Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meragu
Elno menutup resleting koper, lalu menurunkannya dari atas tempat tidur. Ia juga mengambil beberapa dasi serta jas untuk dipindahkan ke kamar Kara.
"Malam ini aku tidur di kamar Kara," ucap Elno.
"Semalam kamu sudah bersamanya. Aku ingin kamu tidur di sini," kata Sari.
"Semalam aku tidur di sofa. Bukannya kamu sudah melihatku. Jangan pura-pura enggak tau," ucap Elno.
Sari mendengkus. Ia memalingkan wajah dengan melipat tangan di perut. Elno mengembuskan napas panjang. Ia duduk di sisi tempat tidur.
Elno mengulurkan tangan mengusap rambut Sari. "Tiga hari ini aku bersama Kara dan tiga hari berikutnya bersamamu. Satu harinya aku akan tidur di sofa. Apa ini adil?"
Sari mengangguk. "Aku setuju. Jangan ingkar."
"Aku akan berusaha," ucap Elno.
Sari tidak lagi berkomentar mengenai keputusan Elno. Baginya saat ini pembagian tidur malam sudah adil. Sari akan bersabar selama tiga hari setelah itu gilirannya yang akan bersama sang suami.
Elno keluar kamar dengan membawa barang miliknya. Ia menaiki anak tangga satu per satu. Kara keluar dengan membawa nampan berisi piring kosong dan heran melihat Elno. Mungkinkah suaminya diusir karena Sari merajuk? Kara tidak yakin jika Elno jadi suami penakut begitu.
"Sudah selesai makannya?" tegur Elno.
Kara mengangguk. "Iya, kamu mau ngapain bawa koper?"
"Kamu taruh dulu nampan itu di dapur. Nanti aku jelaskan," ucap Elno.
Kara manut dengan lekas menuruni anak tangga. Sementara Elno masuk kamar dan membereskan pakaiannya. Kara meletakkan begitu saja piringnya di bak cuci. Ia tidak sempat membersihkannya. Kara lekas berlalu dari sana sebab tingkah Elno membuatnya penasaran.
Ketika Kara sampai di kamar, ia melihat Elno yang menyusun baju-bajunya di sana. Kara berdeham menegur suaminya.
"Kenapa tiba-tiba?" tegur Kara.
"Selama tiga malam aku akan berada di sini. Selanjutnya bersama Sari. Satu malam lagi, aku akan tidur sendiri," ucap Elno.
"Wah! Kamu ingin menjadi suami teladan terhadap istri-istrimu?"
Elno meletakkan koper di celah lemari dekat tas baju milik Kara. Ia berjalan menutup pintu dan menguncinya. Tanpa disangka Elno memegang kedua lengan Kara dan mendudukkannya di tempat tidur.
"Selama di luar negeri apa kata-kata sindiran yang kamu pelajari?" ucap Elno.
"Apa maksudmu?"
"Aku mohon, Kara. Jangan bersikap dingin dan tak acuh begini."
"Aku tidak begitu," bantah Kara.
Beribu-ribu maaf pun percuma saja Elno ucapkan jika Kara masih tidak bersedia menerima pernikahannya bersama Sari. Sebagai seorang pria yang memiliki ikatan antara dua wanita, Elno merasa kesulitan untuk memilih. Jika membuang salah satunya sama saja Elno tidak adil. Mereka berdua sama-sama menempati hati Elno.
"Jadi, kamu sungguh melupakanku?" tanya Kara.
"Mana mungkin. Aku selalu merindukanmu."
Kara mendecakkan lidah. "Alasanmu menjaga jarak dariku karena Sari, kan? Kamu jarang meneleponku. Rupanya kamu bersenang-senang dengannya."
"Karena aku marah. Aku menganggap pernikahanku bersama Sari karena dirimu. Karena terlalu lama aku menunggumu untuk kembali," ungkap Elno. "Aku menganggap musibah itu karena dirimu. Sungguh aku tidak menerima ini, tetapi Finola hadir di antara kami."
"Kamu mencintainya, kan?"
"Seorang suami sudah seharusnya mencintai istrinya," jawab Elno.
"Jangan menjawabku dengan ambigu begitu. Jika cinta bilang saja."
"Aku nyaman bersamanya. Selama ini dia menemaniku," ucap Elno.
Kara tersenyum getir. Ada perasaan tertusuk dalam benaknya. Sakit yang tiba-tiba tanpa ada goresan luka. Ya, sayatan itu melukai hati terdalam yang tidak tampak dari luar. Pantas saja jika Sari tidak bersedia meninggalkan Elno. Mereka berdua saling mencintai.
Kara berdiri, tetapi Elno meraih tangannya. Elno bangun dari duduknya dan memeluk Kara dari belakang. Ia tahu perasaan Kara terluka karena ulahnya. Namun, Elno harus bagaimana lagi jika memang begini kenyataan yang harus Kara terima.
Kara melepas pelukan Elno. Ia lekas mengusap air mata yang jatuh di pipinya. "Seharusnya aku berterima kasih karena Sari telah merawatmu. Dia wanita cantik, baik dan keluargamu sangat menyukainya."
Elno terlupa untuk memberitahu kedua orang tuanya. Sari memang menantu yang disukai karena seorang dokter. Pernikahannya bersama Sari disaksikan oleh masing-masing keluarga.
"Kara, aku lupa memberitahumu. Ibumu sudah tiada," ucap Elno.
Kara terkekeh-kekeh. "Aku sudah tau ibuku tiada. Ayahku juga menikah lagi. Pria rupanya sama saja."
"Kamu tau hubunganku bersama orang tuamu. Ketika aku datang ke pemakaman, aku diusir oleh ayahmu."
"Memang tidak disangka akan seperti ini. Aku kira setelah pulang dari luar negeri selama sepuluh tahun hubungan itu akan membaik. Kedua orang tuamu dan aku akan merestui kita. Setidaknya kita bisa membuktikan kalau kita berdua mampu untuk berdiri di kaki sendiri. Kamu sudah sukses dengan kariermu dan aku menjadi seorang istri yang baik untukmu. Restu keluarga, seorang anak akan aku dapatkan setelahnya. Tapi, aku tidak menyangka mendapat kejutan yang begitu besar," ungkap Kara.
"Mereka akan merestui hubungan kita. Mama selalu menanyakan dirimu. Aku selalu mengatakan jika aku sukses begini karena istriku. Wanita yang berkorban untukku."
"Aku meragukanmu, El. Apa itu cinta atau rasa balas budimu? Masihkah kamu mencintaiku atau kamu hanya tidak nyaman karena aku telah membuatmu sukses?" ucap Kara.
"Aku selalu mencintaimu, Kara."
Kara menggeleng. Lagi-lagi tetesan air mata turun ke pipinya. "Aku tidak merasakannya. Sungguh. Perasaanmu bukan untukku. Aku sudah terganti olehnya."
"Aku mohon jangan berkata begitu. Aku mohon, Kara. Kamu tidak tahu betapa aku tersiksa jauh darimu."
"Kamu bukan lagi milikku, Elno. Bukan lagi. Sudah lama kamu terlepas dari genggamanku. Jangan menyakitiku, El. Jujurlah akan perasaanmu sendiri. Jujurlah sekarang agar rasa sakit hatiku tidak semakin dalam," ucap Kara.
Elno menggeleng. "Berhenti, Kara. Jangan mengucapkan kata-kata itu lagi. Hentikan sekarang juga. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu."
Elno berjalan membuka pintu, lalu keluar. Tidak! Ia tidak sanggup mendengar kelanjutan ucapan yang akan keluar dari bibir Kara. Ia tidak mau satu kata terlarang tercetus dari mulut manis istrinya, yaitu perceraian.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya