Mariza dan Derriz menikah karena perjodohan. Selama satu tahun pernikahannya, Derriz tak pernah menganggap Mariza.
Mereka tinggal satu rumah tapi seperti orang asing. Derriz sendiri yang membuat jarak diantara mereka. Karena Derriz mencintai dan masih menunggu mantan kekasihnya kembali, Luna.
Seperti yang di katakan Derriz di awal pernikahannya. Mereka akan berpisah ketika Luna kembali. Apalagi Mariza tak bisa membuatnya jatuh cinta. Bagaimana bisa jatuh cinta jika selama ini saja Derriz selalu menjaga jarak darinya. Bukan hanya di rumah, tapi di kantor juga mereka seperti orang asing.
"Apa alasanmu ingin bercerita dariku?" tanya Derriz saat Mariza memberikan surat cerai yang sudah dia tandatangani.
"Apa aku kurang memberikan uang bulan padamu? Apa masih kurang?" Derriz tak terima Mariza ingin bercerai darinya.
"Karena masa lalumu sudah kembali, Mas! Aku pergi karena aku sudah tak ada gunanya lagi di sini!" jawab Mariza.
"TIDAK!" jawab Derriz membuat Mariza bingung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yam_zhie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Pamit, Mas! 27
Izha masuk ke dalam taksi online yang sudah dia pesan. Izha belum mendapatkan tempat tinggal baru. Karena dia memang belum sempat mencari kos-kosan untuknya. Sehingga dia lebih memilih menginap di sebuah penginapan yang tak jauh dari kantornya. Diia masih harus bekerja karena belum mengajukan pengunduran diri. Dia juga harus bersikap profesional dalam pekerjaan. Besok setelah surat sidang pertama diterima, dia akan mengajukan pengunduran diri. Walau mungkin harus bertemu bersama dengan suaminya di kantor.
Izha mendongakkan wajahnya menahan air mata yang ingin terjatuh. Walau bagaimanapun Dia adalah seorang wanita yang memiliki perasaan. Perasaan sensitif dan juga ada sisi lemah yang muncul saat ini. Kalau saja bisa dia ingin bertemu dengan ibunya untuk mendapatkan support. Pelukan hangat dari orang tercinta bisa membuat dia lebih tenang dan mendapatkan energi baru untuk menghadapi semuanya. Tapi nyatanya dia tak bisa mendapatkan itu. Hanya bisa memeluk dirinya sendiri, menguatkan diri dalam kesendirian.
"Ini adalah keputusan yang tepat, pergi dan menjauh adalah pilihan yang benar untuk kewarasanku. Cukup ayah yang membuat jiwaku terguncang, janganlah ditambah dengan bersikap bo-doh bertahan bersama suami yang tidak pernah menginginkanku. Koni tinggal mana memikirkan cara untuk menolong ibu," batin Izha menatap ke jendela.
Pandangannya tertuju dengan lalu lalang kendaraan yang mulai padat. Apalagi ini adalah hari Minggu. Jika saja dia egois dan tak memikirkan akhir dari perbuatannya. Dia bisa saja mengambil semua uang yang ada dalam ATM yang diberikan oleh Derriz. Uang dengan nominal yang cukup banyak, ada lebih dari tiga ratus juta, belum lagi cincin pernikahannya ada sekitar seratus lima puluh juta.
Akan tetapi dia tak mengambilnya sepeserpun. Izha tak ingin walau mengambil lima puluh juta, nominal yang di butuhkan saat ini. Karena pada akhirnya Derriz akan terus mengungkitnya. Terlalu sakit mengingat tuduhan suaminya selama satu tahun belakangan. Izha berfikir dia tak memiliki hak mengambil lebih dari nafkah kebutuhan rumah. Karena dia juga tak melaksakan semua kewajibannya kepada sang suami.
"Iya Ayah?" Izha menerima panggilan dari Ayahnya sambil mengusap air mata yang nyatanya tak mampu dia bendung lagi.
[ Kirimkan uangnya segera! Atau ibumu ...] terdengar suara teriakan ibunya uang meminta Izha jangan mengirimkan uang itu kepada Ayahnya.
Izha memejamkan mata, rasa perih di hatinya semakin dalam dan besar. Apalagi mendengar suara lirih ibunya menahan rasa sakit sik-saan dari Sherly.
"Ayah, aku hanya baru dapat uang lima puluh juta. Jika ayah mau aku kirimkan sekarang, setidaknya uang itu bisa ayah gunakan lebih dahulu untuk persiapan pernikahan Andita," jawab Izha kembali menahan Isak dan mengusap air matanya.
[Baiklah! Cepat kirimkan sekarang juga! Aku tak mau tahu! Dalam dua atau tiga hari kamu sudah harus mendapatkan sisanya!] panggilan terputus seprti biasanya setelah pria bergelar ayah itu mengatakan keinginannya.
"Astaghfirullah, ya Allah kuatkanlah hambamu ini dalam menghadapi setiap cobaan yang engkau berikan. Hamba pasrahkan semuanya kepada Engkau ya Rabb," ucap Izha lirih sambil menangis dan mengirimkan uang kepada sang ayah.
Setelahnya dia kembali memalingkan wajah ke arah jendela, karena merasa malu kepada supir taxi yang sedari tadi melirik ke arahnya. Izha mengusap air mata dan tak ingin di kasihani apalagi membuat orang lain iba dengan nasibnya.
"Pak, maaf apa anda tidak salah jalan? Sepertinya ini bukanlah jalan menuju ke arah area perkantoran," tanya Izha saat menyadari jalan yang dia lalui tampak agak asing baginya.
"Iya Bu, karena jalan menuju area sana sangat macet sehingga saya memilih jalan tikus untuk menuju ke sana," jawab sopir sopan.
"Oh begitu ya, saya tidak tahu jika hari Minggu sangat macet arah ke perkantoran sana," jawab Izha yang memang tak pernah pergi ke mana-mana selam libur bekerja. Jika bukan hanya pergi ke supermarket atau mini market yang tak jauh dari perumahan tempat tinggalnya.
Drrrtttt
Drrrtttt
Kali ini Derriz yang menghubunginya. Dia biarkan sampai layarnya kembali menghitam. Lagi, lagi, dan lagi. Belasan kali Derriz menghubunginya tapi di abaikan oleh Izha. Tak cukup sampai di situ, Derriz juga mengirim deretan pesan padanya. Hal yang sama, Izha hanya membaca dari notip yang muncul pesan dari suaminya. Tak berniat membalasnya sama sekali. Paling dia hanya ingin mengajak ribut lagi, atau mungkin dia akan marah karena sudah di marahi oleh Kakek Bima.
Sebelumnya pagi hari setelah sholat subuh, Izha keluar kamar dan kebetulan kakek juga keluar dari dalam kamarnya. Pria tua itu mengajak Izha jalan-jalan di taman belakang sambil menghirup udara pagi yang masih sangat bersih. Dan memang bagus untuk kesehatan paru-paru pria tua itu.
Di sanalah Izha memberanikan diri untuk mengatakan keputusannya pergi dari Derriz. Tak ada perkataannya yang menjelekkan sang suami. Dia masih menjaga harga diri dan Marwah suaminya di depan Kakek Bima, padahal tanpa Izha ketahui, jika Kakek Bima sudah tahu lebih dulu alasan Izha pergi tak lain karena Luna.
Izha menundukkan kepalanya di depan Kakek Bima. Menunggu jawaban dan reaksi darinya. Dia juga tak tega mengatakannya, apalagi Kakek Bima sudah sangat baik bahkan memperlakukan dia seperti cucunya sendiri. Tapi Izha ingin menjaga kewarasannya saat ini dengan menepi dan pergi. Bohong jika dia tak cemburu melihat kemesraan suaminya dengan Kekasihnya. Walau bagaimanapun dia adalah wanita biasa yang memiliki rasa sakit dan cemburu.
Jika suaminya lebih memilih wanita lain, untuk apa dia bertahan lebih lama jika bukan untuk menghancurkan dirinya sendiri.
"Lakukan apapun yang kamu inginkan, Nak. Kakek mendukung apapun keputusanmu kali ini. Walau sebenarnya dalam hati, kakek masih menginginkan kamu tetap menjadi cucu menantuku. Tapi jika kamu tak bahagia dan Derriz tak bisa membuka hati untukmu. Kakek bisa apa? Kakek juga tak ingin melihat kamu tersiksa, kakek menikahkan kalian dengan tujuan agar bisa saling membuka, menerima satu sama lain dan hidup bahagia," jawab Kakek Bima.
Raut kecewa dan sedih terlihat dengan jelas di kakek Bima. Tapi dia juga tak bisa terus menahan Izha terus bertahan dengan suaminya. Dia juga tahu jika Derriz sudah sangat keterlaluan setelah Luna kembali. Bahkan dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan wanita itu di banding Izha.
"Maaf jika Izha tak bisa memenuhi keinginan Kakek dan pada akhirnya malah mengecewakan kakek," kembali Izha berkata sambil menunduk menahan air matanya.
"Jangan minta maaf kepada kakek, sini nak! Kamu tak salah apapun disini!" kakek Bima memeluk Izha, cucu menantunya. Dia juga ikut menangis sebelum melepaskan Izha pergi.
"Jangan pernah lupakan kakek dan tetap kabari kakek. Kalau butuh bantuan kabari kakek ya, Nak!" ujar Kakek Bima sebelum Izha pergi.
"Insyaallah Kek, kakek jaga kesehatan," Izha mencium takjim tangan kakek Bima sebelum pulang ke rumahnya bersama dengan Derriz untuk berkemas.
Kebaikan Kakek Bima tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Izha kembali tersadar dari lamunannya saat mobil melewati polisi tidur. Izha menatap ke sekeliling, mobil taxi malah masuk ke sebuah perumahan sangat elit. Bahkan lebih elit dari milik suaminya.
"Pak, anda Sepertinya benar-benar salah jalan. tolong hentikan mobilnya, Pak!" wajah Izha sudah terlihat panik.
Dia benar-benar tak menyadari jika sopir membawa ke jalan yang salah. Karena dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Kini dia di landa ketakutan. Takut jika pria yang menjadi sopir taxi adalah orang jahat. Apalagi perumahan di kawasan elit seperti ini sangat sepi. Jangan sampai pria itu melakukan hal yang tidak-tidak padanya.
"Pak! Apa anda mendengar ucapan saya?" kembali Izha bertanya saat tak kunjung mendapatkan jawaban dari pria itu.
"Astaghfirullah, ya Allah ada apa ini? Tolonglah hambamu ini," batin Izha.
akhir nya babang axcel turun tangan jg menyelamatkan izha
skrg otw menjemput calon ibu mertua mu ya babang axcel👍👍
muak sangat sm s derris
buat izha cepet bebas dr derris n axcel membantu smua nya biar lancar
klau udh beres dgn derris br izha d bantu axcel untuk menyelamatkan ibu nya
babang axcel gercep dong tolongin izha ya, kasian izha sendirian