Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
Sampai di rumah, Arya sudah disambut dengan jeweran telinga dari sang Mama yang ternyata sudah tiba. Wanita paruh baya itu, Mama Jasmin, merasa gemas dengan si bungsu yang sudah memaksa mereka pulang hanya untuk bertemu dengan asistennya, padahal mereka sebenarnya sudah mengenal Luna sejak dulu. Mereka sudah kenal baik dengan Kakek Darma dan keluarganya, jadi untuk apa Arya repot-repot mengenalkan Luna lagi? Mama Jasmin terus mengomeli dan memberikan ceramah kepada Arya, bukan pelukan rindu yang seharusnya ia dapatkan. Sementara itu, Reza, sang kakak, dan sang Papa, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku ibu dan anak itu.
"Arya! Kamu ini ya, bikin Mama dan Papa harus cepat-cepat pulang dari liburan! Cuma untuk ketemu asistenmu yang katanya penting sekali!" omel Mama Jasmin, tangannya masih menjewer telinga Arya.
"Aduh, Ma! Sakit! Lepasin dong!" rengek Arya sambil mencoba melepaskan tangan mamanya. "Aku kan cuma mau memberitahu kalian dan meminta restu!"
"Memberitahu apa, restu apa? Kita sudah kenal Luna sejak dia masih kecil! Kakek Darma orang tua dari almarhum teman lama Papa!" balas Mama Jasmin, akhirnya melepaskan jewerannya.
Reza tertawa. "Tuh kan, Ar. Sudah aku bilang, Mama dan Papa pasti sudah kenal Luna. Kamu saja yang lebay."
Arya melotot pada kakaknya.
Papa, yang sedari tadi hanya tersenyum, akhirnya angkat bicara. "Sudah, Ma. Biarkan saja. Mungkin Arya punya alasan lain. Jadi, kapan kamu akan membawa Luna ke sini?"
"Besok malam, Pa," jawab Arya dengan semangat. "Aku sudah atur semuanya. Kami akan makan malam bersama."
"Baiklah, kamu atur semuanya. jangan mengecewakan kami."
Sisa waktu malam itu dihabiskan Arya dengan perasaan gelisah, dia tidak bisa tidur dan memikirkan apa yang akan terjadi besok dalam pertemuan makan malam besok. Tapi dia berharap besok semua akan berjalan dengan baik.
Hari yang dinanti-nanti oleh Arya akhirnya tiba. Malam itu, dia menjemput Luna dan membawanya ke rumah. Jantung Arya berdebar kencang. Dia berharap pertemuan ini berjalan lancar dan Luna bisa merasa nyaman. Saat mereka tiba, Luna tampak sedikit canggung, namun senyum hangat dari Mama Jasmin dan Papa membuatnya merasa lebih rileks.
"Selamat malam, Tante, Om," sapa Luna dengan sopan.
"Selamat Malam, Sayang," jawab Mama Jasmin sambil memeluk Luna erat. "Sudah lama tidak ketemu, kamu makin cantik saja."
"Terima kasih, Tante," Luna tersipu.
Papa menyambut Luna dengan hangat. "Duduk, duduk. Jangan sungkan, Nak. Anggap saja rumah sendiri."
"Pa, Ma, kenalkan," Arya tersenyum bangga. "Ini Luna, asistenku."
"Kenapa? Kita sudah kenal kok," sahut Mama Jasmin. "Tapi terima kasih sudah repot-repot mengenalkan kami lagi."
Mereka semua tertawa. Acara makan malam pun dimulai. Meja makan dipenuhi dengan hidangan lezat dan obrolan hangat.
Di tengah kehangatan itu, Mama Jasmin mengajukan pertanyaan yang membuat Luna sedikit terkejut, namun dia berusaha untuk tetap tenang.
"Luna, Tante mau tanya," kata Mama Jasmin sambil menyeruput tehnya. "Bagaimana hubungan kamu dengan Arya?"
Luna menelan salivanya, melirik Arya yang terlihat gugup di sebelahnya. "Kami... hanya rekan kerja, Tante. Tidak lebih."
Mama Jasmin menatap Arya dengan tatapan usil. "Oh ya? Tapi kok Arya bilang dia mau minta restu untuk kalian?"
Luna melotot pada Arya, yang kini hanya bisa tersenyum malu.
"Ma! Jangan begitu!" protes Arya.
Luna tertawa kecil. "Mungkin Pak Arya hanya terlalu bersemangat, Tante. Dia sering melakukan hal-hal yang berlebihan seperti ini."
"Oh ya?" Mama Jasmin kembali tertawa. "Memangnya hal berlebihan seperti apa yang sudah dia lakukan?"
Luna ragu-ragu sejenak. "Seperti... mengantar dan menjemput saya setiap hari, mengajak makan siang, dan..." Luna melirik Arya, " menarik saya dari hadapan mantan suami saya saat kami berdebat."
Mama Jasmin dan Papa Marshal saling pandang, kemudian tersenyum.
"Arya, kamu benar-benar pria sejati, ya?" goda Papa Marshal
Arya tersenyum bangga. "Tentu saja, Pa. Aku harus melindungi asisten terbaikku."
Suasana makan malam berubah menjadi lebih santai. Luna yang awalnya merasa malu, kini mulai merasa nyaman dengan keluarga Arya. Mereka sangat baik dan bisa membuat Luna merasa nyaman.
Makan malam itu terasa begitu hangat. Luna merasa diterima dan dihargai. Dia juga bisa melihat Arya sangat disayangi oleh keluarganya karena mungkin Arya adalah anak bungsu di keluarga ini. Setelah selesai makan, mereka pindah ke ruang keluarga untuk minum teh. Papa Marshal, yang merupakan seorang pebisnis, mulai membicarakan pekerjaan dengan Luna.
"Luna, Om dengar kamu sangat kompeten di kantor," kata Marshal. "Arya bilang dia tidak bisa bekerja tanpamu."
"Pak Arya terlalu melebih-lebihkan, Om," jawab Luna rendah hati. "Saya hanya melakukan tugas saya dengan baik,tidak lebih."
"Tidak, Luna," potong Arya. "Kamu tidak tahu seberapa besar kamu membantu aku. Kamu yang membuatku bisa fokus pada pekerjaan. Kamu yang membuatku..." Arya menatap Luna dalam-dalam, "Menjadi seorang pemimpin yang lebih baik, dan bisa menutupi kekurangan ku di perusahaan."
Mama Jasmin tersenyum. "Tuh kan, Pa. Katanya cuma teman kerja."
Luna menunduk, pipinya merona.
Malam itu, Luna tidak merasa canggung lagi setelan Arya memujinya. Dia merasa seolah-olah sudah ditarik untuk menjadi bagian dari keluarga ini.Arya bahkan tak sungkan untuk memujinya dihadan kedua orang tuanya.
Mereka mengobrol hingga larut malam. Luna menceritakan tentang perjalanannya, kesulitannya, dan impiannya. Kedua orang tua Arya mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Luna, Tante tahu kamu sudah melewati banyak hal," kata Mama Jasmin dengan suara lembut. "Tapi Tante yakin, kamu pasti akan mendapatkan gantinya. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan itu."
"Terima kasih, Tante," jawab Luna, matanya berkaca-kaca.
"Jika kamu butuh apa-apa, jangan sungkan," tambah Papa. "Anggap saja kami keluarga. Bukankah keluarga kita sudah kenal baik sebelumnya. Jadi jangan sungkan. Dan jika Arya membuat masalah di perusahaan, jangan sungkan untuk menegurnya. "
"Dan jika kamu butuh bahu untuk bersandar," bisik Arya di telinga Luna, "Aku akan selalu ada untukmu."
Luna menoleh dan menatap Arya. Ada kehangatan dan ketulusan di mata pria itu. Tapi Luna masih belum bisa membuka hati sepenuhnya. Rasa sakit karena penghianatan masih melekat dihatinya.
Malam itu, Luna tidak hanya makan malam bersama keluarga Arya. Dia seperti mendapatkan kembali kepercayaan dan harapan akan masa depan yang lebih baik dari keluarga itu. Luna bukan wanita bodoh yang tidak tau maksud Arya mengundangnya makan malam seperti ini.
Luna tau, tapi dia hanya diam, dan mengikuti keinginan Arya. Karena bagaimana pun Arya adalah atasannya. Dan dia hanya bisa menurut kemana Arya ingin membawanya pergi selama tidak beresiko.