Dara

"Paman, aku melihatmu sebenarnya bukan orang yang miskin, kenapa kamu bisa tidak memiliki uang?" Tanya Dara.

Laki-laki yang duduk tak jauh dari Dara itu mendongak. Sepertinya hidupnya dalam tekanan.

"Nona, sebelumnya aku mengucapkan terimakasih padamu." Laki-laki itu mulai bicara. "Aku sebenarnya adalah Tuan Muda dari Keluarga Wang. Namaku Wang Shaoyun. Saat berumur dua puluh dua tahun, aku sudah sukses membuat Grup Wang menjadi sebuah perusahaan besar. Lalu aku menikah dengan salah satu putri orang kaya."

"Kedua orang tuaku sangat senang dan dari pernikahanku, aku memiliki seorang putra. Namun, ketika putraku berumur dua belas tahun, istriku meninggal karena kecelakaan. Beruntung anakku selamat. Setahun kemudian, aku menikah diam-diam dengan istriku yang sekarang. Sampai akhirnya aku tidak dapat menyembunyikan istriku lagi. Aku harus mengenalkannya pada keluargaku."

"Saat itulah kelurgaku marah karena istriku bukan berasal dari putri orang kaya. Namun dari keluarga biasa yang miskin. Lalu, dengan persetujuan semua anggota keluarga, adikku Wang Feng menggantikan aku sebagai Presiden Grup Wang. Dan atas kesepakatan keluarga aku diusir karena menolak menceraikan istriku. Aku sudah meminta bantuan semua anggota keluarga, tapi ayahku mengancam mereka dan tidak ada yang berani dengan ayahku."

"Lalu aku pergi begitu saja. Semua kartu bank diblokir dan aku tidak memiliki uang sama sekali. Hari ini, jika tidak bertemu Nona, entah bagaimana nasib kami." Wang Shaoyun menghela nafas panjang.

"Paman, apakah kamu mau membantuku mengurus perusahaan?" Tanya Dara. Dia mulai tertarik untuk mendirikan perusahaan.

Shaoyun memandang Dara. Dia sama sekali tidak yakin dengan ucapan gadis itu. Penampilannya saja sangat tidak meyakinkan. "Nona, aku pasti mau, tapi tentu saja ayahku tidak akan membiarkan perusahaan Nona menjadi maju." Jawab Shaoyun.

"Paman tenang saja. Aku yang akan melindungimu. Jika paman mau, maka perusahaan itu Paman yang akan mengurusnya. Mengenai kepemilikan saham, kita bicarakan nanti. Yang penting sekarang tunggu sampai operasi Bibi selesai. Aku akan membeli rumah untuk Paman. Nanti aku akan meneleponmu. Paman, aku pergi dulu." Dara berpamitan dan memberikan struk pembayaran biaya operasi.

"Nona, aku sangat berterimakasih padamu." Wang Shaoyun membungkuk dalam.

Jika dipikir, Wang Shaoyun tentu saja mau tidak mau sangat mempercayai Dara. Awal mereka bertemu, Dara mengatakan akan mencarikan mobil. Kemudian datang Suganda yang adalah mantan Gubernur Provinsi Selatan. Lalu Dara juga membayar biaya operasi sebesar lima pulu juta termasuk sebagai deposit jika ada tambahan biaya.

Lalu Dara menawarkan untuk mengurus perusahaan, membelikan rumah. Wang Shaoyun mulai berpikir, apakah nasibnya seberuntung ini? Tadi juga sebelum pergi, Dara memberikan uang tunai beberapa juta.

"Benar-benar gadis yang luar biasa." Shaoyun pun tidak dapat menolak hatinya untuk memuji Dara.

Dara kemudian kembali ke asrama. Saat itu sudah jam lima sore. Dara terkejut, karena Firza ternyata masih di sana.

"Firza? Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Dara.

Firza terlihat sangat senang ketika melihat Dara sudah kembali. "Aku? Tentu saja menunggu Nona Dara. Aku takut Nona Dara akan marah jika aku pulang."

"Firza, aku sebenarnya tahu kamu ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan. Berikan saja padaku dan kamu boleh pulang." Ucapan Dara sangat mengejutkan Firza. Tentu saja Firza sangat senang. Namun dia sangat kuatir karena dianggap menyinggung perasaan Dara. Tiba-tiba keringat dingin mengalir ke seluruh tubuh Firza.

Firza kemudian berlutut, "Nona! Aku minta maaf, aku benar-benar ingin menjadi temanmu. tolong jangan usir aku!" Firza mulai menangis.

Dara meraih tangan Firza. "Berikan padaku."

"Iy... I-iya, Nona!" Dengan ketakutan, Firza mengambil kartu yang diberikan ayahnya padanya untuk diberikan pada Dara.

Dara menerima kartu itu. "Berapa isinya?" Tanyanya.

"Aku tidak tahu, Nona. Tapi kakekku mengatakan itu satu miliar." Jawab Firza dengan wajah menunduk.

Dua teman sekamar Dara, Fanny dan Dina sontak langsung bangun. "Apa? Satu miliar?" Seru kedua gadis itu.

"Firza, bilang pada ayahmu, aku mengucapkan terimakasih. Dan kamu tidak perlu membantuku menyapu halaman lagi." Ucapan Dara seperti petir di siang hari bagi Firza. Dia mengira Dara benar-benar tidak ingin dia berteman dengannya. Firza mulai menangis.

Firza sangat dimanjakan oleh ayahnya dan kakeknya. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan sesuatu apapun di kediamannya. Apalagi menyapu. Kini dia merasakan sangat nyaman ketika dekat dengan Dara. Menyapu seperti menjadi kebiasaan baik.

Di rumahnya, semua pekerjaan dikerjakan oleh asisten rumah tangga. Jadi dia sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan apapun di rumah.

"Firza! Kenapa kamu menangis?" Tanya Dara heran.

Firza hanya menunduk saja dan tidak menjawab. Kebiasaan dimanjanya kini mungkin kambuh lagi. Dia akan melaporkan ini pada ayah dan kakeknya. Tanpa bicara apapun, Firza berlari keluar dan pulang. Dara menggeleng-gelengkan kepala. Namun dia tidak ambil pusing. Dia mengambil salah satu buku yang diberikan oleh Firza dan membacanya.

Esok harinya, Firza datang ke kampus lebih pagi dari biasanya. Dara dan Bibi Liani belum datang, namun dia sudah mulai menyapu. Terlihat ada Bing dan Billy yang sedang mengawasinya. Mereka menjadi kebingungan. Firza bahkan tidak bisa lagi dicegah. Mereka berdua dipaksa untuk menemaninya juga sekaligus memohon pada Dara agar Firza tidak dilarang ikut menyapu.

Ada-ada saja!