis manis,"

Diva dan Nurma duduk diatas sebuah kursi kayu, mereka menikmati indahnya langit pagi dari teras rumah. Mereka asyik mengobrol sampai tidak tau kalau Arsen sedang mengawasi.

Arsen melihat ada banyak cctv dirumah Dika, juga seekor anjing penjaga diujung pintu masuk. Dia tidak mungkin melakukan aksinya didalam rumah, dia harus menunggu sampai Diva keluar sarang dan tidak sedang dalam pengawasan.

Arsen pergi meninggalkan komplek perumahan elit itu, dia memacu kendaraannya dengan kecepatan rendah. Diva melihat mobil Van hitam lewat dan entah mengapa dia tertarik untuk memperhatikan wajah pengemudinya. Apa lagi kaca samping mobil itu terbuka lebar.

"Ada apa Diva?" Tanya Nurma yang terlihat melamun.

"Itu, sepertinya aku kenal pengemudi mobil yang lewat tadi. Wajahnya tidak asing, aku pernah melihatnya tapi dimana ya?" Ucap Diva.

"Ah, mungkin hanya perasaanmu saja,"

"Mungkin."

Bersambung...