Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.28
Noran sudah Nazila baringkan di kamarnya walaupun ia harus memapahnya dengan tertatih karena tubuh Noran yang jauh lebih besar dan tinggi dari pada dirinya. Dalam keadaan bingung, Nazila hanya bisa mengompres Noran dengan air hangat berharap suhu tubuhnya yang tinggi mulai turun.
Nazila juga kembali menghangatkan lauk yang sempat ia masak siang tadi dan membawanya ke kamar. Ia harus berusaha membangunkan Noran untuk makan, pikirnya. Setelah itu memintanya meminum obat sama seperti yang ia minum tempo hari.
"Tuan, bangun tuan, makan dulu biar lekas sehat," ucap Nazila seraya menggoyang bahu Noran. Sebenarnya ia tidak berani melakukan itu, tapi Noran saat ini dalam keadaan yang sulit dibangunkan. Tadi saja saat ia memapah hingga membaringkannya, Noran tak membuka mata sedikit pun.
"Tuan, bangun, tuan belum makan sejak siang. Nanti makin sakit, bangun dulu tuan," ucap Nazila dengan menggoyang pundaknya.
Perlahan, Noran mulai mengerjapkan matanya. Tapi tatapan itu begitu sayu dan lemah, membuat Nazila tak tega melihatnya.
"Tapi saya ... "
"Saya mohon, tuan. Biar saya suapin kalau tuan merasa lemas," potong Nazila. Lalu tanpa banyak kata, ia membantu Noran agar dapat duduk bersandar dengan bantal di punggungnya.
Lalu ia pun membantu Noran makan dengan menyuapinya.
"Udah, cukup." Noran menghentikan tangan Nazila yang ingin kembali menyuapinya makan.
"Tapi tuan baru makan sedikit banget lho, gimana mau cepat sembuh kalau begini." Protes Nazila tapi Noran sudah terlalu lemas untuk menanggapinya. Nazila hanya bisa menghela nafas atas penolakan itu. Ia pun mengambil teh hangat yang ia buat dan mendekatkan bibir cangkir ke mulut Noran. Noran pun menurut dan meminumnya dengan perlahan.
"Terima kasih," cicit Noran.
"Minum obatnya dulu, tuan!"
Mengangguk patuh, Noran pun menerima suapan obat dan menenggak air putih yang diangsurkan Nazila. Setelah 15 menit kemudian, Nazila membantu Noran kembali berbaring.
Namun, setelah 4 jam berlalu, suhu tubuh Noran tak kunjung turun membuat Nazila kian panik. Tubuh Noran juga sudah mulai dibasahi peluh membuat Nazila kian bingung harus melakukan apa.
"Duh, gimana ya? Kalau nggak diganti bajunya, entar tambah sakit. Dia juga pasti bakal nggak nyaman," gumam Nazila seraya memijit tengkuknya.
"Ganti, nggak, ganti, nggak, bismillah, ganti aja deh! Semoga dia nggak marah kan ini untuk kebaikannya juga."
Lantas dengan jemari bergetar, Nazila membuka satu persatu kancing baju Noran dan melepaskan kemejanya perlahan. Saat menatap area bawah, Nazila tiba-tiba pening. Ia bingung, apakah ia harus melepaskan celananya juga? Nazila geleng-geleng. Tapi tak mungkin juga Noran tidur memakai celana bahan seperti itu, pikirnya. Lalu dengan ragu-ragu, Nazila melepas sabuk celananya dan menurunkan celana Noran sambil memejamkan matanya hingga hanya menyisakan segitiga pengamannya saja. Nazila tentu tak berani membuka kain penutup **** ***** tersebut. Ia jadi teringat, Noran pun pernah melakukan ini padanya. Wajah Nazila merah padam mengingat hal memalukan tersebut. Bagaimana bisa Noran begitu berani melepas semua kain penutup di tubuhnya? Ia saja tidak memiliki keberanian sebesar itu.
Setelah membuka pakaian Noran, Nazila pun menyeka tubuh Noran dengan air hangat membuat mata Noran yang awalnya terpejam jadi sedikit membuka. Nazila terkejut bukan main dengan wajah memerah hingga nyaris menumpahkan baskom berisi air yang sedang dipangkunya. Ia pun bergegas berlalu sambil membawa lap dan baskom berisi air itu ke kamar mandi sampai lupa kalau ia belum mengeringkan tubuh Noran.
Dengan berat hati, Nazila pun kembali lagi dengan handuk kering di tangannya dan mulai mengelap tubuh Noran agar kering. Nazila gugup bukan main karena apa yang sedang dilakukannya di bawah tatapan Noran.
"Bisa nggak, nggak usah liatin saya kayak gitu!" protes Nazila dengan wajah ditekuk.
"Kenapa?" tanya Noran dengan suara lemahnya.
"Saya nggak nyaman. Risih." ketus Nazila membuat Noran tersenyum tipis.
"Terima kasih, ya!" ucap Noran tiba-tiba.
"Kenapa? Untuk apa?" tanya Nazila bingung.
"Udah mau urus aku padahal aku udah jahat sama kamu."
"Nggak perlu minta maaf, itu juga bukan murni kesalahan kamu. Aku tahu, kamu nggak pernah bermaksud begitu Anggap aja ini sebagai balasan tempo hari juga tuan udah mengurus saya saat sakit," sahut Nazila sambil memakaikan baju kaus ke tubuh Noran, disusul celananya.
"La ... " panggil Noran saat Nazila beranjak kembali ke kamar mandi.
"Aku mau meletakkan handuk ini dulu," sahut Nazila membuat Noran kembali memejamkan matanya. Entah mengapa akhir-akhir ini ia ingin dekat dengan Nazila. Tiba-tiba perasaannya merasa tidak nyaman. Ia khawatir justru jatuh hati dengan Nazila. Itu memang tidaklah salah sebab Nazila istrinya sendiri, tapi bagaimana dengan Sarah? Ia tak mungkin menyakiti Sarah yang telah menjalin hubungan cukup lama dengannya kan! Apa yang harus ia lakukan?
Setelah keluar dari kamar mandi, Nazila kembali menghampiri Noran dan memegang dahinya yang masih panas. Nazila bingung harus melakukan apa, lantas ia pun segera menghubungi Karin. Bukankah ia seorang dokter, pasti ia bisa memberikan saran padanya.
"Halo, La. Kenapa kok tumben telpon malam-malam gini, La? Ada yang terjadi sama kamu?" cecar Karin dengan suara seraknya saat tahu itu merupakan panggilan dari Nazila.
"Nggak, Rin, aku nggak papa, tapi ..."
"Tapi apa?"
"Emmm ... itu, suami aku ... dia ... demam tinggi banget. Udah aku kompres sama kasi obat penurun panas dari beberapa jam yang lalu, tapi nggak ada perubahan. Aku harus gimana ya, La?" tanya Nazila panik.
"Biarin aja, biar dia cepat mampus, gampang kan jadi kamu bisa bebas lagi." cetus Karin sekenanya membuat Nazila melotot tak percaya mendengar penuturan Karin.
"Loe gila ya, Rin! Kamu mau aku tiba-tiba jadi janda gitu?" dengus Nazila tak suka mendengar kata-kata yang diucapkan Karin.
Karin yang awalnya masih mengantuk tiba-tiba membuka matanya lebar lalu tergelak.
"Cie ... marah! Takut jadi janda apa takut ditinggalin nih?" goda Karin.
"Udah deh, Rin. Jangan bercanda mulu! Aku serius." tukas Nazila membuat Karin menghentikan tawanya.
"Udah coba skin to skin?"
"Maksudnya?"
"Ya skin to skin, istilahnya memindahkan panas tubuh gitu, tanpa kain penghalang. Metode skin to skin itu cukup bagus, cepat, dan aman untuk menurunkan panas, La," ujar Karin santai yang justru membuat Nazila bergidik ngeri membayangkan ia harus melakukan kontak fisik tanpa penghalang.
"Nggak ada cara lain kah?" tanya Nazila sambil memegang kepalanya yang mendadak pening.
"Ke rumah sakit. Cuma ini udah larut banget, kalau nggak segera diatasi, bisa berbahaya lho, La. Jadi saran aku, skin to skin aja!"
"Astaga, gila aja, Rin gue ngelakuin itu! Apa yang bakal dia pikirin coba saat tahu entar. Nggak, nggak, aku nggak berani. Cukup tempo hari dia nuduh aku macam-macam, sekarang hubungan kami udah mulai membaik, aku nggak mau kalau dia kembali salah paham," tolak Nazila seraya menggelengkan kepalanya.
"Ya udah kalau nggak mau, saran aku cuma itu! Dah ya, aku mau tidur, ngantuk banget, La. Bye La, selamat berjuang." Goda Karin membuat mata Nazila melotot tak percaya. Bagaimana mungkin Karin justru mendorongnya melakukan itu. Selain malu, ia juga takut Noran kembali salah paham. Tapi ia tidak memiliki cara lain. Apa yang harus ia lakukan? Pekiknya dalam hati.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...