🌹Sebastian & Nana 🌹
Sebastian, seorang pengusaha kapal pesiar yang mendunia. Seluruh hidupnya dia curahkan untuk gairah dan kesenangan. Dia dikenal sebagai pemain wanita, lady killer dan pria berhati dingin.
Memiliki rahasia menyakitkan di masa lalu, seorang gadis desa yang rencananya akan dia permainkan merubah segalanya.
Apa yang sebernanya terjadi? Mengapa Sebastian tergila gila pada gadis desa yang pernah melemparinya sandal?
P.S : Merupakan Buku Kedua Serries David - Sebastian dan Luke
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percaya Diri
🌹Jangan lupa kasih vote sebelum membaca ya ghaisss.🌹
🌹Terus juga jangan lupa follow igeh emak di : @RedLily123.🌹
🌹Emak sayang kalian, jangan lupa ajak yang lain buat baca novel ini ya. Rekomendasiin buat kalian, oke?🌹
“Malam pertama?” tanya Yumna dengan wajah yang menggoda, dia menatap dengan serius Nana. Yang mana malah membuat Nana berpaling mau.
“Kak, malu lah,” ucap Nana yang berpaling.
Yumna tertawa. “Oke oke, dengarkan sini.”
“Suami sama anak Kakak ikut?”
“Santai, mereka lagi main kok. Banyak makanan sama dekorasi yang bagus, jadi anak Kakak anteng banget. Apalagi ada orchestra, jadi makin adem deh. Beruntung banget kamu, Na.”
“Aku juga gak nyangka, Kak. Aku pikir dia udah tua sakit sakitan, nyatanya dia hanya mau punya anak katanya.”
“Ohh…..” Mata Yumna menatap penuh makna. “Jadi ini nih alasannya?”
“Sakit gak, Kak?” tanya Nana tanpa basa basi lagi.
“Sakit lah. Tau kan bentuk punya cowok?”
“Batang kan? Kayak timun?”
Sontak saja itu membuat Yumna tertawa, Nana memiliki perpaduan antara polos, tidak basa basi dan bar bar di saat bersamaan.
“Kak, sakit gak?”
“Ikutin aja alurnya. Apalagi suami kamu bule, dia pasti punya pengalaman.”
“Gitu ya?”
Raut wajah Nana yang biasa saja membuat Yumna kembali bertanya, “Kamu gak keberatan, Na?”
“Keberatan gimana?”
“Kalau suami kamu sebelumnya pernah tidur sama wanita lain?”
“Kalau waktunya sebelum menikah sih aku gak masalah ya, Kak. Kalau posisinya udah nikah, ya aku bakalan kurung dia di kamar mandi.”
“Senggol bacook?”
“Mana boleh lah main wanita kalau abis nikah, dia kan bilang mau punya anak sama aku,” ucap Nana berapi api, dia selalu sensitive jika membicarakan tentang perselingkuhan dan sebagainya.
Nana menarik napas dalam kemudian kembali bertanya, “Sakit gak?”
“Gimana pelumasnya aja.”
“Pelumas.”
“Ya iya suami kamu. Yaudah sih liat aja nanti, ikiutin permainannya.”
“Bukan permainan, Kak Yumna. Aku mau buat anak.”
Yumna kembali tertawa. “Yak an maksudnya nanti kalian ciuman dulu.”
“Bibir?”
“Iya, terus nanti tinggal merem aja. Ikutin apa instruksi suami.”
“Merem?”
“Iya, jangan merem melek tapi.”
🌹🌹🌹🌹🌹
“Buat mereka tidak mencariku,” ucap Sebastian pada Hans.
“Baik, Tuan.”
“Kau bekerja dengan baik. Pastikan lagi Lucille tidak menggangguku, aku akan membawa Nana ke kamar untuk beristirahat.”
“Baik, Tuan. Tapi bagaimana dengan Tuan Luke dan David? Mereka ingin bertemu.”
“Halau saja, tidak boleh ada yang menggangguku.”
Resepsi pernikahan sudah berakhir. Nana dan Sebastian meninggalkan tempat lebih dulu, bahkan Sebastian sengaja tidak menemui kedua sahabatnya karena tidak ingin diganggu.
Nana mengkhawatirkan ayahnya. Sepanjang tangannya digenggam oleh Sebastian menuju kamar hotel, hanya ayahnya yang dia khawatirkan.
Dan lamunannya membuat Sebastian berfikir kalau istrinya ketakutan dan khawatir tentang malam pertama mereka.
Maka dari itu, ketika mereka memasuki kamar tempat akan melangsungkan malam pertama.
Nana baru sadar kalau dirinya berada di kamar yang pernah dia tempati sebelumnya. “Kenapa kamarku berubah, Mas?”
“Tidak ada yang berubah, Sayang. Hanya didekorasi dengan mawar putih saja.”
“Oh benarkah?”
Sebastian mengangguk, dia mendudukan istrinya di pinggir ranjang sementara dirinya berjongkok di depan sang istri. “Jangan khawatir, aku akan melakukannya dengan pelan pelan, Sayang.”
“Maksudnya?”
“Jangan ketakutan seperti itu.”
“Hah?” tanya Nana yang masih juga belum paham.
Sebastian malah tersenyum dan mengusap rambut istrinya. “Malam pertama, tidak usah mengkhawatirkannya.”
“Aku tidak mengkhawatirkannya, aku mengkhawatirkan ayahku, Mas.”
“What the…..? Sayang......”
🌹🌹🌹🌹
To Be Continue