Zahra, gadis biasa yang begitu bahagia dengan kehidupan remaja pada umumnya, tiba-tiba harus meminta seorang ustad yang usianya jauh di atas dirinya untuk menikah.
***
"Ustadz Zaki!" panggilnya dengan sedikit ngos-ngosan, terlihat sekali jika gadis itu baru saja berlari.
Dua pria berbeda generasi yang tengah berbicara itu terpaksa menoleh kepadanya.
"Zahra, bisa sedikit sopan kan, kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!?" pria dengan baju putih dengan rambut yang juga sebagian memutih itu terlihat kesal, tapi si gadis tidak mengindahkannya. Tatapannya hanya tertuju pada sang ustadz.
"Ustad, menikahlah denganku!"
Pernyataan gadis itu tentu membuat sang ustadz tercengang, ia menatap pria di depannya bergantian dengan gadis yang baru datang dan tiba-tiba mengajaknya menikah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara kunci
Zahra mengemasi barang-barang nya sambil terus menggerutu, ia ingin sekali tidak menuruti permintaan ustad Zaki, tapi mau bagaimana lagi menikah dengan pria itu adalah pilihannya.
"Akhirnya!?" gumamnya saat melihat begitu banyak tas yang sudah berjejer di depannya, sudah ada lima tas dari ukuran tas yang paling besar hingga yang paling kecil.
"Ya Allah Zahra, banyak sekali yang kamu bawa!?" ucap Bu Narsih saat melihat putrinya selesai mengemasi barang-barangnya.
"Ini belum semua Bu!?"
"Nggak usah di bawa semua, nanti kalau kamu mau menginap di sini, bawa baju lagi. Biarin aja yang di sini."
"Mending ibuk tadi bilang 'nggak usah pergi Zahra, ibuk bisa kangen sama kamu' itu lebih bagus buk!"
"Ya mana bisa ibu katakan hal itu."
Bu Narsih pun akhirnya memutuskan untuk masuk dan duduk di samping putrinya itu, kalah boleh jujur dalam hatinya yang terdalam ia tidak bisa melepaskan putrinya, tapi demi kebaikan putrinya ia rela.
"Dengarkan ibuk, nduk. Kamu lihat ibuk kan? Ibuk ini bukan wanita asli kampung ini, ibuk dari kampung sebelah. Tapi saat bapak kamu memutuskan untuk melamar dan menikahi itu, bapaknya ibuk yaitu kakek kamu dengan tangan terbuka menyerahkan ibuk pada bapak. Bukan karena kakek nggak sayang sama ibuk, tapi memang sudah seharusnya jika wanita itu mengikuti kemanapun suaminya pergi. Saat ijab Qabul di ikrarkan, itu tandanya ibuk sudah milik bapak sepenuhnya. Begitupun dengan kamu, saat bapak dan ustad Zaki mengucapkan ijab dan Qabul, itu tandanya kamu sudah menjadi hak ustad Zaki sepenuhnya."
"Ibuk!?" Zahra tiba-tiba memeluk ibunya, "Zahra pasti kangen sama ibuk, bagiamana kalau Zahra nggak bisa seperti ibuk?"
"Semua butuh proses, nduk. Nikmati saja prosesnya dan kamu akan banyak belajar nantinya."
Akhirnya tepat pukul lima sore, mobil pick up datang bersama dengan ustad Zaki,
"Katanya mas Amir tadi?" tanya Zahra yang tidak melihat orang lain di pick up itu.
"Kenapa? Nggak suka di jemput suaminya sendiri?"
"Apaan sih, jangan lebay deh!"
Ustad Zaki tersenyum melihat tingkah Zahra yang selalu kekanak-kanakan tapi terlihat menggemas kan itu.
Akhirnya ustad Zaki pun berpamitan pada keluarga Zahra, pak Warsi, Bu Narsih dan juga Imron.
Selain mereka, ternyata Imron juga berpamitan. Karena pak Warsi sudah terlihat membaik dan ia tidak bisa cuti terlalu lama, ia pun juga berpamitan untuk kembali ke kota.
"Jadi nggak tega ninggalin bapak sama ibuk!?" gumam Zahra yang sudah berada di dalam pick up bersama ustad Zaki.
"Dek Zahra bisa jenguk mereka setiap hari kok, kan kontrakan kita tidak jauh dari rumah."
"Hhhh!" Zahra menghela nafas, "Itu bukan solusi."
Padahal tadi Zahra sudah berharap, dengan mengatakan hal itu ustad Zaki akan berubah pikiran dan Meraka tidak jadi pindah.
Hanya butuh waktu sepuluh menit dan akhirnya mereka sampai juga di depan rumah kontrakan itu,
"Di sini?" tanya Zahra sambil mengamati rumah itu.
"Iya!?"
"Kecil banget!?" gumam Zahra, karena rumah kontrakan itu jauh lebih kecil dari rumahnya, walaupun tampak rapi dari luar.
"Maaf ya, mas hanya bisa menyewa ini!?" ucap ustad Zaki dan hal itu membuat Zahra menatap ustad Zaki dengan tatapan yang sulit diartikan,
Ahhh iya, dia kan cuma ustad. Nggak punya gaji, paling punya uang pas kalau ada panggilan ceramah, itupun tidak setiap hari, batin Zahra sambil mengamati suaminya.
"Kenapa dek?"
"Bukan apa-apa, ayo turun!?"
Akhirnya Zahra tidak bisa mengeluh lagi, dalam pikirannya pastilah suaminya tidak bisa memberi apa yang seperti bapaknya berikan padanya karena kerjaan suaminya hanya mengaji dan berceramah.
Ustad Zaki pun menurunkan semua barang-barang Zahra, sedangkan Zahra memilih langsung duduk di teras tanpa berniat membantu suaminya.
"Dek ambil kuncinya!" ucap ustad Zaki dengan kedua tangan dan lehernya yang penuh dengan tas.
"Dimana?"
"Di sini!" ustad Zaki memberi arahan dengan matanya menunjuk ke bawah, "Di saku!?"
"Saku?"
Zahra langsung terfokus pada saku celana ustad Zaki,
"Ahhh enggak deh, ambil sendiri."
"Nggak bisa dek, tangan mas penuh dengan tas kamu!?"
"Di turunin dulu,"
"Nanti ribet ngangkatnya lagi."
"Ihhhhh!" walaupun mendengus akhirnya Zahra pun mendekati suaminya itu.
"Jangan macam-macam ya, pikirannya Jagan ngeres ya!?"
"Hahhhh?" ustad Zaki malah bingung dengan ucapan Zahra.
Belum selesai dengan kebingunannya, Zahra pun perlahan memasukkan tangannya ke saku celana ustad Zaki membuat tubuh ustad Zaki terpaku.
Ya Allah, ini godaan apa lagi ....
Zahra memeriksa saku belakang, tapi tidak ada dan kemudian ia dengan ragu menyusupkan kedua tangannya ke saku depan membuat ustad Zaki memejamkan matanya.
Ya Allah, jangan sampai dia bangun ...
"Nggak ada!?" ucap Zahra kemudian tapi baru akan menarik tangannya, ia merasakan ada yang keras menyentuh tangannya.
Ini apa yang keras-keras?
Karena rasa penasarannya, Zahra pun menundukkan pandangannya dan melihat ke arah celana ustad Zaki dan benar saja ada yang mencuat di sana.
"Astaghfirullah hal azim, mas ustad mesum ya!" dengan cepat Zahra menarik tangannya.
"Kan tadi dek Zahra sendiri yang membuatnya bangun! Mas tidak melakukan apa-apa, itu sudah menjadi naluri laki-laki normal."
"Ihhhh!? Mas ustad yang nyuruh tadi."
"Mas kan nyuruhnya ambil kunci, bukan meraba-raba senjatanya mas!?"
"Kuncinya nggak ada, malah ketemu hidung gajah."
"Kan mas nggak bilang ada di saku celana, kuncinya di saku baju Koko mas, dek!?"
Zahra pun akhirnya melihat baju Koko yang di kenakan ustad Zaki.
Astaghfirullah, kenapa tadi nggak keliatan?
"Mas ustad ngerjain Zahra ya!"
"Enggak, serius!?"
"Ahhh kesal deh!?" ia tidak berniat mengambil kunci tetapi malah melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ayolah dek, keburu gelap. Bentar lagi magrib."
"Isssttt!" walaupun mendengus kesal, akhirnya Zahra pun kembali merogoh saku baju Koko ustad Zaki dan menemukan kuncinya.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
jadi rada kagok😂😂😂😂
jadi rada kagok😂😂😂😂
krn jarang di NT...🤭
mksh kk baik🥰