Meidina ayana putri, gadis kelas 2 SMA yang selalu membuat kedua orang tuanya pusing karena kenakalannya.
Namun sebuah insiden membuat hidup gadis badung itu berubah total
Bagaimana perjuangan gadis badung itu dalam menjalani takdir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon requeen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berlapang dada
Nana yang begitu terpukul dengan kehamilan nya, kini Ia harus menerima kenyataannya pahit lainnya yaitu di keluarkan dari sekolah.
Setiap hari Nana menangis, Ia merasa dunia begitu tidak adil baginya. Nana merasa berada diposisi terbawah dalam hidupnya.
Melihat kondisi putri bungsunya yang mengkhawatirkan, ayah dan bunda tidak berani memaksa agar putrinya itu mengatakan siapa ayah bayi dalam kandungannya. Mereka akan menunggu sampai putrinya mau bercerita.
"Apa Nana mau makan? " tanya ayah ketika bunda keluar dari kamar Nana.
Wajah ayah terlihat sangat khawatir ketika bunda menggeleng. itu artinya sudah dua hari Nana tidak makan.
"Dini coba bujuk lagi ya bun " Andini mencoba menawarkan diri membujuk agar Nana mau makan
"jangan! " ujar ayah dan bunda berbarengan.
Ayah dan bunda saling tatap.Entah mengapa Nana justru akan semakin mengamuk setiap kali melihat Andini.
"Sebaiknya Nana kita bawa ke rumah sakit. bunda khawatir akan kondisinya.Pada masa awal kehamilan seharusnya Ia mendapat asup an gizi yang baik. Kalau tidak mau makan bunda khawatir akan berpengaruh pada kandungannya " usul bunda.
"iya ayah setuju " jawab ayah
Keesokannya ayah dan bunda membawa Nana ke rumah sakit. Disana Nana mendapat perawatan intensif karena kondisi tubuhnya yang menurun.Selain itu, Nana juga ditangani oleh seorang psikolog yang membantu memulihkan Nana dari depresi.
Selama Nana dirawat, ayah dan bunda melarang Andini untuk bertemu dengan Nana guna menjaga kestabilan emosinya.
Setelah sekian lama dirawat dirumah sakit dan ditangani psikolog, akhirnya kondisi Nana mulai membaik dan emosinya mulai stabil.Namun ada yang berubah pada diri Nana. Gadis itu jadi sangat pendiam.
Hari ini Nana sudah diperbolehkan pulang. Dokter mengatakan kondisi kandungannya sudah stabil dan janin dalam kandungan Nana sehat.
Memasuki bukan ketiga kehamilannya, ayah dan bunda dibuat terkejut oleh keputusan Nana yang ingin tinggal bersama abah dan umi di kampung.
"Kamu yakin ingin tinggal disana? " tanya ayah
"iya yah " jawab Nana yakin
Ayah menelan ludah getir. Dulu jika Nana berulah, ayah selalu mengancam Nana untuk tinggal dengan abah dan umi dikampung.
Nana paling takut jika di suruh tinggal dengan kakek neneknya yang terkenal galak itu.Tapi sekarang justru Nana yang meminta ingin tinggal disana.
Ayah dan bunda dapat menangkap alasan dibalik keinginan putri bungsunya itu, tak lain adalah ingin menyembunyikan kehamilannya dari gunjingan orang-orang yang lambat laun pasti akan mengetahui seiring perut Nana yang semakin membesar.
Besoknya ayah dan bunda mengantarkan Nana kerumah orang tua ayah, disebuah desa yang berada di Purwakarta.
Dari Jakarta memakan waktu dua jam untuk sampai ke kota Purwakarta, dari kota Purwakarta masih memerlukan waktu satu jam untuk sampai disebuah desa di Wanayasa tempat abah dan umi tinggal.
Sebuah desa yang berhawa dingin karena berada dibawah kaki gunung Burangrang.
Umi membawa Nana ke sebuah kamar yang khusus disiapkan untuknya. Sebuah kamar yang tidak terlalu luas namun nyaman dengan kasur yang empuk, dilengkapi dengan sebuah lemari dan meja rias.
Ayah membawa semua barang-barang Nana ke kamar. Nana menyusun baju-bajunya kedalam lemari,dan perlengkapan kosmetik nya diatas meja rias.
Bunda menatap Nana dengan mata berkaca-kaca.Setelah Raka, kini giliran Nana yang jauh dari nya.
"besok ayah dan bunda pulang.Kamu jangan lupa minum susu hamilnya dan makan yang benar, jangan menyusahkan abah dan umi disini " nasehat bunda
"iya bun " jawab Nana.
"Kamu jangan khawatir, Nana akan baik-baik saja disini " umi menyentuh tangan menantunya.
"titip Nana ya umi " bunda menggenggam tangan umi.sebagai menantu Ia merasa malu karena telah gagal mendidik kedua putrinya.
"Kamu harus sabar, ini adalah cobaan hidup. Tuhan tidak akan memberi cobaan diluar batas kemampuan umatnya " nasehat umi.
Bunda mengangguk sambil terisak. Ucapan mertuanya membuat beban dihati bunda sedikit lega.
"bunda jangan khawatir, Nana disini akan nurut sama abah dan umi " Nana memeluk bunda.
Dengan berderai air mata diusapnya lembut kepala Nana " bunda percaya, kamu bisa melewati cobaan ini "
"Aamiin " jawab Nana.
Keesokannya ayah dan bunda pulang ke Jakarta. Sepanjang perjalanan pulang, bunda tak berhenti menitikan air mata.
Sambil menyetir beberapa kali ayah memberikan tisu pada istrinya yang tidak berhenti menangis.
"Nana akan baik-baik saja bersama Abah dan umi " ayah mencoba menenangkan istrinya
"bunda heran, kenapa Nana selalu bungkam jika kita bertanya siapa ayah janin dalam kandungannya " ucap bunda
"Ayah tidak mau Nana semakin depresi jika kita selalu menanyakan hal itu. Kita tunggu sampai Nana siap bercerita kepada kita " ucap ayah
"Dan satu lagi yang bunda heran "
"Apa? " tanya Ayah
"Kenapa Nana jadi begitu benci pada Andini, padahal selama ini hubungan mereka sangat dekat "
"mungkin Nana trauma karena melihat sendiri kakaknya selingkuh " tebak ayah
"mungkin juga " ucap bunda.
"yang penting sekarang bunda harus tegar,jangan nangis didepan Nana. Kasian ke Nana nya kalau sering melihat bunda nangis " Ayah mengusap rambut bunda dengan tangan kirinya.
"iya yah bunda janji tidak akan menangis lagi " bunda menyusut matanya yang basah dengan tisu dan berusaha tersenyum.
"Nah gitu.. baru istri ayah " ayah menjawil dagu bunda
"ish.. ayah! " bunda tersenyum tersipu.
"Baik buruknya Andini dan Nana, mereka tetap anak kita. Kita wajib membimbing mereka agar menjadi lebih baik " ucap ayah bijak
"iya..yah " bunda menyandarkan kepalanya dibahu kiri ayah.
Sepanjang perjalanan Purwakarta-Jakarta, hati bunda semakin tenang. Ia bertekad akan tetap mensuport kedua putrinya yang sedang tersesat dan salah langkah agar kembali dijalan yang benar.
Jika suka tolong beri like dan komen ya readers
Happy Reading