Menceritakan tentang gadis lugu yang kerap kali mendapat perlakuan buruk dari orang sekitarnya terutama keluarganya sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berpulang yang nyaman justru bagaikan jeruji besi penjara bagi sang gadis. Dirinya diperlakukan bak tawanan di rumahnya sendiri.
Tiada baginya tempat bersandar walau hanya sejenak saja. Rasa letih kian menggebu dalam hatinya, rasa ingin membunuh dirinya begitu besar namun semua terhalang oleh impian serta besarnya dosa yang akan ia tanggung.
Hingga menginjak bangku sekolah menengah atas dirinya bertemu dengan lelaki dingin nan ketus yang menggedor pintu hatinya dan menjadikan dirinya seorang istri di usianya yang masih sangat muda.
🥀🥀🥀
Bagaimana kisahnya? Apakah lelaki itu akan membawanya keluar dari lubang penderitaan? Ataukah justru semakin membuatnya terpuruk ke dalam lubang yang sama?
Penasaran? Yuk, langsung baca. Jangan lupa vote dan comment-nya yaw. Happy reading^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhiya Andina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Senyum seorang gadis tampak tersungging manis di wajah cantik yang tersemat di balik kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya, ditambah dengan bibirnya yang pucat membuat kecantikannya memudar.
Sang gadis asik melamun menatap sang rembulan sembari mengemut lolipop yang selalu menyumbat mulutnya setiap hari dan ... mungkin setiap saat?
Kedua bahu sang gadis tampak naik turun diikuti embusan napas panjang darinya. Tangan kanan mungilnya meraih sunduk lolipop, kemudian melempar tepat ke dalam tong sampah kecil di ujung balkon kamar.
Tangannya kembali meraih permen di dalam saku kemudian mengemutnya kembali, sepertinya mulutnya tidak pernah ia biarkan menganggur begitu saja.
Tatapan sang gadis kembali menatap rambulan begitu lama, senyumnya kembali mengembang sebelum akhirnya setetes cairan bening menetes dari pelupuk mata sipitnya. Ia menangis dalam diam, tak bersuara hanya air mata yang terus terjun dari sarangnya.
"Mama ... apa Mama kangen Ratu di sana? Ratu di sini kangen sama kalian! Kapan kita bisa ketemu? Ratu kangen kasih sayang seorang Mama, Ratu pengen kayak anak lainnya, Ma. Apa kesalahan Ratu sampai-sampai kasih sayang Mama untuk Ratu direnggut begitu saja? Ratu capek, Ma. Ratu pengen bahagia sama kalian, Ratu pengen ketemu kalian, dan ... Ratu pengen nyusul kalian, Ma. Tunggu Ratu di sana." Ia menghapus jejak air matanya dan kembali memancarkan wajah ceria walaupun tentu ia paksakan.
"Ratu sayang banget sama kalian, Ma. Huh ... tapi sayangnya, Tuhan lebih sayang sama kalian. Ratu berharap Ratu segera menyusul kalian di sana, kalaupun Ratu masih harus hidup di dunia ini Ratu berharap ada seseorang yang membawa kebahagiaan di kehidupan Ratu dan Ratu berjanji gak akan pernah menyakiti orang itu," harap sang gadis.
"Tapi di sisi lain Ratu gak tega ninggalin Papa. Nanti Papa kesepian kalau gak ada Ratu, Papa cuma punya Ratu, 'kan? Tapi, kenapa Papa sulit banget kasih perhatiannya ke Ratu? Apa Ratu gak berhak dapat kasih sayang, ya? Ratu rindu kehidupan yang dulu," lirih Ratu mengusap lelehan air mata yang kian membasahi pipi.
Angin berembus seolah mendekap Ratu untuk menenangkannya dari rasa letih. Dalam diam Ratu teringat akan hari-hari yang ia jalani selama ini. Ia terus menelisik, mencari letak kesalahannya berada di mana. Jika dipikir-pikir ia bahkan sudah melakukan segalanya demi mendapat perhatian sang ayah, namun tak pula ia dapatkan.
Menjadi anak yang penurut. Ya, selalu ia lakukan. Apa pun yang Papanya katakan maka itu yang ia lakukan. Mendapat nilai memuaskan. Tentu ia dapatkan, bahkan ia selalu berada di peringkat satu ataupun dua. Menjadi anak yang berprestasi? Sudah jelas. Ia bahkan selalu memenangkan lomba Olimpiade di beberapa bidang studi, mengharumkan nama sekolah.
Namun, nyatanya apa? Tak sedikit pun ia mendapat perhatian dari sang ayah. Sekadar pujian pun tidak sama sekali. Jangankan pujian, dilirik saja tidak. Bahkan segala upayanya terasa begitu sia-sia. Parahnya ia sering dimarahi dan dihukum sang ayah hanya karena nilainya turun sedikit dari biasanya. "Pa, di mana letak kesalahanku sebenarnya? Kenapa Papa selalu memarahiku?"
"Selamat malam dunia tipu-tipu. Ratu harap esok hari akan indah seperti di alam mimpi." Kalimat itulah yang selalu ia katakan di setiap malamnya.
Sungguh dunia terasa tidak adil padanya, di umur yang begitu muda dirinya melewati berbagai cobaan seorang diri tanpa adanya sandaran walaupun hanya sementara.
semangat...
ayo mampir juga dikaryaku /Smile/