NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:73.2k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Yang Aku Harapkan

🦋🦋🦋

EMPAT TAHUN KEMUDIAN ....

Kakiku berlari kencang di tepi jalan dalam setelan pakaian yang kusut, memakai kemeja kotak-kotak berwarna maroon campur hitam dan mengenakan celana levis, berpakaian seperti seorang wanita tomboy. Rambut yang panjang diikat melipat dalam keadaan kusut dan kulitku dekil, tidak secara empat tahun yang lalu.

Dua pria berpakaian preman mengejarku, menyuruhku berhenti. Sesekali aku menoleh ke belakang, melihat mereka begitu bertekad untuk menangkap ku. Aku memasuki sebuah gang sempit untuk mengecoh mereka, bersembunyi di balik tong sampah yang aku jumpai dengan posisi menjongkok. Bau sekali, tetapi aku terpaksa bersembunyi agar tidak tertangkap.

"Di mana dia? Kalau kita tidak mendapatkannya, kita yang akan dibunuh oleh Bos," kata salah satu dari mereka.

Mulut aku tutup menggunakan telapak tangan, berusaha menahan rasa takut terhadap ulat bulu yang hendak menaiki kakiku yang hanya menggunakan sandal jepit.

"Kita berpencar. Kamu ke kanan, aku ke kiri." Mereka membagi arah untuk mencariku yang jelas-jelas di samping mereka, di belakang tong sampah.

Mereka berpencar, meninggalkankan tempat itu. Bergegas aku menjauh dari tong sampah dan ulat bulu itu. Perasaanku sedikit lega bisa menghindari dari kedua pria itu, termasuk binatang kecil berbulu itu. Ihh ... mengerikan, membuat bulu kudukku berdiri.

Bergegas aku meninggalkan tempat itu dengan melewati jalan yang sebelumnya aku lalui. Ini sembilan puluh sembilan kalinya aku berusaha kabur dari ayah selama empat tahun terakhir. Setelah dibius hari itu, aku dibawa ayah bersamanya ke sebuah kota yang cukup jauh dari kotaku tempat tinggalku sebelumnya, butuh waktu satu hari naik motor ke sana. Semoga usahaku kabur hari ini tidak gagal seperti percobaan-percobaan sebelumnya.

Keluar dari gang sempit itu, aku kembali berlari di tepi jalan menuju terminal untuk meninggalkan kota ini. Tetapi, langkahku terhenti mengingat ada sesuatu yang tidak bisa aku tinggalkan dan harus aku bawa bersamaku. Tidak perlu pikir dua kali untuk menjemputnya, itu berharga dari nyawaku sendiri.

Aku kembali menelusuri jalan menuju rumah, memasuki sebuah kawasan pabrik, di mana ada beberapa rumah di jalan itu dan salah satunya rumah ayah yang dijadikannya sebagai tempat persembunyian selama empat tahun ini. Setelah sampai di rumah, aku melihat dua pria yang tadi mnegejarku sedang dicambuk oleh ayah karena mereka kehilangan diriku. Aku memperhatikan mereka dari jauh dalam persembunyianku.

"Kalian semua cari Galuh dan anak itu!" seru ayah, menyuruh semua anak buahnya, diluar dua pria yang tadi dicambuk olehnya.

"Baik, Bos!" Mereka mulai keluar dari pekarangan rumah yang kecil.

Ketika itu aku bersembunyi di luar pagar seng yang mengelilingi rumah itu, bersembunyi di dalam tong sampah besar yang ada di samping gerbang. Perkataan ayah membuatku sadar kalau bocah itu tidak bersamanya.

Bergegas aku keluar dari tong sampah setelah mereka berhamburan pergi. Tidak sengaja aku menjatuhkan penutup tong sampah yang menarik perhatian ayah yang tinggal bersama dia anak buahnya yang tadi kena hukum.

"Siapa itu?" tanya ayah.

Aku melepaskan sandal dan berlari tanpa suara meninggalkan posisiku. Setelah lolos dari perhatian ayah, aku kembali memakai sandal itu dan menelusuri jalan dengan mata celingukan mencari seorang bocah dan memantau kondisi agar terhindar dari para anak buah ayah.

Mataku mendapati seorang bocah duduk memunggungi diriku di tepi jalan, bocah dekil yang berpenampilan kusut sepertiku itu tengah menangis. Aku menghampiri bocah itu, merendahkan tubuh di sisi kanannya.

"Riza," lirihku dan sambil menggenggam tangan seorang bocah laki-laki yang tengah duduk di tepi jalan sambil menangis.

"Ibu." Bocah itu berdiri dan memelukku.

"Jangan menangis, sekarang kita pergi," ucapku dan menggendong bocah yang sudah berusia tiga tahun itu.

Aku mengajak Riza memasuki angkot, menyuruh sopir angkot mengantar kami ke terminal. Usahaku belum usai di situ, aku harus menghindari anak buah ayah yang juga mencari-cari kami di beberapa angkot, mungkin sudah ada di antara mereka yang mencariku di terminal.

"Kenapa?" tanya seorang wanita paruh baya berhijab yang duduk di sampingku dengan suara kecil, tampaknya ibu itu baru pulang dari pasar.

Aku hanya diam, takut berbicara karena tidak ada satupun orang yang bisa aku percayai lagi. Memberikan kepercayaan kepada ayah menjadi satu-satunya hal yang paling aku sesali dalam hidupku sampai aku hidup menderita di bawah kungkungannya selama empat tahun terakhir. Bahkan, sampai kuliah dan impian lepas dari genggamanku.

"Jangan takut. Mereka mencari kalian?" tanya ibu itu yang terlihat baik tidak seperti orang-orang sebelumnya yang rela membantumu dan mengembalikan diriku kepada ayah demi uang.

"Um," dehemku sambil menganggukkan kepala.

"Kalian mau ke mana?" tanya ibu itu dengan senyuman.

"Terminal," jawabku.

"Bagaimana kalau kalian ke rumahku dulu? Kalian bisa bersih-bersih di rumahku dulu, di sana aman. Jangan takut," ucap ibu itu membuatku sedikit yakin terhadapnya.

Aku menganggukkan kepala dan tersenyum.

Ibu itu mengeluarkan sesuatu dari tas belanjaannya, dari sebuah plastik. Ternyata itu kerudung. Ibu itu memakainya ke kepalaku untuk mengecoh, agar aku bisa menutup sebagian wajahku dari pengenalan anak buah ayah yang sudah berjejer di tepi jalan mencariku. Kemudian, ibu itu mengambil Riza dari pangkuanku dan bergantian memangku anak itu dengan posisi memunggungi pintu angkot.

***

Ibu ini dan suaminya benar baik. Selain memberikanku baju ganti, mereka juga memberi kami makan. Sedih sekali berada di situasi ini, hal ini tidak pernah aku harapkan terjadi, tetapi kenyataannya dan nasib berkata begitu. Putraku juga jadi korbannya.

"Kami bisa mengerti apa yang kamu rasakan," ucap ibu itu yang duduk di sampingku, di meja makan, saat aku menatap Riza dengan lahapnya memakan makanan yang dihidangkan di atas meja.

Semua cerita pilu empat tahun terakhir aku ceritakan kepada mereka sebelumnya, yang bisa aku rasakan membuat mereka merasa iba dan prihatin. Ini bukan yang aku harapkan, malahan aku merasa malu dengan perasaan yang mereka berikan dan tunjukkan.

"Kamu yakin akan aman sampai di sana tanpa tertangkap lagi di terminal?" tanya suami ibu itu.

"Entahlah ... tapi aku tidak bisa kembali, Pak! Di sini aku juga tidak bisa. Keluargaku di sana semua, Om, teman-teman, dan ...." Aku menggantungkan perkataanku sambil mengingat ayah dari anak ini yang mungkin sudah bahagia bersama keluarganya.

"Jangan menangis. Wajah cantik ini tidak bagus menangis." Pandainya ibu ini berbicara sambil menghapus air mataku, seperti ibuku sendiri rasanya.

"Terima kasih karena kalian benar-benar membantuku. Selama ini aku hanya bertemu dengan orang yang serakah. Terima kasih, Pak, Buk," ucapku, merasa terharu bisa menjauh dari ayah selangkah lebih jauh.

"Sama-sama. Nanti malam Bapak bisa antar kalian ke terminal. Bapak pastikan kalian sampai di kota tujuan kalian tanpa tertangkap. Kebetulan, sopir terminal menuju kota kalian Adik Bapak, dia bisa menjaga kalian di sana," kata pria paruh baya yang duduk di samping Riza, di hadapanku.

Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum dengan air mata masih berlinang karena perasaan haru. Semoga saja, kali ini aku dan putra malangku ini bisa meninggalkan kota ini.

1
Tinny
lanjutt truss thor😍
Arya Bima
ya ampun Galuh..... mau smpe kpan km bertahqn dgn Radek yg lagi n lagi sll percaya hasutan org lain dri pda istri sndiri....
jelas² bnyak yg tak mnginginknmu bersanding dgn Radek.... msa iya Radek g paham².... sll mnuduh tanpa mncari tau kebenarannya....
capek sndiri hidupmu Galuh.... klo harus berjuang sndiri...
Arya Bima
jgn smpe tak terungkap dalang yg sesungguhnya...... sangat tak adil untuk Galuh jga ayahnya.... harus mnanggung smua ksalahn dri org lain...
Tinny
sungguh membagongkan
Bertalina Bintang
jangan2 bpknya radek pelakunya
Mulyana
lanjut
Arya Bima
siapa laki² itu ya.... smoga bukan hal yg akn mnambh beban pikiran galuh ...
tidak cukup kah penderitaan yg di alami Galuh slm ini.....??
tak pantaskah Galuh untuk bahagia n mnjadi perempuan yg jauh dri segala fitnahan jga hinaan dri org lain...
Mulyana
lanjut
Tinny
selalu dibuat dag dig dug dorrr
Efelina Pehingirang Lantemona
galuh wanita ngk punya prinsip,lain di mulut lain dihati,miris
Mulyana
lanjut
Tinny
lanjut trus thorr seruuuu
Arya Bima
smua trgantung sikap radek....
Maria Ulfah
knp masih mau dekat dengan kak radek membuat susah move on
Mulyana
lanjut
Arya Bima
untuk melindungi n mmberi nyaman perempuan lain aja km bisa n sll km upqyakn radek....
tpi km seolah sulit mewujudknnya untuk galuh....
smoga kebenaran terungkap.... sblm ayah galuh di eksekusi.... biar melek tuh mata radek.... n sadar.... bahwa yg telihat mata blm lah tentu sebuah kbenaran....
biar makin nyesel seumur hidup si radek.... klo Galuh memilih mnyerah n pergi dri khidupsn suaminya yg menye².... g tegas...
Tinny
kapankah penderitaanmu usai galuh
Kepo Amat
ah radek dia istrimu masa km gk bisa tegas sih? thor jangan ksh masalah berat² dong😭kasian galuh kapan hidup nyaman nya thor😭
Tinny
lanjut trusss thorr
Yan Ika Dewi
kudu ke psikiater kyknya Karina
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!