Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Pemulihan
Di dalam ruangan khusus yang berada di balik arena, para tetua panitia turnamen segera berkumpul. Suasana rapat penuh ketegangan, sama panasnya dengan ledakan yang tadi meluluhlantakkan arena.
Wajah para tetua itu serius, sebagian berdebat, sebagian lainnya terdiam sambil menimbang berat permasalahan yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah turnamen ini.
Di atas meja batu besar, diletakkan dua hadiah utama: sepeti kecil berisi seratus koin emas yang berkilau, dan sebuah kotak kayu hitam yang tertutup rapat dengan segel spiritual, berisi Pil Penempa Jiwa tingkat 4. Kedua benda itu memancarkan aura yang kontras—emas yang melambangkan kemewahan fana, dan pil kuno yang auranya mampu mengguncang hati para kultivator berpengalaman.
Seorang tetua berjanggut panjang menghela napas panjang.
“Ini masalah besar. Hadiah selalu untuk satu pemenang. Tapi kali ini? Tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah. Bagaimana kita membaginya?”
Tetua lain dengan wajah keriput mengangguk sambil mengetuk meja. “Kalau begitu, aku usulkan begini saja. Berikan 100 koin emas pada Jiang Shen. Dia hanya pemuda desa, tidak punya latar belakang, dan jelas dia membutuhkan itu untuk bertahan hidup. Sedangkan Lin Xueyin berasal dari Klan Lin yang kaya raya, dia tidak akan peduli dengan emas.”
Beberapa orang mengangguk setuju, terdengar logis. Namun tak lama kemudian, suara protes langsung muncul.
“Tunggu dulu,” sela seorang tetua gemuk dengan mata sipit yang berkilat. “Kalian semua tahu betul nilai Pil Penempa Jiwa tingkat 4 itu! Bukan hanya soal harga. Bahkan kalau kau punya 400 koin emas, belum tentu kau bisa mendapatkannya. Ini barang yang langka dan bisa menjadi penentu apakah seorang kultivator bisa menembus ranah Jiwa Emas atau tidak!”
Seketika ruangan kembali riuh. Beberapa tetua mengangguk-angguk dengan wajah serius.
“Benar, tidak adil! Memberikan emas kepada Jiang Shen sementara pil kepada Lin Xueyin jelas bukan pembagian yang setara.”
“Jangan meremehkan bocah itu. Kau lihat sendiri bagaimana dia melawan tadi. Dia memiliki bakat yang bahkan bisa menyaingi seorang genius besar. Dengan Pil Penempa Jiwa, jalan kultivasinya bisa terbuka lebih lebar lagi.”
“Tapi ingat, Pil Penempa Jiwa hanya ada satu butir. Jika diberikan kepada keduanya, hanya salah satu yang akan diuntungkan. Itu akan menimbulkan perpecahan!”
Suasana semakin panas. Suara perdebatan bercampur, sampai salah satu tetua paling tua yang duduk di kursi utama akhirnya mengetuk tongkat kayunya ke lantai.
DUK!
Semua langsung terdiam.
Tetua itu, yang dikenal sebagai salah satu pendiri turnamen, berbicara dengan suara berat, penuh wibawa.
“Kalian semua benar, tapi jangan lupa satu hal. Turnamen ini ada untuk mencari pemenang sejati. Sekarang, kita tidak bisa menentukannya hanya dengan logika kita. Mereka berdua sama-sama memperlihatkan kekuatan luar biasa, sama-sama jatuh tanpa ada yang mengungguli. Jadi … biarlah keputusan ini ditentukan oleh mereka sendiri.”
Beberapa tetua saling pandang, lalu mengangguk perlahan.
“Maksudmu … kita menunggu sampai mereka pulih, lalu menanyakan langsung?”
“Benar.” Tetua itu mengangguk mantap. “Hanya dengan begitu kita bisa memastikan keadilan. Biarkan mereka sendiri yang memutuskan bagaimana hadiah ini dibagi, atau jika perlu, biarkan mereka bertarung lagi.”
Kalimat terakhir itu membuat beberapa tetua mengerutkan kening, namun tidak ada yang berani membantah.
Akhirnya keputusan diambil. Untuk pertama kalinya dalam sejarah turnamen, pembagian hadiah ditangguhkan. Semua akan diputuskan setelah Jiang Shen dan Lin Xueyin pulih dari luka mereka.
Di luar, kabar itu menyebar dengan cepat. Para penonton, keluarga klan, dan murid-murid sekte tak henti-hentinya membicarakannya.
“Gila, bahkan hadiah pun tidak bisa mereka putuskan sekarang?”
“Itu wajar! Pil Penempa Jiwa tingkat 4 bukan barang sepele. Bahkan para tetua sekte pun akan saling bunuh demi memilikinya.”
“Kalau aku jadi Jiang Shen, aku pasti mati-matian menuntut pil itu! Dengan pil itu, dia bisa menyalip siapapun dalam generasi ini.”
Sementara seluruh kota masih heboh membicarakan hasil imbang bersejarah itu, di ruang pemulihan, Jiang Shen dan Lin Xueyin masih terbaring tak sadarkan diri. Dua muda-mudi yang baru saja mencetak sejarah, kini tidak tahu bahwa keputusan besar tentang masa depan mereka sedang digantung di atas kepala mereka.
...
Di ruang pengobatan utama, suasana terasa hening namun tegang. Cahaya dari lentera giok berwarna hijau lembut menyoroti dua ranjang kayu berukir yang diletakkan bersebelahan.
Di satu sisi, Lin Xueyin ditemani oleh beberapa tetua klan Lin yang penuh wibawa. Mereka duduk dengan sikap tenang, tetapi sorot mata mereka tajam, menilai setiap gerakan putri jenius itu. Di sisi lain, Jiang Shen terbaring ditemani hanya oleh ibunya, Jiang Yun, yang sejak awal tak beranjak dari sisinya, wajahnya penuh kekhawatiran sekaligus kebanggaan.
Keduanya sudah tidak sadarkan diri selama satu hari penuh. Para tetua, murid sekte, bahkan tabib-tabib biasa sudah beberapa kali memeriksa, namun kondisi mereka terlalu rumit untuk ditangani sembarangan. Karena itulah dipanggillah seorang wanita tua berambut perak yang dikenal sebagai Tabib Hua, sosok legendaris yang sangat ahli dalam seni pengobatan dan ramuan.
Wanita tua itu duduk di kursinya sambil meracik ramuan, jemarinya yang kurus bergerak cepat namun presisi. Aroma obat yang pahit menyebar ke seluruh ruangan, menusuk hidung siapa pun yang ada di sana. “Tubuh mereka luar biasa tangguh,” gumam Tabib Hua pelan. “Tapi energi yang terkuras dan luka-luka internalnya cukup parah. Hanya ramuan khusus yang bisa memulihkan mereka.”
Saat matahari sore mulai condong, kelopak mata Jiang Shen dan Lin Xueyin bergetar hampir bersamaan. Lalu … perlahan, keduanya membuka mata.
Seolah sudah diatur takdir, mereka berdua sadar di waktu yang sama. Jiang Yun langsung menunduk dengan mata berkaca-kaca, menggenggam tangan anaknya dengan erat.
“Shen’er … kau sudah sadar … kau membuat ibu hampir kehilangan nyawa karena cemas.”
Sementara itu, tetua-tetua Klan Lin serentak berdiri. Salah satu dari mereka, seorang lelaki paruh baya berwajah keras, menatap Lin Xueyin dengan mata yang dipenuhi rasa lega.
“Xueyin, bagaimana kondisimu? Apakah ada luka serius?”
Lin Xueyin yang baru saja membuka matanya, wajahnya pucat namun tetap memancarkan ketenangan. Ia berusaha bangkit, tapi Tabib Hua segera menepuk tongkatnya ke lantai.
“Jangan gegabah! Kalian baru saja melewati pertarungan hidup-mati. Minum ramuan ini dulu.”
Tanpa memberi kesempatan untuk membantah, Tabib Hua mengangkat dua mangkuk kecil berisi cairan hitam kental. Aromanya pahit menusuk, membuat beberapa orang di ruangan itu meringis hanya dengan menciumnya.
“Minum habis. Kalau tidak, luka dalam kalian tidak akan pulih sempurna.”
Jiang Shen menatap mangkuk itu sejenak, lalu tanpa ragu ia meneguknya sampai tandas. Wajahnya langsung meringis, kepahitan ramuan itu seolah menyalakan api di tenggorokannya. Namun beberapa saat kemudian, hawa hangat menyebar ke seluruh tubuhnya, menenangkan aliran qi yang tadinya berantakan.
Lin Xueyin pun melakukan hal yang sama. Meski wajah cantiknya sedikit berubah karena rasa pahit yang menusuk, ia tetap meneguk ramuan itu sampai habis tanpa mengeluh. Sesaat kemudian, rona sehat perlahan kembali ke wajahnya.
Tabib Hua mengangguk puas. “Bagus. Kalian berdua punya mental baja. Dengan ramuan ini, luka-luka dalam kalian akan pulih lebih cepat. Hanya butuh waktu satu-dua hari, kalian sudah bisa bergerak normal.”
Setelah itu, giliran orang-orang terdekat mereka yang bicara. Jiang Yun menatap Jiang Shen penuh kasih.
“Bagaimana tubuhmu, Shen’er? Apakah ada bagian yang masih terasa sakit? Jangan sembunyikan dari Ibu.”
Jiang Shen menarik napas panjang, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. “Tidak ada luka serius, Ibu. Hanya lelah … dan tubuhku terasa berat. Tapi aku baik-baik saja.”
Di sisi lain, Lin Xueyin pun mendapat pertanyaan yang sama dari tetua klan Lin.
“Xueyin, kau harus jujur. Apakah ada luka parah di tubuhmu? Jangan memaksakan diri.”
Lin Xueyin menatap mereka dengan tenang, suaranya dingin namun mantap. “Tidak perlu khawatir. Hanya kelelahan dan luka-luka kecil. Tidak ada yang membahayakan nyawa.”
Setelah mendengar jawaban itu, baik Jiang Yun maupun para tetua Klan Lin sama-sama menghela napas lega.
Tabib Hua lalu memberi isyarat kepada pelayan untuk membawa makanan. Beberapa hidangan sederhana namun bergizi diletakkan di meja kecil.
“Kalian makan dulu. Tubuh yang baru pulih tidak bisa hanya bergantung pada obat. Isi kembali tenaga kalian, lalu istirahat.”
Tanpa banyak kata, Jiang Shen dan Lin Xueyin mulai makan. Meski gerakan mereka masih lemah, makanan itu terasa luar biasa lezat setelah sehari penuh terbaring tak sadarkan diri.
Begitu selesai makan, Tabib Hua kembali bicara.
“Sekarang, tidak ada lagi yang boleh mengganggu mereka. Keduanya harus beristirahat penuh malam ini.”
Para tetua klan Lin saling pandang, lalu akhirnya mengangguk, meskipun jelas masih ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan. Jiang Yun pun hanya tersenyum lembut pada anaknya sebelum menyelimuti Jiang Shen, memastikan ia nyaman untuk beristirahat.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.