Lie seorang pria dari keluarga kelas menengah harus di usir dari sekte karena bakatnya yang buruk, tidak hanya itu, bahkan keluarganya pun dibantai oleh sebuah sekte besar, dia akhirnya hidup sebatang kara di sebuah desa terpencil. Tanpa sengaja Lie menemukan sebuah warisan dari leluhur keluarga, membuatnya tumbuh menjadi kuat dan mulai mencari siapa yang sudah membantai keluarganya,
akankah Lie berhasil membalaskan dendam keluarganya dan melindungi para orang-orang terdekatnya...
Cerita ini adalah fiksi semata, penuh dengan aksi dan peperangan, disertai tingkah konyol Mc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konsep Ruang dan Waktu
Semua orang berkumpul dan mulai makan. Setelah selesai mereka mulai membahas tentang rencana yang akan mereka lakukan ke depannya.
Saat hampir siang menjelang, Darto dan Miya serta Lie sudah berada di teras depan rumah dan bersiap untuk berangkat menuju keluarga Prakasa.
Ada terbesit rasa ketidak relaan Dimata Acha melepas kepergian Lie, dia hanya menunduk tanpa melihat kearah mereka.
"jangan sedih Acha, nanti ketika kami mengambil misi kembali, kami akan berkunjung kesini." kata Miya sambil datang mengelus Rambut Acha, dia menyadari jika keponakannya itu menyukai anak angkatnya dan dia sangat senang karena keinginannya adalah mengambil Acha sebagai menantunya, namun dia melihat Lie sepertinya hanya melihat Acha sebagai saudara, bukannya gadis pasangan hidup.
Darto segera menyenggol Lie dan memberikan kode dengan dagunya, Lie yang menyadari itu segera mendekat kearah Acha.
"Benar yang dikatakan ibu Acha, nanti setelah selesai urusan di keluarga Prakasa, aku akan berkunjung lagi kesini, ku harap saat itu kamu sudah keluar dari pengasingan." kata Lie seraya mengeluarkan sebuah kalung berbentuk segi enam sebesar buah jeruk nipis tapi pipih, terbuat dari kristal bening dan di dalamnya terdapat giok berwarna biru cerah.
Di dalam kristal bening itu terlihat aksara berwarna emas mengelilingi batu giok yang berbentuk bulan sabit. Dan di kiri kananya terlihat batu kristal biru muda yang menambah indah kalung tersebut, tali Kalung pun terbuat dari urat tipis binatang iblis.
"Ini ada hadiah lagi untukmu, bila di kemudian hari kamu mendapatkan kesulitan yang mengancam nyawa, alirkan Qi kedalam kalung ini, dia bisa menyelamatkanmu sebanyak 7 kali." kata Lie lagi sambil menyerahkan kalung ke tangan Acha.
"Jimat penyelamatan kehidupan, harta Karun lv3. Berapa banyak harta Karun yang dimiliki bocah ini?" batin Tetua Erwin.
Acha tidak menerima kalung itu, dia langsung berbalik memunggungi Lie, Lie keheranan dengan sikap Acha ini, namun ibunya tersenyum dan segera membisikan sesuatu ke telinga Lie.
"Acha ingin kamu memakaikan kalung itu sendiri kepadanya. Tampaknya dia sangat suka padamu." bisik Miya sambil mengedipkan matanya.
Lie pun segera tersadar dan mendekat kearah Acha. " maaf Acha, aku akan memakaikan kalung ini padamu."
Acha hanya mengangguk sambil menarik rambutnya keatas, sehingga memperlihatkan lehernya yang putih bersih. perlahan Lie memasangkan kalung itu.
"Terimakasih hadiahnya Kakak Lie," kata Acha dengan suara lembut dengan wajah yang merona.
Dia memandangi kalung dilehernya dengan tatapan bahagia.
"Kecantikan putri es keluarga Prakasa telah mencair, bila para pemuda di keluarga pusat mengetahuinya, berapa banyak hati mereka yang akan patah." Desah Darto yang diiringi senyum semua orang.
Sementara Acha yang mendengar desahan pamannya semakin merona karena malu, bahkan telinganya juga mulai memerah.
"Jangan pernah mengatakan apapun di keluarga pusat, jika tidak Lie tidak akan beristirahat dengan tenang, karena harus menghadapi semua pengagum Acha." kata Miya sambil mendelik kearah Darto.
"Coba saja jika mereka ingin menganggu Lie, hanya dengan bersin saja aku yakin mereka akan langsung berlutut di depan anakku." balas Darto sambil menepuk dadanya sendiri dengan ekspresi bangga.
Lie sendiri hanya tersenyum kecut, sementara yang lain tertawa.
Akhirnya mereka pun segera meninggalkan rumah Tetua Erwin di iringi tatapan lembut Acha, ibunya mengelus rambut Acha sambil berkata. "kamu harus segera memurnikan Pil itu, bila berhasil, kedepannya kamu akan mempunyai kesempatan berpetualang bersama Lie, naikan ranahmu hingga tidak akan menjadi beban Lie nantinya."
"baik Bu, aku akan berusaha sekuat tenaga." jawab Acha sambil meremas kalung di dadanya.
Tetua Erwin menyela. "Baiklah, mati kita semua memasuki pengasingan di lembah, kalian berdua juga memiliki pil dari Lie bukan? Sepertinya kau bisa mencapai ranah suci tingkat puncak Parto."
"Benar Ayah, masih ada beberapa sumber daya pemberian Lie yang bisa ku gunakan untuk menaikan ranahku." jawab Parto membenarkan.
Akhirnya keluarga itu menuju ke lembah dekat telaga untuk memulai Pengasingan.
Sementara Lie dan kedua orang tuannya melesat menembus hutan, mulai perjalanan ke keluarga Prakasa. "Anak nakal, bagaimana kalau kita berlomba ke lembah beberapa puluh kilometer di depan, siapa yang kalah harus mentraktir minum arak di desa pertama yang kita temui."
Darto menantang anaknya saat melesat bersebelahan, dia ingin melihat seberapa cepat Lie dapat bergerak.
"Oke, siapa takut." angguk Lie yang langsung melesat menggunakan langkah Naga Kegelapannya. Dan melayang di atas pohon hutan tersebut.
Dia menggunakan daun-daun yang ada sebagai pijakan kakinya, Lie langsung berada beberapa ratus meter di depan orang tuannya, namun bayangannya baru pudar sesaat setelah dia bergerak.
"Anak ini. Jurus pergerakan apa yang digunakannya, sangat cepat." batin Darto terkejut, dan dia juga segera mengeluarkan jurus gerakan miliknya.
Tubuh Darto seketika menjadi cahaya kuning ya g langsung mengejar bayangan buram yang satu persatu muncul dan pudar saat Lie melangkah.
Sementara Miya juga mengeluarkan jurusnya, namun dia semakin tertinggal oleh kedua orang tersebut.
Saat Lie menyadari ibunya tertinggal cukup jauh, dia tiba-tiba berbalik arah dan melesat kearah cahaya ayahnya, karena gerakan Lie ya g tiba-tiba, Darto terkejut dan dia segera bergerak kebawah.
Jeda waktu yang terlalu singkat, Darto malah langsung menabrak pohon besar di bawahnya, sehingga meninggalkan bekas sesosok manusia di pohon itu, tubuhnya memang tidak terluka, namun harga dirinya yang tidak baik-baik saja.
"Hahaha.... Mengapa ayah malah mencium pohon." kata Lie sambil tertawa terbahak-bahak.
"Dasar anak curang, kenapa kamu malah berbalik arah, apa kamu takut kalah jadi berbuat curang?" hardik Darto, namun dia harus kecewa karena yang dia maki adalah bayangan Lie.
Sambil menggosok hidungnya yang sakit, dia kembali mengumpat. "Dasar anak tengil, bisa-bisanya dia membuatku malu karena menabrak pohon, untuk tidak ada yang melihat."
meskipun marah dia sangat senang karena ada teman untuk bercanda dan melakukan hal-hal yang dulu sering dilakukan olehnya.
Awalnya dia mengira akan membosankan kalian melihat kesopanan Lie pertama kalinya. Namun dia tidak menyangka jika Lie anak angkatnya itu juga nakal, dan itu membuatnya senang.
Lie yang sudah sampai di tempat ibunya, membuat Miya berhenti setelah melihat Lie mendekat kearahnya.
"Ibu, biar aku gendong, biar kita menyusul ayah." kata Lie sambil memposisikan dirinya berjongkok di depan Miya.
"Tidak perlu, meski Ibu tertinggal, tapi ibu masih bisa mengikuti kalian." tolak Miya pada anaknya itu.
"Kalau ibu tertinggal cukup jauh aku takut akan ada bahaya yang tidak bisa ibu tangani, doanya aku merasa ada banyak monster level tinggi dan jenderal iblis di sekitar sini." ucap Lie dengan wajah cemas.
Persepsi Lie memang sangat kuat sehingga mampu mendeteksi lingkungan di sekitar dalam radius beberapa kilometer jauhnya.
Melihat kecemasan anaknya Miya akhirnya mengangguk pasrah dan naik ke punggung Lie. Mereka berdua pun segera melesat dengan jurus langkah Naga Kegelapan.
"Ibu, dimana arah lembah yang ditunjukkan ayah tadi." tanya Lie sambil terus melesat.
"Disebelah sana, masih hampir empat hari perjalanan lagi dengan kecepatan ayahmu." sahut Miya sahut menunjuk kearah beberapa gunung yang menjulang tinggi.
"Nanti kalau sudah dekat ibu tolong kasih tahu aku, ada yang ingin aku lakukan dalam perjalanan ini." teriak Lie pada ibunya.
"Baiklah, ambil jalan lurus saja langsung kearah gunung yang puncaknya tertutup awan itu." ucap Miya menunjuk arah.
Lie segera mengangguk dan melesat kembali, derak petir di sekitarnya membuat ruang seakan memang terbelah, dan membuat riak seperti air yang bergelombang.
Waktu seakan berhenti bergerak, persepsi Lie beredar disekitar tubuhnya dan mulai mempelajari sekitarnya, perlahan dia mulai merasakan konsep ruang dan waktu. Dalam benaknya, semakin banyak informasi yang keluar dan memperdalam pengetahuannya tentang konsep ruang dan waktu.
Dia mencoba menggabungkan pengetahuan itu dengan berbagai jurus yang di pelajarinya. Dan beberapa waktu kemudian, sebuah jurus pun tercipta dari penggabungan teknik matanya dengan konsep ruang dan waktu.
Matanya berubah menjadi lebih hitam dan pupil yang semula putih berubah menjadi emas, saat warna emas itu berpencar menjadi empat bola kecil yang tersambung dengan garis melengkung seperti cincin, bola-bola itu tiba-tiba berputar searah jarum jam, di depan Lie pun ruang terbelah, waktu berhenti dan pemandangan lembah dengan pohon tinggi terlihat.
Lie segera mendarat di atas pohon tertinggi yang dilihatnya, setelah dia berhenti ruang di belakangnya tertutup dan pemandangan kembali berubah menjadi kaki gunung yang penuh pepohonan, diman terlihat sebuah gua di dekat kami gunung itu.
Setelah memindai dengan persepsinya, Lie melangkahkan kakinya dan salam sekejap tiba di gua kaki gunung di atas lebah itu.