Dinikahi Rentenir

Ailyn masih menikmati pesta kembang api dan tidak sadar jika sudah ditunggu oleh sang suami.

Sampai gadis itu melihat ada Marco yang datang untuk bicara padanya.

Ailyn terkejut, jangan sampai tangan kanan Derick itu menyadari ada ayahnya di sana.

Jadi, Ailyn berusaha menarik Marco menjauh.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Ailyn.

"Tuan Derick menunggumu jadi kau harus pulang sekarang," balas Marco.

"Suamiku?" Ailyn merasa tidak percaya.

"Cepatlah!" Marco sudah tidak sabar membawa gadis itu pergi.

"Tidak bisa pergi begitu saja, aku harus pamit pada panitia," ucap Ailyn yang tidak mau pergi tanpa berpamitan. Rasanya tidak sopan jika seperti itu.

"Kau kembalilah pada tuan Derick, aku akan segera menyusul kalian," lanjut gadis itu.

Marco melihat jam di pergelangan tangannya. "Aku memberimu waktu setengah jam dari sekarang!"

"Ish..." Ailyh berdesis kesal dengan lelaki itu.

Walaupun begitu, Ailyn tetap kembali ke tempat acara untuk berpamitan pulang.

"Ailyn, kau kemana saja?" tanya Ian yang mencari gadis itu karena tiba-tiba menghilang.

Sepertinya Ailyn harus bicara pada Ian supaya temannya itu membantunya berbicara pada panitia.

"Aku harus pulang, pamanku sudah menjemputku di luar," ungkap Ailyn.

Tentu saja hal itu membuat Ian merasa kecewa, dia sudah membeli tiket kereta bawah tanah untuk kepulangan mereka besok.

"Apa ada sesuatu yang mendesak sampai kau dijemput lebih awal?" tanya Ian.

"Aku tidak tahu tapi yang jelas kau harus membantuku bicara pada panitia," balas Ailyn.

"Apa aku boleh ikut pulang bersamamu?" tanya Ian penuh harap.

"Pamanku sangat galak dan dia tidak suka dengan orang baru jadi lebih baik jangan ikut bersamaku," Ailyn mencoba menolak.

Terpaksa Ian harus merelakan Ailyn dan membiarkan gadis itu pulang duluan.

Sebenarnya Marvin tidak bisa membiarkan Ailyn pergi begitu saja tapi dia menyadari jika melarang putrinya sama saja akan berurusan dengan rentenir.

"Terima kasih dan selamat tinggal semua," pamit Ailyn pada teman-temannya.

Di dalam mobil Derick terus melihat jam di ponsel yang tengah dia mainkan. Lelaki itu jadi gusar karena sudah terlalu lama menunggu.

"Ini sudah lebih dari setengah jam, Marco!" kesalnya.

"Jadi, aku harus menarik paksa Ailyn, Tuan?" tanya Marco. Dia harus memastikan tidak salah langkah.

Belum sempat Derick menjawab, kaca mobil sudah diketuk dari luar. Ailyn mengetuk dengan membawa tas yang sudah dia kemas.

"Buka pintunya!" perintah Derick.

Pintu pun dibuka dan Ailyn langsung masuk ke dalam mobil.

"Sayang..." protes Ailyn. "Kenapa menjemputku mendadak begini?"

"Lalu kenapa tidak membalas pesan dan panggilanku!"

Tanpa diduga, Derick justru mencium istrinya itu supaya diam.

Sontak membuat Ailyn membelalakkan mata.

"Ehem!" Marco berdehem karena harus melihat pemandangan seperti itu. Dia pun menginjak pedal gas dan menutup penghalang supaya tidak bisa melihat kursi belakang.

Merasa Marco sudah melakukan tugasnya, Derick semakin memperdalam ciumannya. Dia rindu bibir manis Ailyn.

Sementara Ailyn sendiri merasa akan kehabisan nafas.

Sedetik kemudian, Derick melepas ciumannya yang membuat Ailyn terengah-engah.

"Kau pergi terlalu lama dan sekarang waktunya melakukan tugas sebagai istri," ucap Derick.

"Setidaknya berikan aba-aba dulu," protes Ailyn.

Derick pikir akan baik-baik saja saat Ailyn pergi bersama Ian, dia berpikir jika Ian tidak sebanding dengannya jadi tidak perlu ada rasa cemburu.

Namun, ternyata dia salah saat melihat potret Ailyn dan Ian yang dikirimkan oleh Liam, Derick tidak bisa menahan diri untuk menemui istrinya.

"Jadi, kenapa menjemputku mendadak begini?" Ailyn mengulang pertanyaannya kembali.

Derick mengusap rambut gadis itu, selama ini dia selalu menahan diri dan sepertinya semakin lelaki itu menahan justru semakin menginginkan Ailyn.

"Ailyn..." panggil Derick.

"Apa kau sudah siap?"

"Siap?" tanya Ailyn bingung.

Pertanyaan itu tidak seketika dijawab oleh Derick tapi Ailyn merasa berdebar ketika mobil yang membawa mereka berhenti di sebuah hotel bintang lima.

Marco menyewa salah satu kamar terbaik untuk tuannya lalu memberikan kuncinya pada Derick.

"Kembalilah besok!" perintah Derick seraya menerima kunci itu.

"Baik, Tuan," balas Marco.

Tentu Marco tidak akan pergi begitu saja, dia harus memastikan bahwa anak buah Liam tidak mengintai kebersamaan Ailyn dan Derick hari ini.

Pada saat itu sudah tengah malam, Ailyn merasa gugup semenjak memasuki kamar.

"Apa kakimu sakit?" tanya Derick yang melihat kaki istrinya diperban.

"Aku terjatuh tapi sekarang sudah baik-baik saja," jawab Ailyn.

Derick meminta Ailyn untuk duduk dan dia mencoba membuka perban di kaki istrinya itu untuk diperiksa.

"Ini akan mendingan jika direndam dengan air hangat, aku akan menyiapkannya," ucap Derick kemudian.

"Sekalian buka bajumu!"