Menggapai Langit Tertinggi

Menggapai Langit Tertinggi

Bab 1 : Jiang Shen

Kota Jinan selalu ramai oleh derap langkah para pedagang dan suara bising transaksi. Kereta kuda keluar masuk, aroma rempah, kayu, dan keringat bercampur menjadi satu.

Di jalan utama, ada sebuah kamar dagang kecil bernama Paviliun Qingshan, tempat puluhan kuli angkut bekerja setiap hari. Bangunannya tidak megah, tapi cukup untuk menampung gudang besar berisi beras, gandum, teh, dan barang dagangan lain yang datang dari desa sekitar.

Di halaman belakang, seorang remaja kurus dengan wajah pucat kelelahan terlihat sedang memanggul sebuah karung gandum yang hampir lebih besar dari tubuhnya sendiri. Tubuhnya berguncang setiap kali melangkah, tapi giginya terkatup rapat, menahan rasa sakit dari pundak yang memar. Dia adalah Jiang Shen, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun yang sudah merasakan pahitnya hidup jauh sebelum usianya dewasa.

Ayahnya telah tiada sejak ia masih kecil, meninggalkan hanya ibunya seorang. Wanita desa sederhana yang kini berusia hampir lima puluhan, bekerja sebagai buruh tani di desa Qinghe, sebuah desa miskin di pinggiran kota.

Setiap hari, ibunya harus membanting tulang di sawah orang lain demi mendapat upah sekedar untuk membeli beras murahan. Jiang Shen tahu, tanpa dirinya bekerja di kota, ibunya mungkin sudah tak sanggup lagi bertahan hidup. Maka meski tubuhnya masih rapuh, ia memilih menjadi kuli angkut di Paviliun Qingshan, menanggung hinaan dan cemooh demi bisa mengirim beberapa koin tembaga pulang setiap akhir pekan.

Namun, penderitaan Jiang Shen bukan hanya karena kerja berat yang melumat fisiknya. Seolah hidup ingin benar-benar menguji, di kamar dagang itu ada seseorang yang sangat menikmati melihatnya menderita. Wei Liang, anak pemilik Paviliun, seorang remaja sebaya dengan Jiang Shen, namun bertolak belakang dalam segala hal. Berpakaian rapi, wajah penuh kesombongan, langkahnya angkuh. Baginya, Jiang Shen hanyalah seorang budak desa, penghibur gratis yang bisa ia perlakukan sesuka hati.

“Cepatlah, Jiang Shen! Angkut dua karung sekaligus. Kau pikir di sini tempat anak desa main-main? Kalau tidak bisa, pulang saja ke sawah, urus bebek dan ayam ibumu!” Wei Liang berseru keras, sengaja agar semua pekerja lain mendengar.

Tawa meledak di sekeliling mereka. Para kuli lain, meski hidupnya juga keras, justru ikut menjadikan Jiang Shen sebagai sasaran ejekan. Beberapa bersiul, ada yang bersorak mengejek, seakan penderitaan anak itu adalah hiburan di tengah hari yang melelahkan.

Tubuh Jiang Shen hampir roboh. Napasnya terengah, peluh menetes deras membasahi wajahnya yang masih muda. Bahunya sakit, lututnya bergetar, tapi tatapan matanya tetap keras. Dia menggigit bibirnya, menahan semua hinaan itu. Dalam hati kecilnya, Jiang Shen tahu satu hal: kalau dia berhenti, kalau dia menunjukkan kelemahan, semua orang akan semakin menginjaknya.

Namun, yang paling perih bukanlah sakit di tubuhnya, melainkan saat Wei Liang melangkah mendekat dan menepuk karung gandum yang sedang dipanggulnya.

“Kau tahu kenapa aku suka menyuruhmu, Jiang Shen?” Wei Liang menyeringai, tatapannya penuh penghinaan. “Karena kau tidak berharga. Kau hanyalah anak yatim miskin yang seharusnya bersyukur bisa bekerja di sini. Tanpa ayah, dengan ibu yang cuma buruh tani … hah, nasibmu memang layak untuk diinjak-injak.”

Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari pisau. Jiang Shen terdiam, matanya sedikit bergetar. Hatinya panas, tapi lidahnya kelu. Bukan karena ia setuju, tapi karena ia tahu—dalam dunia ini, kata-kata orang kuat lebih keras dari suara kebenaran.

Dalam diam, ia menahan semua itu. Setiap hinaan, setiap ejekan, ia biarkan meresap ke dalam hatinya. Seperti bara kecil yang belum meledak, tapi suatu hari akan membakar habis semua yang meremehkannya.

...

Kota Jinan bukanlah kota kecil sembarangan. Letaknya di jalur dagang utama, menjadikannya tempat persinggahan pedagang dari berbagai arah. Jalanan pusat kota selalu dipenuhi gerobak beras, kain sutra, obat-obatan, dan logam berharga. Dengan penduduk sekitar empat puluh lima ribu jiwa, sebagian besar masyarakatnya adalah pedagang dan petani yang datang dari desa-desa sekitar untuk menjajakan hasil bumi mereka.

Namun, Jinan bukan hanya soal pasar dan perdagangan. Di baliknya, berdiri beberapa sekte dan klan berpengaruh yang menguasai sebagian besar wilayah. Nama mereka dihormati sekaligus ditakuti. Semua bergerak di bawah pengawasan ketat pihak Kerajaan Phoenix, kekuatan besar yang mengendalikan seluruh provinsi dengan tangan besi. Bagi rakyat kecil seperti Jiang Shen, sekte-sekte itu bagai dunia lain—tempat para pendekar hebat lahir, tempat impian untuk lepas dari penderitaan bisa menjadi nyata.

Sayangnya, pintu menuju dunia itu tidak terbuka untuk semua orang. Untuk bisa mengikuti tes masuk sekte, setiap orang harus membayar lima koin emas sebagai biaya administrasi. Jumlah yang sepele bagi keluarga kaya atau anak bangsawan, namun bagi seorang kuli miskin seperti Jiang Shen, itu ibarat jarak langit dan bumi.

Setiap bulan ia hanya menerima tiga koin perak dari kerjanya di Paviliun Qingshan. Jumlah itu bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan ibunya, apalagi menabung menuju angka lima koin emas. Butuh bertahun-tahun baginya untuk bisa mengumpulkan biaya itu, itupun kalau semua uang ditabung tanpa sepeserpun terpakai.

Meski begitu, Jiang Shen tetap berjuang. Ia memilih menahan lapar, hidup seadanya, dan mengirim hanya sedikit uang untuk ibunya, agar sisanya bisa ia sisihkan. Bagi Jiang Shen, impian untuk masuk sekte bukan sekadar mimpi kosong—itu satu-satunya jalan agar hidupnya dan hidup ibunya bisa berubah.

Tapi di tengah tekad itu, penderitaan sehari-hari selalu menamparnya kembali pada kenyataan. Di Paviliun Qingshan, ia bukan hanya kuli biasa. Ia adalah sasaran empuk bagi Wei Liang dan teman-temannya.

“Bangun, dasar sampah! Kau pikir boleh istirahat?!” teriak salah satu pengikut Wei Liang sambil menendang Jiang Shen yang sedang duduk kelelahan di pojok gudang.

Tubuh Jiang Shen terhuyung. Punggungnya yang kurus terkena hantaman kayu, lalu gelak tawa meledak di sekelilingnya. Wei Liang muncul tak lama kemudian, melangkah angkuh dengan senyum miring di bibirnya.

“Lihatlah dia. Bahkan untuk mengangkat satu karung pun hampir roboh. Dasar pecundang. Hei, pukul lagi! Aku ingin lihat wajahnya hancur hari ini!”

Beberapa pekerja muda yang ingin cari muka pun langsung menuruti perintah itu. Tinju mendarat ke pipi Jiang Shen, satu tendangan menghantam perutnya. Ia terjerembab ke tanah, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun meski tubuhnya sakit, meski penglihatannya berkunang, Jiang Shen tidak pernah mengeluarkan teriakan minta tolong. Ia hanya mengepalkan tinjunya di tanah, menahan semua rasa sakit itu sendirian.

Setelah puas, Wei Liang tertawa keras. “Ingat, kau hanyalah alat. Kau bekerja, aku senang. Kau menderita, aku lebih senang. Jangan pernah bermimpi jadi lebih dari itu, Jiang Shen.”

Semua orang tertawa, lalu pergi, meninggalkan Jiang Shen yang terkapar.

Di sudut gudang yang dingin, pemuda itu terbatuk keras, darah segar mengalir lagi dari bibirnya. Tubuhnya remuk, tapi matanya tetap terbuka menatap langit-langit usang. Dalam tatapan itu, ada sesuatu yang bergejolak. Sebuah tekad yang tumbuh semakin kuat setiap kali ia dihina, dipukul, diinjak.

“Suatu hari nanti … aku akan membalas semua perbuatan mereka.” bisiknya pelan, hampir tak terdengar.

Ia sadar, jalannya panjang. Lima koin emas terasa mustahil untuk dicapai. Tapi justru karena itu, ia tak boleh berhenti. Baginya, impian masuk sekte adalah cahaya satu-satunya di ujung lorong gelap kehidupan. Dan tak peduli berapa kali ia dijatuhkan, ia bersumpah akan terus berdiri.

Hari-harinya di Jinan mungkin penuh luka, tapi justru luka itulah yang menempanya. Kelak, dunia akan tahu, bahwa Jiang Shen bukan sekadar anak miskin yang dijadikan samsak tinju.

Dia akan berdiri lebih tinggi dari siapapun yang pernah meremehkannya.

Terpopuler

Comments

grimreaper

grimreaper

Seorang pemuda lokal Kalimantan menghadapi pria misterius yang mengganggu seorang perempuan dan memancarkan aura yang aneh. Apa tujuan pria misterius itu sebenarnya?
Jika pemuda itu terlibat dalam konflik yang tidak dapat atasi, bagaimana nasibnya?

Menyajikan lebih banyak aksi, konflik, dan pertarungan idealisme di <Fate of Power>, baca dan rasakan kisah yang berbeda dengan latar dan tokoh utama Nusantara

2025-10-02

2

mbono keling

mbono keling

hai ya thor...76 bab sekali up....👍👍👍...yg penting lancar....

2025-09-08

5

Arie Chaniago70

Arie Chaniago70

good good mantap semangat up Thor

2025-09-15

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Jiang Shen
2 Bab 2 : Penderitaan Yang Harus Dilalui
3 Bab 3 : Malam Yang Brutal
4 Bab 4 : Permata Hijau
5 Bab 5 : Menggapai Langit Pertama
6 Bab 6 : 8 Meridian
7 Bab 7 : Ranah Pembangunan Fondasi
8 Bab 8 : Jenius Sejati
9 Bab 9 : Pulang
10 Bab 10 : Ibu
11 Bab 11 : Pil Penempa Tubuh
12 Bab 12 : Janji Yang Terucap
13 Bab 13 : Tingkatan Senjata
14 Bab 14 : 3 Bulan Berlatih
15 Bab 15 : Mendaftar Turnamen
16 Bab 16 : Alkemis Kelas 4
17 Bab 17 : Ranah Inti Emas
18 Bab 18 : Atribut Bawaan Ganda
19 Bab 19 : Dimulainya Turnamen
20 Bab 20 : Tiga Monster Muda
21 Bab 21 : Menarik Perhatian
22 Bab 22 : Duel Spektakuler
23 Bab 23 : Berakhirnya Semifinal
24 Bab 24 : Malam Yang Ramai
25 Bab 25 : Final
26 Bab 26 : Hasil Akhir
27 Bab 27 : Pemulihan
28 Bab 28 : Pembagian Hadiah
29 Bab 29 : Pil Awet Muda
30 Bab 30 : Tawaran Yang Menggiurkan
31 Bab 31 : Kecewa
32 Bab 32 : Kebohongan Kecil
33 Bab 33 : Membayar Hutang Darah
34 Bab 34 : Dua Pria Misterius
35 Bab 35 : Pemenang Mengambil Hadiahnya
36 Bab 36 : Penyebab Penyerangan
37 Bab 37 : Keberuntungan Kecil
38 Bab 38 : Peningkatan Gila-gilaan
39 Bab 39 : Efek Peningkatan
40 Bab 40 : Sekte Naga Hitam
41 Bab 41 : Kesepakatan Kecil
42 Bab 42 : Mendapatkan Esensi Petir Langit
43 Bab 43 : Bahaya Sedang Mengintai
44 Bab 44 : Hong Baili
45 Bab 45 : Rasa Sakit
46 Bab 46 : Diskusi Penting
47 Bab 47 : Lengkapnya Bahan Pil Penempa Jiwa
48 Bab 48 : Membuat Pil Penempa Jiwa
49 Bab 49 : Pagoda Langit
50 Bab 50 : Menerobos
51 Bab 51 : Perasaan Seorang Wanita
52 Bab 52 : Konflik Yang Memanas
53 Bab 53 : Membalaskan Dendam
54 Bab 54 : Menghabisi Murid Inti Sekte Naga Hitam
55 Bab 55 : Batu Spiritual
56 Bab 56 : Gunung Kabut
57 Bab 57 : Pertarungan Di Gunung Kabut
58 Bab 58: Menambang Batu Spiritual
59 Bab 59 : Peti Harta
60 Bab 60 : Organisasi Bulan Merah
61 Bab 61 : Pil Penyembuh Organ
62 Bab 62 : Memulai Penyerapan Batu Spiritual
63 Bab 63 : Satu Bulan Penuh Berkultivasi
64 Bab 64 : Dimensi Raja Naga Petir
65 Bab 65 : Serangan Yang Mematikan
66 Bab 66 : Di Ambang Maut
67 Bab 67 : Serangan Terakhir
68 Bab 68 : Ranah Raja
69 Bab 69 : Pergerakan 3 Klan Besar
70 Bab 70 : Alam Kekacauan
71 Bab 71 : Terbukanya Alam Kekacauan
72 Bab 72 : Memasuki Alam Kekacauan
73 Bab 73 : Perebutan Harta
74 Bab 74 : Jiang Shen Beraksi
75 Bab 75 : Pembantaian
76 Bab 76 : Bongkahan Batu Misterius
77 Bab 77 : Kapal Perang Kuno
78 Bab 78 : Han Jingxiao
79 Bab 79 : Manik Matahari
80 Bab 80 : Altar Kuno
81 Bab 81 : Mutiara Bintang Purba
82 Bab 82 : Di Luar Alam Kekacauan
83 Bab 83 : Kepulangan 3 Klan Besar Di Jinan
84 Bab 84 : Perpisahan
85 Bab 85 : Menyerap Manik Matahari
86 Bab 86 : Pertemuan 5 Ketua Sekte Aliran Putih
87 Bab 87 : Diskusi Penting
88 Bab 88 : Kegelisahan Warga Jinan
89 Bab 89 : Sogokan Kecil
90 Bab 90 : Kedatangan Klan Ming Di Kota Hubei
91 Bab 91 : Tamu Yang Tak Di Duga
92 Bab 92 : Rahasia Besar Mutiara Bintang Purba
93 Bab 93 : Keputusan Yang Diambil
94 Bab 94 : Tiba Di Pegunungan Seribu Pedang
95 Bab 95 : Bertemu Dengan 5 Ketua Sekte Aliran Putih
96 Bab 96 : Mengejutkan 5 Ketua Sekte
97 Bab 97 : Keputusan Patriark Han Li
98 Bab 98 : Keberangkatan Menuju Medan Perang
99 Bab 99 : Pecahnya Perang
100 Bab 100 : 1000 VS 20.000
101 Bab 101 : Guang Yu
102 Bab 102 : Petir Hitam
103 Bab 103 : Sang Iblis Api
104 Bab 104 : Kekuatan Api Hitam
105 Bab 105 : Kebangkitan Jiang Shen
106 Bab 106 : Terbangunnya Kekuatan Misterius
107 Bab 107 : Pengorbanan
108 Bab 108 : Harapan Terakhir
109 Bab 109 : Kepercayaan
110 Bab 110 : Mengerahkan Yang Terbaik
111 Bab 111 : Musnahnya Sekte Gerhana Matahari
112 Bab 112 : Menundukkan Api Hitam
113 Bab 113 : Ledakan Peningkatan
114 Bab 114 : Sejarah Benua Bulan Biru
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Bab 1 : Jiang Shen
2
Bab 2 : Penderitaan Yang Harus Dilalui
3
Bab 3 : Malam Yang Brutal
4
Bab 4 : Permata Hijau
5
Bab 5 : Menggapai Langit Pertama
6
Bab 6 : 8 Meridian
7
Bab 7 : Ranah Pembangunan Fondasi
8
Bab 8 : Jenius Sejati
9
Bab 9 : Pulang
10
Bab 10 : Ibu
11
Bab 11 : Pil Penempa Tubuh
12
Bab 12 : Janji Yang Terucap
13
Bab 13 : Tingkatan Senjata
14
Bab 14 : 3 Bulan Berlatih
15
Bab 15 : Mendaftar Turnamen
16
Bab 16 : Alkemis Kelas 4
17
Bab 17 : Ranah Inti Emas
18
Bab 18 : Atribut Bawaan Ganda
19
Bab 19 : Dimulainya Turnamen
20
Bab 20 : Tiga Monster Muda
21
Bab 21 : Menarik Perhatian
22
Bab 22 : Duel Spektakuler
23
Bab 23 : Berakhirnya Semifinal
24
Bab 24 : Malam Yang Ramai
25
Bab 25 : Final
26
Bab 26 : Hasil Akhir
27
Bab 27 : Pemulihan
28
Bab 28 : Pembagian Hadiah
29
Bab 29 : Pil Awet Muda
30
Bab 30 : Tawaran Yang Menggiurkan
31
Bab 31 : Kecewa
32
Bab 32 : Kebohongan Kecil
33
Bab 33 : Membayar Hutang Darah
34
Bab 34 : Dua Pria Misterius
35
Bab 35 : Pemenang Mengambil Hadiahnya
36
Bab 36 : Penyebab Penyerangan
37
Bab 37 : Keberuntungan Kecil
38
Bab 38 : Peningkatan Gila-gilaan
39
Bab 39 : Efek Peningkatan
40
Bab 40 : Sekte Naga Hitam
41
Bab 41 : Kesepakatan Kecil
42
Bab 42 : Mendapatkan Esensi Petir Langit
43
Bab 43 : Bahaya Sedang Mengintai
44
Bab 44 : Hong Baili
45
Bab 45 : Rasa Sakit
46
Bab 46 : Diskusi Penting
47
Bab 47 : Lengkapnya Bahan Pil Penempa Jiwa
48
Bab 48 : Membuat Pil Penempa Jiwa
49
Bab 49 : Pagoda Langit
50
Bab 50 : Menerobos
51
Bab 51 : Perasaan Seorang Wanita
52
Bab 52 : Konflik Yang Memanas
53
Bab 53 : Membalaskan Dendam
54
Bab 54 : Menghabisi Murid Inti Sekte Naga Hitam
55
Bab 55 : Batu Spiritual
56
Bab 56 : Gunung Kabut
57
Bab 57 : Pertarungan Di Gunung Kabut
58
Bab 58: Menambang Batu Spiritual
59
Bab 59 : Peti Harta
60
Bab 60 : Organisasi Bulan Merah
61
Bab 61 : Pil Penyembuh Organ
62
Bab 62 : Memulai Penyerapan Batu Spiritual
63
Bab 63 : Satu Bulan Penuh Berkultivasi
64
Bab 64 : Dimensi Raja Naga Petir
65
Bab 65 : Serangan Yang Mematikan
66
Bab 66 : Di Ambang Maut
67
Bab 67 : Serangan Terakhir
68
Bab 68 : Ranah Raja
69
Bab 69 : Pergerakan 3 Klan Besar
70
Bab 70 : Alam Kekacauan
71
Bab 71 : Terbukanya Alam Kekacauan
72
Bab 72 : Memasuki Alam Kekacauan
73
Bab 73 : Perebutan Harta
74
Bab 74 : Jiang Shen Beraksi
75
Bab 75 : Pembantaian
76
Bab 76 : Bongkahan Batu Misterius
77
Bab 77 : Kapal Perang Kuno
78
Bab 78 : Han Jingxiao
79
Bab 79 : Manik Matahari
80
Bab 80 : Altar Kuno
81
Bab 81 : Mutiara Bintang Purba
82
Bab 82 : Di Luar Alam Kekacauan
83
Bab 83 : Kepulangan 3 Klan Besar Di Jinan
84
Bab 84 : Perpisahan
85
Bab 85 : Menyerap Manik Matahari
86
Bab 86 : Pertemuan 5 Ketua Sekte Aliran Putih
87
Bab 87 : Diskusi Penting
88
Bab 88 : Kegelisahan Warga Jinan
89
Bab 89 : Sogokan Kecil
90
Bab 90 : Kedatangan Klan Ming Di Kota Hubei
91
Bab 91 : Tamu Yang Tak Di Duga
92
Bab 92 : Rahasia Besar Mutiara Bintang Purba
93
Bab 93 : Keputusan Yang Diambil
94
Bab 94 : Tiba Di Pegunungan Seribu Pedang
95
Bab 95 : Bertemu Dengan 5 Ketua Sekte Aliran Putih
96
Bab 96 : Mengejutkan 5 Ketua Sekte
97
Bab 97 : Keputusan Patriark Han Li
98
Bab 98 : Keberangkatan Menuju Medan Perang
99
Bab 99 : Pecahnya Perang
100
Bab 100 : 1000 VS 20.000
101
Bab 101 : Guang Yu
102
Bab 102 : Petir Hitam
103
Bab 103 : Sang Iblis Api
104
Bab 104 : Kekuatan Api Hitam
105
Bab 105 : Kebangkitan Jiang Shen
106
Bab 106 : Terbangunnya Kekuatan Misterius
107
Bab 107 : Pengorbanan
108
Bab 108 : Harapan Terakhir
109
Bab 109 : Kepercayaan
110
Bab 110 : Mengerahkan Yang Terbaik
111
Bab 111 : Musnahnya Sekte Gerhana Matahari
112
Bab 112 : Menundukkan Api Hitam
113
Bab 113 : Ledakan Peningkatan
114
Bab 114 : Sejarah Benua Bulan Biru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!