NovelToon NovelToon
Biarkan Aku Pergi

Biarkan Aku Pergi

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Cerai
Popularitas:290.9k
Nilai: 4.6
Nama Author: Velza

Menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia adalah idaman semua pasangan suami istri. Hal itu juga yang sangat diimpikan oleh Syarifa Hanna.

Menikah dengan pria yang juga mencintainya, Wildan Gustian. Awalnya, pernikahan keduanya berjalan sangat harmonis.

Namun, suatu hari tiba-tiba saja dia mendapat kabar bahwa sang suami yang telah mendampinginya selama dua tahun, kini menikah dengan wanita lain.

Semua harapan dan mimpi indah yang ingin dia rajut, hancur saat itu juga. Mampukah, Hanna menjalani kehidupan barunya dengan berbagi suami?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. Siapa Ibunya?

Hari ini raut wajah Hanna sangat cerah berseri, bahkan seulas senyuman selalu tergambar jelas menghiasi wajahnya. Kehadiran buah hati Atika dan Andrean seolah mengubah seluruh isi dalam hidupnya, seperti ada semangat baru yang membuatnya harus kuat melalui setiap rintangan yang ada.

"Cie, pagi-pagi udah ceria aja," goda Widya.

"Iya, dong. Tiap hari juga selalu ceria," sahut Hanna.

"Widih, kayaknya semalam udah deal, ya?" Widya menatap Hanna seraya menaik turunkan alisnya.

"Deal apaan? Kamu kira lagi nego barang," ucap Hanna.

"Ish, berlagak nggak paham."

Hanna menatap Widya yang sedikit cemberut. "Maksud kamu apa, sih, Wid? Aku beneran nggak ngerti sama yang kamu bilang."

"Emang semalam Mbak Hanna ke mana aja sama Bang Frans?" tanya Widya penuh selidik.

"Semalam temenin Frans ke acara kolega bisnis, terus pulang."

"Hah? Serius? Nggak diajak ke mana gitu?" cecar Widya.

"Nggak ada, Wid. Semalam habis dari acara, aku minta anter ke rumah sakit soalnya kakakku mau lahiran," terang Hanna.

"Astaga, pantas saja," ucap Widya sambil menepuk pelan dahinya.

"Kenapa, sih? Ada hal penting, ya?"

"Oh, enggak. Nanti biar abang yang jelasin," pungkas Widya.

Hanna mengangguk dan berlalu ke ruangannya karena karyawan sudah banyak yang datang, jadi dia harus segera mulai bekerja.

Hanna segera menyalakan komputer lalu mengambil berkas yang belum selesai dia kerjakan. Di tengah fokusnya bekerja, pandangannya teralihkan karena pintu ruangannya diketuk.

"Masuk," ucap Hanna.

"Pagi, Han," sapa Arga, sekertaris Ardiansyah.

"Pagi juga, Pak. Silakan, duduk!" Hanna mempersilakan Arga duduk seraya menunjuk kursi di hadapannya.

"Ada apa, ya, Pak?" tanya Hanna.

"Begini, Han. Nanti malam 'kan ada acara pernikahan anak dari rekan bisnis Pak Ardiansyah, kebetulan saya nggak bisa mendampingi beliau untuk hadir. Kira-kira, kamu bisa nggak gantiin saya buat dampingi Pak Ardiansyah datang ke acara itu?" jawab Arga dengan gamblang.

"Em, gimana, ya, Pak. Bukannya saya nggak menghargai Bapak, tapi malam ini saya ada keperluan sendiri," jelas Hanna dengan rasa tak enak hati.

"Oh, gitu, ya. Ya sudah kalau begitu, maaf menganggu kamu kerja."

"Iya, Pak. Enggak apa-apa," balas Hanna dengan seulas senyuman.

Arga pun keluar dari ruangan Hanna, sedangkan Hanna mengusap pelan wajahnya untuk mengurangi kepeningan yang dirasakan.

Sebenarnya bukan tanpa alasan dia menolak permintaan Arga, dia teringat perjanjiannya dengan Frans ditambah lagi harus ke rumah sakit menjenguk sang kakak yang baru melahirkan.

"Sabar, Hanna. Jalani dulu yang ada saat ini, suatu saat pasti akan ada hal terindah yang menantimu," ucap Hanna menyemangati diri sendiri. Dia pun kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti karena kedatangan Arga tadi.

......................

Wildan masih senantiasa menjaga Novita yang sedang sakit. Dengan telaten dia merawat sang istri yang hanya terbaring lemah di ranjang.

Wildan mengelus puncak kepala sang istri dengan lembut. "Maafin aku soal semalam, Nov. Aku benar-benar nggak sadar udah nyakitin perasaanmu."

"Nov, kamu mau 'kan maafin aku? Aku janji ini terakhir kalinya aku menyebut nama dia saat denganmu,"

Novita masih diam membisu, seperti enggan untuk membuka mulut. Hatinya masih merasakan sakit yang teramat dalam. Dia seketika teringat dengan apa yang terjadi saat masih satu atap dengan Hanna.

"Ternyata sesakit ini saat suami harus berpaling pada wanita lain. Apa seperti ini yang dirasakan Mbak Hanna dulu? Atau mungkin lebih sakit lagi dibanding yang kurasakan sekarang," batin Novita.

Hatinya ingin menjerit dan berteriak sekeras mungkin, keegoisannya yang telah menghancurkan hidupnya secara membabi buta. Inilah hukuman yang harus dia terima akibat menjadi duri dalam rumah tangga orang.

Sesuatu yang dia dapatkan dari merebut hak orang lain, nyatanya tak seindah yang dia terima. Memang benar adanya, mendapatkan sesuatu dengan cara yang salah akan menyengsarakan diri seumur hidup.

"Kamu nggak salah, Mas. Harusnya aku yang sadar diri karena sampai kapan pun cinta pertama takkan pernah bisa tergantikan," ucap Novita dengan lirih.

"Andai saja dulu kita tak mengikuti hawa nafsu sesaat, mungkin ini semua nggak akan pernah kita alami. Aku dengan hidupku, sedangkan kamu masih hidup bahagia bersama Mbak Hanna," lanjut Novita.

"Enggak, Nov. Semua yang terjadi karena salahku, aku yang terlalu memaksakan kehendak," ujar Wildan.

"Ini hukuman untuk kita, Mas. Karena secara tidak langsung telah menyakiti dan mendzolimi Mbak Hanna. Sebaiknya kita sudahi saja hubungan ini, Mas."

Wildan menatap tak percaya pada Novita. "Kamu ngomong apa? Cukup sekali aku menjadi orang paling bodoh karena menyakiti wanita, kali ini aku nggak akan mengulangi hal yang sama. Apa pun keadaannya, aku akan tetap mempertahankan rumah tangga kita dan aku akan berusaha menjadi suami yang baik untuk kamu."

"Aku nggak mau menambah beban hidupmu yang nantinya bakal membuat kondisi kesehatanmu semakin buruk, Nov. Kamu ingat pesan dokter waktu itu 'kan? Kamu harus berjuang melawan sakitmu dengan tidak memikirkan hal yang bisa memicu kambuhnya penyakit yang kamu derita."

Novita seakan tersadarkan oleh satu hal besar yang kian menggerogoti hatinya. Ya, dia lupa jika Wildan tak mengetahui bahwa penyakit yang dikatakan Bagas hanyalah rekayasa belaka. Dia terpaksa melakukan itu untuk membuat sang suami tak mengingat Hanna lagi, tetapi usahanya hanya sia-sia.

"Mas, ada yang mau aku katakan dan ini sangat penting," ucap Novita.

"Soal apa?"

"Sebenarnya aku ...," Belum sempat Novita melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba saja dia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya.

"Nov, kamu kenapa?" tanya Wildan yang khawatir karena Novita terus memegangi kepalanya.

"S-sakit, Mas," rintih Novita dan tak lama dia pun tak sadarkan diri.

Wildan yang panik langsung saja menggendong sang istri dan membawanya ke rumah sakit.

......................

Sepulang dari kantor, Hanna bergegas membersihkan diri dan segera menuju rumah sakit. Baru beberapa jam tak bertemu sang keponakan, rasa rindu sudah memenuhi dada.

Hanna tak sabar ingin menggendong dan menimang keponakan laki-lakinya itu.

"Tunggu bunda datang, ya, Sean. Bunda nggak sabar pengen gendong kamu," ucap Hanna seraya berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah.

Ya, dia telah menyiapkan nama panggilan sendiri, dia ingin dipanggil bunda oleh sang keponakan. Dia juga ingin merasakan nikmatnya menjadi seorang ibu meski bukan dengan darah dagingnya sendiri. Namun, itu sudah cukup membuat dia senang.

Sesampainya di ruang rawat sang kakak, Hanna langsung membuka pintu dan menghampiri sang kakak yang baru selesai mengasihi bayinya.

"Sore anak bunda yang ganteng," sapa Hanna pada bayi mungil yang ada didekapan Atika.

"Eh? Ini siapa ibunya? Kok, kamu nyebut bunda," protes Atika.

"Sstt, nggak usah protes, Kak. Anakmu, anakku juga, Jadi, aku juga harus punya panggilan sendiri," ucap Hanna seraya mengambil alih Sean dari dekapan ibunya.

"Empuk banget kayak roti, kalo ngomong. Aku yang hamil dan ngelahirin, tapi seenak jidat kamu ngaku jadi ibunya."

"Berbagi itu indah, Kakakku Sayang, kecuali berbagi suami," seloroh Hanna tanpa sadar.

"Han," panggil Atika.

"Iya, ada apa?"

"Mending kamu buruan nikah, deh. Biar aku nggak ada saingan buat mengasuh anak," cetus Atika.

"Nanti aja kalau udah mood," jawab Hanna sekenanya.

"Ish, kamu kira apaan pake mood segala?"

"Iyalah, Kak. Aku bakal nikah kalau udah pengen, kalau belum mending ngerusuh kamu dulu buat momong Sean."

"Enak aja." Atika menepuk lengan Hanna karena gemas, sedangkan Hanna hanya tertawa melihat raut kesal sang kakak.

1
Nur Halima
Luar biasa
YuWie
Happu End..selamat Hanna dan Fran serta si kembar baby
Soraya
keren mksh karyanya thor👍
Soraya
selamat ya Hana akhirnya hamil juga
Endang Supriati
ngapain juga si hanna urusan keluarga wildan.
Endang Supriati
kanker itu seperti rambut menjalar kemana2 kamu mau sembuh nov! ganti otaknya.
Endang Supriati
si adnan hrsnya juga mati ketabrsk truck,kurang ajarrrrr ngapain sih ngabar ngabin ke Hanna.!! pki suruh besuk segala! dasar adik kakak otaknya konslet.
Endang Supriati
ucapan adalqh doa nov. itu adalah bakasan dr Allah krn sdh menghancurkan pernikahan Hanna.
ada hadisnya,pezinah dan penghancur rumah tangga org. tdk diakui sbg umat dan golongan Rasullah.
Endang Supriati
biasanya pezinah perusak rumah tangga org. kena penyakitnya kanker disekitar rahimm.
jd tdk bisa ngesex lagi bau kaya bangke jarak 10 meter aja sdh tercium baunya. krn didlm rshimnya penuh luka darah dan nanah.
Endang Supriati
yg bilang sdh maapin itu mudah! coba klu dia yg mengalami. sakit hati tahu!!
Iges Satria
/Heart//Heart//Heart//Heart//Good/
YuWie
bagus
Anna Wamey
kenapa harus dg perjanjian frans,,,?,,hanna minta tolong pdmu sekali,,,tp kamu meminta lebih,,,??,🤔
Iges Satria
tinggal beli rusaknya dan beli es krim, nanti dituangkan kesatuan wadah.. gampang kan Frans /Heart/
Anna Wamey
Lumayan
Nur Azizah
bagus n menarik
Sobar Ruddin
sangat bagus dan mengispirasihkan kita jgn terlalu terpuruk
Sobar Ruddin
seru lanjut
Endang Supriati
ucapan adalah doa.
Endang Supriati
memang hamil bisa dibuat dan diarur sendiri!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!