Bocil hati² ya🤭 👇
JUAN BARATA (38 TH), Pemilik sebuah Rumah Sakit ternama, seorang duda tampan memiliki 2 anak laki-laki.
FEMA SANDRA (30th), Pemilik sebuah butik yang cukup terkenal, seorang janda yang memiliki 1 anak perempuan.
Pihak keluarga Fema dan Juan tiba-tiba memaksa Juan dan Fema untuk menikah, meskipun mereka keras menolak. Terlebih lagi kedua putra Juan tidak menginginkan kehadiran ibu tiri.
Sedangkan Marsha, putri dari Fema, sangat menginginkan seorang ayah. Marsha bahkan selalu bertingkah manja menggemaskan terhadap ayah dan dua kakak tirinya itu, sedangkan Jerry dan Ferrdo selalu bersikap jutek.
4 bulan adalah waktu yang diberikan. Jika memang tidak ada ketertarikan, maka boleh bercerai.
Akankah tumbuh cinta diantara mereka? Akankah hubungan itu bertahan?
Cerita ini akan diwarnai dengan berbagai rasa. Kalian mau tau? Yuk baca dan jangan lupa dukung author ya jika kalian suka dengan cerita ini.
Ah, Semoga saja kalian menyukainya. hehe.
(Bagi kalian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Lari Kemana?
Maaf telat up gaes😌🙏
Kita lanjut ya
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
"Sha... papa sama kakak kamu cuma berlibur sebentar nak. Tiga hari saja Sha."
"Tapi papa bilang, sepulang liburan akan langsung pindah ke rumah kakek! Ma.. ini belum empat bulan, kenapa kita sudah harus berpisah dengan papa?"
"Sini, mama peluk sayang" Fema menarik tubuh kecil putrinya itu, dan memeluknya.
"Marsha... banyak berdoa ya sayang, supaya papa tidak akan berpisah dari kita."
"Ma... Marsha tidak mau kehilangan papa. Marsha mau jadi anak papa selamanya."
"Ma... Mama sayang Papa Juan?"
Deg.
Pertanyaan Marsha membuat Fema tertegun sejenak.
"Iya.. tentu saja Sha.."
"Kalau kakak bagaimana?"
"Sayang.. kakak-kakak itu kan sudah jadi anak mama. Tentu saja mama juga sayang mereka."
"Ma... apa suatu saat kakak-kakak itu akan menyukai kita?"
"Sha.. semua itu butuh proses. Mungkin, sekarang ini kakak memang belum menyukai kita. Tapi, seiring berjalannya waktu, mereka juga pasti akan menyukai kita sayang. Percaya ya, sama Mama."
Marsha hanya mengangguk di dalam pelukan Mama.
"Sekarang, Marsha tunggu disini ya sayang, Mama mau bikin susu hangat dulu."
"Oke mama," jawab Marsha. Gadis itu kini sudah tidak menangis lagi.
Di dapur.
Seperti yang dikatakannya, Fema benar-benar sedang membuat susu hangat. Seketika pikirannya tertuju pada pria yang adalah suaminya itu.
"Suamiku akan pergi selama tiga hari. Lalu, apa tidak sebaiknya aku menghampirinya malam ini?" gumamnya dalam hati.
"Sepertinya.. aku memang harus membuat dia hanya memikirkan aku. Benar Fema, itu tidak salah. Dia akan berlibur dan bisa saja disana ada banyak wanita cantik berkeliaran. Agar dia tidak terpesona pada wanita lain, maka yang harus dilakukan adalah membuat dia terpesona padamu. Dan hanya menginginknmu yang adalah istrinya." Fema meyakinkah dirinya sendiri.
Tok tok tok.
Pintu kamar Ferdo terbuka.
"Jerr? Kamu disini?" ternyata Jerry yang membuka pintu, dan hanya memunculkan kepalanya saja.
"Hmmm" jawab Jerry membenarkan.
"Ini, susu hangatnya. Emmm boleh mama Fema masuk?"
Bukannya langsung menjawab, bocah itu malah terlihat sedikit berpikir. Ia melirik susu hangat dan juga ibu tirinya itu secara bergantian.
"Silahkan." jawabnya singkat.
"Kak, apa yang kau lakukan? Cepat bantu aku." terlihat Ferdo sedang sibuk menyusun pakaiannya kedalam sebuah koper.
"Wah.. ternyata kalian sibuk berkemas? Kenapa tidak bilang?" Fema meletakkan gelas susu hangat tersebut diatas nakas.
"Hanya mengemasi ini saja, tidak harus merepotkan orang lain tante." Ferdo menanggapi.
"Sini mama ajarin. Yang benar itu begini!" Fema mengambil alih.
Jerry hanya diam memperhatikan dengan seksama. "Kenapa makin kesini, aku merasa istri papa ini terlihat tulus?" batinnya.
"Nah! Sudah kelar...!" Fema tersenyum dengan penuh percaya diri, telah menyelesaikan acara berkemas untuk Ferdo.
"Ehmm.. terima kasih, tante..!" ucap Ferdo, salah tingkah.
"Iya.. sama-sama. Begini, kalau ada sesuatu yang sulit kamu kerjakan sendiri, bilang ke Mama." Fema kembali tersenyum tulus.
"Ehmmm.." tiba-tiba saja, Jerry muncul dengan sebuah koper ditangannya. Entah kapan anak itu pergi ke kamarnya untuk mengambil koper itu.
Fema dan Ferdo menatapnya dengan wajah polos. "Kenapa menatapku? Aku hanya mau memperlihatkan apakah barang bawaanku sudah tersusun dengan benar!" Jerry membuka koper tersebut di hadapan Fema.
Ferdo hampir saja mengakak kuat saat melihat isi koper kakaknya. "Susunan apa maksud kakak? Itu bahkan tidak bisa disebut dengan susunan." batinnya.
"Ow... ini luar biasa Jerr.. keluarkan semuanya, kita susun ulang." pinta Fema.
"Ini memang belum ku susun. Aku hanya meletakkannya sembarangan dan membawanya kesini." batin Jerry.
"Ini adalah liburan pertama kami bersama papa. Jadi aku tidak pernah belajar berkemas." ujar Jerry, bermaksud membuat pembelaan, padahal tidak ada yang menyalahkannya.
"Oh, jadi papa kalian tidak pernah mengajak kalian untuk berlibur? Dia benar-benar payah. Mama pastikan, setelah ini papa akan mengajak kalian berlibur setiap tahun." ucap Fema setelah membereskan isi koper Jerry.
Ferdo dan Jerry terdiam. Entah apa yang ada di pikiran dua bocah itu. Fema hanya menebak saja.
"Kenapa? Kalian merasa tidak nyaman mendengarnya? Kalian berdua,, berpikir bahwa mama Fema ini terdengar berlebihan??" Tidak ada tanggapan dari keduanya.
"Mungkin... kalian berdua berpikir, mama akan menjadi ibu kalian dalam waktu yang lama. Kalian benar. Kita akan seperti ini dalam waktu yang lama. Tidak akan ada yang namanya perpisahan. Mama akan tetap jadi istri papa dan menjadi mama untuk kalian selama hidup mama."
Fema meraih tangan kedua anak itu. Membuat keduanya duduk bersamanya di sisi ranjang milik Ferdo. "Kalian tenang saja. Meskipun jadi ibu sambung, mama tidak akan merebut kebahagiaan kalian. Kasih sayang papa Juan tidak akan berkurang sedikitpun kepada kalian, meskipun sekarang ada mama dengan Marsha. Tidak akan ada yang berubah. Papa akan selalu ada untuk kalian." Fema mengatakan isi hatinya.
Tidak ada tanggapan dari kedua remaja itu. "Ya sudah, beristirahatlah biar besok tidak kesiangan. Apa kalian ingin sarapan sesuatu besok pagi?"
"Ehmm.. aku mau nasi goreng" ucap Jerry dengan wajah datarnya.
"Aku juga ingin sarapan nasi goreng" sahut Ferdo.
Fema tersenyum senang dalam hati. Sepertinya dua remaja tampan ini akan segera menerimanya sebagai ibu mereka. Begitulah yang Fema pikirkan.
Fema kembali ke kamar Maraha dengan langkah tergesa. Ia hampir lupa menjalankan rencananya. Buru-buru ia mandi yang bersih, keramas, lalu ia memakai lotion, skin care dan make-up tipis. Sengaja dia mewarnai bibirnya dengan warna yang lebih tajam untuk menonjolkan pesonanya. Ah.. tidak lupa, sesuatu yang paling inti yaitu mengenakan lingerie berwarna hitam yang tentu saja sangat sexy.
Untung saja si Marsha sudah tidur. jika tidak, maka gadis itu akan bingung melihat kegilaan mama nya ini.
"Wah.. aku sudah terlihat persis seperti wanita penggoda. Ah, tapi tak apa karena yang akan tergoda adalah suamiku sendiri." Fema memperhatikan pantulan dirinya di dalam cermin.
"Baiklah Fema, ayo semangat, lancarkan aksimu!" gumamnya lagi.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Fema sudah memastikan ketiga anak itu sudah berada di alam mimpinya masing-masing. Kini, ia sudah berada di depan pintu kamar suaminya dengan penampilan gilanya itu.
Tok tok tok.
Tidak ada respon.
Tok tok tok.
Tetap tak ada respon.
"Hufff! Aku kecewa." gumamnya, lalu menundukkan kepalanya memandangi tubuh cantiknya yang sudah sia-sia ia persiapkan.
Ceklek. Pintu terbuka, saat Fema sudah membalikkan badan hendak pergi.
Juan yang memang baru saja terbangun karena mendengar suara ketukan, ia membuka pintu dengan wajah ngantuknya yang auto menghilang seketika😳.
"Mendengar pintu terbuka, Fema reflek berbalik lagi dan kini wajah suaminya itu telah tersuguhkan didepannya.
Juan memperhatikan istrinya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki telanjangnya. Fema dapat melihat dengan jelas, suaminya kini menelan kasar saat menatapnya.
"Emmm.. Papa sayang!" sapanya ragu-ragu.
Tersadar oleh panggilan Fema, Juan menolehkan kepalanya ke segala arah, takut kalau dua anaknya itu melihat kegilaan ibu tirinya ini. Dengan cepat Juan menarik istrinya masuk ke dalam kamar.
"Ada apa denganmu?" Juan lagi-lagi menatap intens istrinya.
"Eh,,? E.... Maaf! Itu.. aku.. mau bilang itu"
"Apa? Ayo bilang saja!" Juan mulai mengerti maksud istrinya ini, namun sengaja membuatnya salah tingkah.
"Em... itu... aku... PMSnya sudah kelar!"
Jleb. "Perkataan bodoh" btin Fema. Ia lalu menundukkan kepalanya, malu dengan perkatannya sendiri.
Juan terkikik geli atas kelucuan istrinya.
"Hei.. kenapa kamu tertawa? Memangnya aku sedang melucu?" Fema terlihat kecewa atas ketidakpekaan suaminya ini.
Juan tetap saja terkekeh.
"Ya sudah, aku tadi aku cuma mau bilang itu. Aku pergi dulu, permisi." Fema berbalik hendak kembali ke kamar Marsha. Selain itu, dia juga merasa malu. Ternyata rencananya tidak berjalan dengan lancar.
"Mau lari kemana sayang," Juan mendekap tubuh sexy itu dari belakang. "Aku tidak bisa meloloskanmu kali ini!" bisiknya ditelinga Fema.
.
.
Bersambung......