Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Apa yang kau katakan Mayang?" tanya ibu Aini mulai jengah.
"Aku tidak berbohong bu, aku tidak tahu dimana Aisyah. Kami bermain tidak lama, dia pamit padaku untuk pulang saat aku sedang bertemu teman sekolahku yang kebetulan lewat, kami mengobrol dan aku rasa Aisyah bosan hingga dia meminta pulang sendiri, aku tidak tahu dia belum sampai hingga sekarang."
Jelas Mayang pada ibunya, mereka mencari keberadaan Aisyah. Tuan Imran dan istrinya hanya bisa menangis atas jawaban Mayang, Aisyah tidak pulang-pulang meski hari telah sore.
Ibu Aini terpaksa tetap pamit pulang kampung karena ayahnya sedang sakit keras dan menyuruh mereka pulang dengan segera, karena tuan Imran dan istrinya telah melapor polisi jadi ibu Aini sedikit lega mungkin saja akan mereka akan cepat menemukan Aisyah yang ia pikir hanya tersesat saja.
Namun saat di stasiun, Mayang menghentikan langkahnya membuat ibunya heran.
"Aku tidak mau pulang kampung bu, aku tidak mau!"
"Apa maksudmu Mayang? Ayo sebentar lagi kereta kita akan datang, jangan bercanda kakekmu sedang sakit keras, ibu tidak bisa berlama lagi."
"Aku akan tetap disini, aku tidak akan ikut dengan ibu. Aku tidak mau!" bentak Mayang lagi.
Gadis yang telah menginjak masa menstruasi beberapa bulan lalu itu membalikkan badannya berlari meninggalkan ibunya yang mematung karena terkejut.
Mayang kabur dari ibunya, karena sudah besar ia sudah hafal jalan pulang, ia berlari sekuat tenaga meninggalkan ibunya, melewati jalan pintas menuju pulang, namun di tengah perjalanan ia melihat mobil majikannya tuan Imran yang sedang berada di pinggir sungai.
Terdapat banyak orang di sana, sedang menyusuri sungai untuk pencarian Aisyah, Mayang tersenyum, ia lega karena Aisyah tidak juga mereka temukan padahal hari semakin sore. Polisi pun ikut terlibat dalam hal ini.
Mayang menyelinap ke bagasi mobil tuan Imran saat mendapat kesempatan. Sedang ibu Aini mulai kehilangan langkah, ia tidak bisa pulang tanpa anaknya.
Hari telah senja, ibu Aini memutuskan menunda pulang kampung, dalam perjalanan menuju rumah majikannya kembali, ia melihat Aisyah bersama dua anak remaja lelaki berseragam SMP, ia berhenti dan turun dari angkutan umum.
"Nak Aisyah......!"
Aisyah menoleh, ia berlari memeluk pelayannya itu sambil menangis tersedu.
"Syukurlah nak, kau tidak apa-apa?"
"Aku baik bi, kak Mayang meninggalkan ku di hutan bi aku tersesat, aku tidak tahu jalan pulang, kakak berdua ini membawaku keluar dari sana," jelas Aisyah polos, ia menunjuk dua remaja lelaki tadi, membuat ibu Aini tertegun mendengar kenyataan yang baru saja Aisyah katakan.
Setelah berbasa basi mereka pamit pulang. Ibu Aini tidak menyangka bahwa semua ini ulah anaknya.
"Aku lapar bi," lirih Aisyah yang tampak murung sejak tadi.
"Kita makan dulu sebelum pulang?"
Aisyah mengangguk lesu, entah apa yang ada dipikiran anak itu.
Setelah makan malam di sebuah warung makan sederhana, ibu Aini berniat mengembalikan Aisyah pada orangtuanya, hari pun beranjak malam.
Namun saat hendak mendekati rumah besar milik majikannya, langkahnya terhenti saat mendapati banyak mobil di sana, termasuk mobil polisi.
Ibu Aini membawa Aisyah ke jalan belakang, tepat sekali saat Mayang sedang membuang sampah atas suruhan pelayan lain.
"Mayang!" panggil ibunya.
Mayang menoleh, ia terkejut saat menatap ibunya yang menggandeng Aisyah.
"Ibu menemukannya?" tanya Mayang dengan raut dingin.
"Kak Mayang jahat!" ucap Aisyah pura-pura merajuk saat bertemu Mayang, anak kecil itu menjauh dari ibu dan anak yang terlihat tegang, ia sama sekali tidak mengerti ada apa dengan rumahnya yang ramai, dan Mayang yang tampak dimarahi ibu Aini.
Dan polosnya lagi Aisyah tidak berusaha untuk masuk rumah segera, ia tetap berdiri di antara ibu Aini dan Mayang, sebab Aisyah masih ingin menunjukkan wajah merajuknya di hadapan Mayang.
"Kenapa kau melakukan ini nak?"
"Jangan berbasa basi, segera pergi bawa anak ini jika ibu masih ingin melihat ku hidup, apa ibu ingin tuan dan nyonya mengetahui ini dan marah padaku telah berbohong? Ada polisi bu, apa ibu ingin aku dipenjara?"
Ibu Aini terdiam, "Apa ibu mau aku dihukum? Semua kerabat tuan Imran dan nyonya Rania ada di rumah ini sekarang, mereka tidak akan memaafkan ku begitu saja bukan? Tidak, sebelum itu terjadi jika ibu berani membawa Aisyah masuk maka ibu akan melihatku mati besok, aku akan bunuh diri daripada harus dihukum karena ketahuan."
Sanggah Mayang dengan nada tajam, mereka berdebat cukup pelik. Namun Mayang ada benarnya, tidak mungkin tuan dan nyonya majikannya melepaskan Mayang begitu saja jika mereka tahu semua kekacauan ini adalah ulah anaknya yang tidak berharga.
Lagi-lagi ibu Aini memilih mengalah, ia memutuskan untuk berpikir jernih sebelum memutuskan sesuatu, ia bawa Aisyah pergi dari sana mencari penginapan yang murah.
"Bi? Kita sudah pulang kenapa pergi lagi?" tanya anak itu polos.
Ibu Aini hanya bisa berkilah semampunya untuk menipu Aisyah agar mau diajak pergi dari sana.
Menyewa sebuah kamar kost yang tidak jauh dari sebuah sekolah SMP dan SMA elit para anak orang kaya, ibu Aini berniat tinggal untuk sementara sampai ia dan Mayang bisa mengatasi masalah ini.
Namun yang membuatnya kecewa Mayang tidak merubah keputusan untuk tetap tinggal dan tidak ingin sesekali ikut ibunya pulang kampung, dan terus mengancam bunuh diri jika sampai ia mengembalikan Aisyah pada orangtuanya.
Aisyah sering bertemu dengan dua remaja lelaki yang ternyata adalah murid sekolah SMP yang tidak jauh dari kost mereka, mereka berteman dan sering main bersama jika dua anak lelaki itu pulang sekolah, sesekali mereka ke danau tempat pertama bertemu dengan Aisyah.
Ibu Aini mengawasi mereka dari kejauhan saja, ia masih sedih memikirkan Mayang dan nasib Aisyah bersamanya.
Kembali Mayang menemuinya di kost, mereka sering bertemu untuk membahas nasib Aisyah beberapa hari terakhir.
"Bawa Aisyah pergi dari kota ini, bawa dia sejauh mungkin hingga tidak terlihat lagi. Hanya itu yang bisa ibu lakukan jika memang ibu tidak ingin melihat putrimu ini mati sia-sia, aku tidak mau nyonya dan tuan tahu akulah yang meninggalkan Aisyah di hutan, aku tidak mau bu!"
"Mayang, nak Aisyah sudah berjanji tidak akan mengadu, dia masih anak-anak dia tidak akan mengerti," sanggah ibu Aini.
"Siapa yang bisa menjamin? Aku tidak merubah keputusan, jika ibu berani mengembalikan Aisyah saat itu juga ibu akan kehilanganku selamanya, aku akan mati daripada harus dihukum dan ibupun sama akan dihukum karena menyembunyikan Aisyah dua hari ini, aku rasa kita akan sama-sama berakhir di penjara, apa ibu mau hidup kita hancur?"
"Bawa dia pergi dari kota ini, aku akan sekolah tinggi dan mencapai cita-citaku di sini, itu tidak akan kudapatkan jika hidup bersama ibu di kampung," tukas Mayang lagi.
"Lalu apa kau pikir Aisyah bisa hidup layak bersama ibu di kampung?"
"Aisyah masih kecil, dia tidak akan ingat dan mudah melupakan sesuatu. Kita sudah terlanjur bu, jangan mundur lagi. Aku akan pulang sekarang. Pulanglah bersama Aisyah, bukankah ibu juga menganggapnya anak, akan mudah bukan?"
"Satu hal, jangan kembali lagi ke rumah tuan Imran sampai kapan pun, jika sudah dewasa kelak aku akan menjenguk ibu di kampung, aku sudah menyimpan alamat rumah kakek dengan baik," ucap Mayang sebelum ia meninggalkan ibunya tanpa basa basi, bahkan memeluk pun tidak.
Sejak saat itu, ibu Aini benar-benar kecewa pada putrinya bahkan belum gadis itu dewasa ia sudah pandai bermain licik, tidak ada bedanya dengan mendiang suaminya. Karena tidak ingin kehilangan salah satu dari dua gadis kecil itu, maka ibu Aini mantap untuk membawa Aisyah pulang kampung sebagai pengobat rindunya pada Mayang nanti.
Benar kata Mayang, mereka telah terlanjur tidak bisa mundur lagi. Aisyah sudah seperti anak baginya, ia tidak ingin juga kehilangan dua sekaligus.
Aisyah masih polos, mudah dibohongi. Ia menurut begitu saja tanpa membantah.