"Lepaskan aku , Jika kau tak bahagia bersama ku, maka aku pun sudah siap membebaskan mu dari segala tanggungjawab mu terhadap diriku"
Kalimat terakhir yang Asmara ucap sebelum dia benar-benar berpisah dari suaminya.
Sebongkah hati yang kini berubah menjadi sayatan kecil , menyisakan luka yang teramat mendalam.
Tidak ada alasan untuk dirinya tetap bertahan di tempat itu, karena ternyata tidak hanya dirinya yang tidak di terima oleh suaminya, Bahkan anak yang telah dia lahirkan pun tidak pernah di harapkan oleh Bima yang jelas-jelas merupakan ayah kandungnya.
Akankah Asmara mendapatkan cintanya ??..
Ataukah Asmara akan semakin terluka ??
Yukk Saksikan Terus Kisahnya ....
Selamat Membaca , Semoga Suka dengan Karya Baru saya
SENJA ASMARALOKA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabila.id, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28. Berpamitan
...Coba dilihat lagi hatinya, Mungkin saja sudah lelah, Jangan terlalu memaksa karena Siapa Tahu bukan Keinginan tapi hanya ego semata....
...🤫...
Semua penghuni rumah Asmara tidak terkecuali Bima kini tengah bersama-sama untuk makan siang.
Suasana tampak kembali hening tanpa adanya perbincangan antara mereka. Selain karena kejadian pagi tadi juga tentu mood semua orang sedang tidak baik.
Seperti sebelumnya Senja akan bersama mbok Jum , Senja lebih suka makan dengan di selingi bermain, selain itu juga karena di meja makan hanya akan muat untuk 6 orang saja.
Terlihat beberapa orang di meja makan yang enggan untuk menyantap makanan disana, bukan karena tidak enak, mungkin karena memang suasana hati yang tidak baik.Tampaknya hanya Loka yang begitu fokus pada makan siang nya, bahkan seolah dia tidak ingat jika sebelumnya sempat berdebat dengan Bima.
Hal itu tentu berbeda dengan Bima yang merasakan kekesalan berhadapan dengan Loka yang duduk tepat di hadapannya.
Hening, hanya suara sendok yang bertaut piring saja terdengar mendominasi ruangan.
"Asma"
Asmara mendongakkan wajahnya menyadari mantan mertuanya membuka obrolan.
Dengan senyum tipis di bibirnya, Asmara menjawab "Iya Bu"
"Asma, Terima kasih untuk jamuan selama ibuk dan bapak di sini"
"Maaf nak, kalau selama di sini kami merepotkan mu"
"Ibu senang kalian baik-baik saja, sejujurnya ibuk masih ingin bersama kalian, tapi tidak masalah. Masih ada lain kesempatan"
Mantan ibu mertua Asmara mengatakan isi hatinya, berbicara dengan setulus jiwa, sesungguhnya dia juga masih begitu merasakan kehilangan Asmara.
Meski semuanya telah berbeda, namun dia tetap berharap jika hubungannya dengan Asmara tidak akan pernah berubah.
"Buk, Asma senang sekali ibu datang, tidak hanya Asma, tapi juga senja yang sangat bahagia dengan kedatangan Nenek dan kakek nya"
"InshaAllah jika ada kesempatan Asma juga akan berkunjung ke Jakarta ibu"
Tidak hanya Mantan mertuanya, Asmara pun sejujurnya merasakan hal yang sama, hingga tanpa terasa lelehan bening mengalir begitu saja di sudut mata indah asmara.
Makan siang yang tinggal beberapa suap saja terasa hambar seketika, tatkala perbincangan yang mengisyaratkan perpisahan diantara mereka akhirnya terdengar juga.
Asmara begitu merasakan ketulusan dari mantan mertuanya, namun mau bagaimanpun status keduanya telah berbeda, dan takdir telah menentukan pilihannya.
Tidak sampai di situ, Asmara juga bukanlah wanita yang bisa diam saja ketika ada wanita lainya terluka meski itu Diana, yang tentu telah begitu menyakitinya.
Tidak sampai hati rasanya Asmara melihat Diana kecewa karena mantan mertua selalu membela dirinya.
Makan siang telah usai, satu persatu telah meninggalkan meja makan, menyisakan Asmara dan Loka yang masih setia duduk disana.
Asmara terlihat menundukkan wajahnya, beban pikiran dan hatinya terasa begitu berat hingga untuk mengangkat wajahnya saja Asmara tak kuasa.
"Asmara"
Mendengar suara yang tidak asing baginya, Asmara mendongakkan wajahnya.
"Iya mas ?" Jawaban singkat yang Asmara berikan pada Loka.
"Maafkan aku, aku telah lancang dengan ---"
"Tidak papa mas Loka, Asma paham niat mas Loka, tidak masalah, justru Asma berterima kasih atas bantuan mas Loka"
Terasa datar ucapan yang diutarakan Asmara, masih jelas teringat bagaimana Loka mengakui Asmara sebagai calon istrinya.
Cukup Menggelikan sejujurnya, namun Asmara bersyukur, dengan begitu setidaknya Bima tidak lagi dapat berbuat sesuka hatinya.
Mengingat bagaiman perdebatan pagi tadi membuat Asmara terkekeh sendirinya, begitu juga Loka yang mendadak ikut tertawa. Mungkin terasa lucu bagi keduanya.
Mereka yang sudah sama-sama dewasa harus berdebat hanya karena masalah sepele yang sejujurnya bisa di selesaikan dengan kepala dingin. Namun nyatanya Ego mengalahkan segalanya.
***
Seperti yang sudah di katakan oleh mantan mertuanya, siang ini mereka akan kembali ke ibu kota.
Tidak lupa Asmara sebelumnya menyiapkan oleh oleh , buah tangan untuk di bawa mertuanya ke ibu kota.
Mulai dari Keripik tempe, Serundeng, Dendeng Sapi, Bawang goreng, Lumpia basah, bandeng presto dan masih banyak oleh-oleh lain yang Asmara bawakan untuk mertua dan tidak lupa juga untuk mantan suami dan istri barunya.
Pertengkaran sebelumnya tidak membuat Asmara lantas mengabaikan kewajibannya untuk melayani tamu sebaik mungkin.
Sejak rencana kepulangan Bima , agaknya Senja sedikit merasa sedih terlihat dari raut wajahnya yang mendadak sayu.
Meski tidak sekalipun Bima mengajak Senja bermain selama di sini, namun tetap darah lebih kental daripada Air, dan harapan Senja bisa bersama Bima tetap ada, namun sayang Bima selalu mengabaikannya.
Isak tangis kini mewarnai suasana kepulangan mantan mertua dan mantan suaminya.
Sedih sudah pasti, ketika hanya mantan mertuanya yang memberikan pelukan hangat untuk anaknya.
Wanita mana yang sanggup melihat mantan suaminya abai begitu saja terhadap tanggung jawabnya sebagai ayah.
Sementara disana Loka tetap menjadi pemerhati setia, cukup paham jika kenyataan kehidupan Asmara cukup pelik.
Lambaian tangan mengiringi kepergian Mantan mertua dan juga Bima, hingga Mobil yang di kendarai Bima menghilang dalam kejauhan.
Isak tangis dari senja tak luput membuat Asmara merasa iba.
Kecil harapan Asmara yang hanya ingin Bima menerima Senja sebagai mana seorang ayah menerima putri kandungnya.
"Sayang kita masuk ya"
Senja hanya menganggukkan kepal, gadis kecil yang baru akan beranjak 4 tahun itu hanya tertunduk lesu dengan sesekali menyeka air matanya.
Ya Asmara paham betul bagaimana perasaan putrinya saat ini, tidak banyak yang Senja inginkan hanya kasih sayang dari ayah yang selalu dia nantikan
Sedih sejujurnya, namun Asmara sendiri tidak dapat berbuat banyak, sekedar menghibur dan mengalihkan kesedihan Putrinya dengan kegiatan lain, itulah yang selalu Asmara lakukan.
Setelah kepulangan Bima dan mantan mertuanya, kini l6oka pun juga menyusul untuk pulang.
***
Hari baru.
Kehidupan berlangsung seperti sebelumnya, Hanya ada Asmara, Senja dan juga mbok Jum.
Sudah 2 Minggu sejak kepulangan Mantan mertua dan mantan suaminya, tentu hal itu membuat Asmara sedikit merasa lega.
Pekerjaan di kantor seperti biasa tidak akan pernah ada habisnya, namun itu lah yang sedikit mengalihkan perhatian Asmara dari sedih serta gundah gulana nya.
"Asma !"
"Em"
Asmara tetap sibuk dengan kertas Kohord dan juga bolpoin di tangannya. Pasien tidak terlalu banyak hari ini, sehingga mereka cukup memiliki banyak waktu untuk berbincang.
"Asma !" Panggil Rani dengan nada sedikit meninggi , Agaknya dia mulai kesal dengan Asmara yang cuek-cuek saja.
Bukan tanpa alasan Asmara melakukan hal itu, tentu alasannya karena dia jelas tahu apa yang akan di bicarakan oleh sahabatnya itu.
"Apan sih Ran ?" Asmara mendongakkan wajahnya.
"Kayaknya dari kemarin kamu diem Bae, ada apan sih ??.. Kalau ada masalah tu cerita Asmara!!"
Asmara lantas terkekeh mendengar ucapan perhatian dari sang sahabat, tidak seperti biasanya dia akan selalu melontarkan kata-kata candaan dan kalimat ejekan, namun kali ini agaknya Rani cukup sehat untuk menjadi teman bicara.
"Nggak ada ran, Emang nggak ada yang perlu di bicara in"
Asmara memang selalu seperti itu, tidak banyak berbicara jika itu menyangkut masalah pribadinya.
***