NovelToon NovelToon
Kutukan Arwah Tumbal Desa

Kutukan Arwah Tumbal Desa

Status: tamat
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Tumbal / Dendam Kesumat / Tamat
Popularitas:975
Nilai: 5
Nama Author: Miss_Dew

Keputusan Bian dan Tiara untuk pindah ke Rumah Warisan Kakek di Desa Raga Pati adalah sebuah kesalahan fatal. Rumah itu ternyata berdiri di atas tanah yang terikat oleh sebuah sumpah kuno: Kutukan Arwah Tumbal Desa.
Gangguan demi gangguan yang mengancam jiwa bahkan menjadikannya tumbal darah selanjutnya, membuat mental Bian dan Tiara mulai lelah dan ingin menyerah.

"Jangan pernah mencoba memecahkan apa pun yang sudah ada. Jangan membuka pintu yang sudah terkunci. Jangan mencoba mencari tahu kebenaran yang sudah lama kami kubur. Jika kalian tenang, rumah ini akan tenang. Jika kalian mengusik, maka ia akan mengusik kalian kembali."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melarikan diri dari desa

Napas Bian dan Tiara terengah-engah, membelah kabut tebal yang menyelimuti Desa Raga Pati di tengah malam. Mereka berlari tanpa alas kaki, rasa sakit dari batu dan kerikil di jalanan desa tertelan oleh rasa takut yang luar biasa. Mereka tidak tahu ke mana harus pergi, yang mereka tahu hanyalah harus menjauh dari rumah warisan itu, rumah yang kini telah menjadi wadah Arwah Tumbal dan kuburan bagi Mbah Pawiro yang hilang.

"Kita harus ke kantor polisi! Atau ke kantor Kepala Desa!" teriak Bian, suaranya parau.

"Polisi tidak akan percaya!" balas Tiara, air matanya bercampur keringat dan debu. "Mbah Pawiro adalah sesepuh mereka! Mereka akan mengira kita gila atau pembunuh!"

Kekalahan Mbah Pawiro oleh Arwah Tumbal di depan mata mereka seharusnya membawa kelegaan, tetapi yang mereka rasakan hanyalah teror yang berlipat ganda. Sang Dalang telah disingkirkan, tetapi Entitas yang ia kendalikan kini bebas tanpa kendali.

Mereka mencapai jalan utama desa. Keheningan di sini lebih menakutkan daripada kebisingan di dalam rumah. Jendela-jendela rumah warga tertutup rapat, seolah seluruh desa telah mati atau sedang berpura-pura tidur.

Mereka berhenti di depan rumah yang mereka yakini adalah kediaman Pak Rahmat, Kepala Desa. Bian menggedor pintu kayu itu dengan panik.

"Pak Rahmat! Tolong! Kami dalam bahaya! Ada yang terjadi di rumah kami!"

Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang membalas. Bian menggedor lagi, kali ini lebih keras, hingga tinjunya memar. Tiba-tiba, dari balik jendela, sebuah lubang kecil terbuka. Sepasang mata mengintip dari kegelapan.

"Pergi," bisik suara serak yang mereka kenali sebagai suara Pak Rahmat, Kepala Desa. "Kalian membawa sial. Kalian mengusik yang tidur. Pergi, sebelum seluruh desa menderita karena perbuatan kalian!"

Lubang itu tertutup kembali.

Kepala desa tidak hanya menolak membantu, ia menyalahkan mereka. Kutukan dan manipulasi Mbah Pawiro sudah terlalu mengakar di Desa Raga Pati.

"Tidak ada yang akan membantu kita di sini, Bian," kata Tiara, menarik tangan suaminya. "Mereka semua takut pada kekuatan yang tidak mereka mengerti."

Saat mereka berdiri di tengah jalan, terisolasi, Tiara teringat pada sosok terakhir yang mereka lihat, Jaga.

"Jaga," bisik Tiara. "Dia membantu kita. Dia menutup pintu logam itu dan membiarkan kita keluar. Dia bukan antek Mbah Pawiro."

"Aku tahu," kata Bian, mengingat anggukan dan upaya Jaga untuk melindungi mereka. "Dia melindungi warisan kakek. Tapi kenapa dia tidak bicara?"

Mereka memutuskan untuk mencari Jaga. Entah bagaimana, sosok bisu yang misterius itu kini menjadi satu-satunya harapan mereka.

Mereka kembali ke arah rumah warisan, tetapi memilih jalur memutar melalui gang sempit di samping kebun. Saat berjalan, Tiara melihat ke tanah. Di setiap persimpangan gang, ada sedikit taburan garam kasar yang terlihat samar di bawah sinar bulan.

"Garam..." Bian membungkuk. "Mbah Pawiro yang melakukannya?"

"Tidak," balas Tiara, teringat pada wadah air garam yang dibawa Jaga. "Mbah Pawiro menggunakan sihir kotor. Ini... ini adalah penangkal. Jaga. Jaga menaburkan garam ini di seluruh desa untuk melindungi mereka dari sesuatu."

Saat mereka mencapai belakang rumah warisan, di dekat sumur tua tempat pertama kali Tiara mendengar suara tangisan, mereka menemukan petunjuk.

Jaga tergeletak di rumput, wajahnya menghadap ke samping, tidak sadarkan diri. Di sampingnya, tongkat kayu Mbah Pawiro tergeletak, tetapi kali ini tongkat itu patah menjadi dua.

Bian bergegas ke Jaga. "Jaga! Bangun!"

Jaga tidak bergerak. Tiara memeriksa denyut nadinya. "Masih ada. Tapi lemah sekali. Dia pasti terluka parah saat Mbah Pawiro memukulnya, lalu dia menggunakan sisa tenaganya untuk kabur ke sini."

Saat Bian dengan hati-hati membalikkan tubuh Jaga, ia melihat sesuatu yang tersembunyi di balik kemeja Jaga yang compang-camping, sebuah liontin tua yang terbuat dari tulang kecil. Liontin itu menggantung pada tali kulit usang, terselip di balik kemejanya.

Bian menarik liontin itu keluar. Tepat di sebelahnya, di balik kemeja, ada sebuah bekas luka bakar melingkar di dada Jaga, yang tampak seperti tanda kutukan atau kepemilikan.

Tiba-tiba, Jaga membuka matanya. Matanya yang biasanya kosong kini memancarkan kejernihan yang menyakitkan. Ia menatap Bian, lalu liontin di tangan Bian.

Jaga meraih liontin itu, mencengkeramnya erat-erat, dan kemudian, ia melakukan hal yang tidak pernah mereka duga.

Ia berbicara.

Suaranya sangat serak, seperti pasir yang bergesekan, jelas karena sudah lama tidak digunakan. "Jangan... Jangan sentuh... dia."

Bian dan Tiara membeku. Jaga tidak bisu!

Jaga, kini menggunakan sisa-sisa kekuatannya, menatap langsung ke mata Tiara. "Wanita Pucat... Itu bukan kesalahan kakekmu sepenuhnya."

"Apa maksudmu?" desak Bian.

Jaga mencoba merangkak, menunjuk ke arah sumur tua. "Arwah... Dia mencari Liontin Tumbal ini. Ini adalah janji... kakekmu... kepada arwah itu. Ini ikatan."

Jaga menjelaskan, dengan kalimat terputus-putus, bahwa kakek Pranoto memang mengkhianati Wanita Pucat (Arwah Tumbal), tetapi bukan karena egois. Pranoto berjanji untuk menjaga liontin ini dan membebaskan arwah itu pada waktu yang tepat. Jaga adalah penjaga janji yang ditugaskan oleh Pranoto sebelum ia melarikan diri dari desa. Liontin itu adalah satu-satunya benda yang bisa menghentikan amukan Arwah Tumbal untuk sementara.

"Mbah Pawiro... dia tahu... liontin... itu ada pada saya. Dia memukul... saya. Dia ingin... liontin itu... untuk menyempurnakan kutukannya. Untuk... mengikat arwah itu... sebagai budaknya."

Kini, semuanya jelas. Jaga adalah pelindung, bukan budak Mbah Pawiro. Kebisuan Jaga adalah bagian dari perlindungan diri agar Mbah Pawiro tidak bisa mengetahui rahasianya. Simbol mata tunggal yang dilihat Tiara di telapak tangan Jaga bukan tanda kepemilikan, melainkan simbol sumpah kuno yang ia pegang bersama kakek Bian.

"Mengapa Anda tidak bicara sebelumnya?" tanya Tiara, suaranya dipenuhi rasa bersalah karena telah mencurigainya.

"Tidak ada... yang boleh tahu," bisik Jaga. "Mbah Pawiro... punya mata di mana-mana. Sekarang... dia sudah pergi... tetapi... Arwah Tumbal... sudah bebas."

Tiba-tiba, Jaga tersentak. Ia mencengkeram liontin itu semakin erat. Matanya terbelalak, bukan karena rasa sakit fisik, tetapi karena teror supranatural.

"Dia... dia datang..."

Di belakang sumur, kabut tebal mulai berputar-putar. Suhu udara turun drastis, membuat napas Bian dan Tiara berubah menjadi embun tebal.

"Ambil ini!" Jaga mendorong liontin itu ke tangan Bian. "Bawalah ke tempat... yang paling gelap. Sumpah... harus dipenuhi... atau... dia akan menghancurkan desa... dan kalian."

Jaga menatap sumur, lalu ke arah Bian dan Tiara. Ada air mata yang mengalir dari mata Jaga, air mata yang bercampur dengan debu.

"Lari. Sekarang!"

Saat Jaga berteriak, Arwah Tumbal itu muncul. Ia melayang dari balik kabut sumur, tidak lagi malu-malu. Ia kini hadir dengan wujud penuh, dikelilingi oleh aura dingin dan pasir yang berputar.

Arwah itu tidak melihat Bian atau Tiara. Matanya yang cekung hanya tertuju pada Jaga.

"Kau... pengkhianat sumpah kedua," suara Arwah itu, dingin dan melengking, langsung menusuk pikiran mereka, membuat kepala Tiara terasa seperti ingin pecah.

Jaga tidak berteriak. Ia hanya menatap Arwah Tumbal itu dengan tatapan penyesalan dan pengorbanan.

Arwah itu melayang ke arah Jaga. Tangan pucatnya meraih kepala Jaga.

Jaga ambruk seketika. Tubuhnya kini benar-benar lemas, matanya kosong.

Arwah Tumbal itu kemudian menoleh. Ia kini tahu Bian yang memegang liontin itu. Tatapannya, yang penuh kebencian dan dendam yang tak terlukiskan, tertuju pada Bian.

"Kau... Keturunan Pranoto. Liontin itu milikku. Berikan padaku, atau aku akan mengambil jiwamu dan menjadikannya tumbal abadi!"

Bian mencengkeram liontin tulang itu, rasa panas menyengat dari liontin itu menjalar ke telapak tangannya.

Ia dan Tiara lari, meninggalkan Jaga yang kini telah menjadi korban tumbal.

Mereka berlari tanpa arah, menembus kabut desa, dikejar oleh amarah Arwah yang kini telah dilepaskan dari kendali Mbah Pawiro. Desa Raga Pati tidak lagi tenang. Rintihan arwah terdengar dari rumah-rumah warga, seolah Arwah Tumbal itu kini menyerang seluruh desa.

Mereka tiba di perbatasan desa, di jalan yang mengarah ke hutan lebat. Tiara melihat sepasang lampu mobil melaju cepat.

"Mobil! Bian, kita bisa menumpang!"

Mereka berlari ke tengah jalan. Mobil itu, sebuah truk pikap tua, mengerem mendadak. Pengemudinya adalah Fajar, pemuda desa yang mereka temui singkat.

"Kalian gila!" seru Fajar. "Cepat naik! Aku harus keluar dari desa ini! Ada yang tidak beres!"

Bian dan Tiara melompat ke belakang bak truk, bersembunyi di balik terpal. Truk itu melaju kencang, meninggalkan desa yang diselimuti kabut dan rintihan.

Saat mereka melintasi gerbang desa, Tiara melihat ke belakang untuk terakhir kalinya.

Di puncak bukit yang menaungi desa, Arwah Tumbal itu berdiri, di sampingnya, sebuah bayangan lain yang lebih gelap, membentuk sosok yang menyerupai Mbah Pawiro.

Arwah Tumbal itu menatap ke arah mereka, tetapi bayangan gelap Mbah Pawiro yang kini melambaikan tangan, seolah mengirim mereka sebuah pesan:

Kau bisa keluar dari desa, tetapi kutukan tidak pernah pergi. Ia hanya mencari tempat persembunyian baru.

Di tangan Bian, liontin tulang itu terasa semakin panas, seolah-olah Kutukan Arwah Tumbal Desa kini telah menempel pada mereka.

1
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🪷ᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛ ⍣⃝✰
penasaran yg sama, siapakah jaga? dia hitam atau putih?
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🪷ᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛ ⍣⃝✰
oh ini tulisan tangan Pranoto, gak cetak miring aku kira narasi 😅
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🪷ᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛ ⍣⃝✰
maksude rumah Pranoto itu gerbang dua dunia gtu ya? Pranoto nya kmna coba? belum mati kan?
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅: Yuph bener...

udh mati.. hhee..
kan itu Bian dapet warisan rumah kakeknya
total 1 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🪷ᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛ ⍣⃝✰
oalah ternyata masih berlanjut toh
𝕐𝕆𝕊ℍuaˢ
Jaga terasa menjadi tokoh utama.
sampai di bab ini, setiap baca gw cuma bisa,
"woh... wah... wah!"
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅: emang... goib🥺🤣
total 3 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
terus-menerus teror nya
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
mbah Pranoto masih idup kan?
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
kebal banget Prawiro
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
jadi gmna ini, gak ada lagi yg baiknya selain pasutri itu?
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
oalah ternyata spt itu, bener yg Pawiro yg ada sesuatu
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
Mbah Pawiro itu sesepuh desa yg bertamu tadi? klu kakeknya Bian Mbah Pranoto bkn Miss?
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅: yuph.. bener.. Bian cucu Pranoto 😁
total 1 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAnggrekᴰⁱᴷᵃ ˢ⍣⃟ₛѕ⍣⃝✰
koq serem miss
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
waduh kalah bian dan Tiara yg terperangkap, kasihan oh kasihan🤭🤣
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
makin runyam ya bian🤭 semangat bian Tiara 🤣😅
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
lahh knp liontin nya gak di buang saja kalo bian tetap dikejar sampai ke ujung dunia pun kutukan itu takkan putus🤭🤣
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅: kan, Kaga bilang, kalau liontin itu tidak boleh di jatuh ke tangan orang lain. Nanti Kutukan itu nggak bisa diputus👻
total 1 replies
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
seru Miss cerita horor inii, haruss berlanjut
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
wah berarti jaga itu baik mau memperingati bian dan Tiara tapi mereka yg berbeda pendapat atas kecurigaan mereka terhadap sikap jaga yg aneh. karena jaga memperingati mereka dengan isyarat bukan ngomong secara langsung jadi gak lngsung dipahami oleh bian dan istrinya, dan kini setelah menyadari semuanya sudah terlambat
ᴳᴿ🐅иąв𝖎ƖƖą ≛⃝⃕|ℙ$
inii mksdnya jangan memecahkan apa yg ada, berarti itu setan gak bisa masuk rumah dan kacanya sekarang pecah jadi bisa masuk rumah itu kah🤔🤔🤔
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅: bukan😁😁😁.
maksudnya, jangan mencari tahu rahasia yang tersimpan.
atau bahasa gaulnya.. nggak ush kepo😭
total 1 replies
∑(Elite Squad ̄□ ̄;)
kalau rumah lama gak ditempati apalgi dingin. udah pasti banyak pemghuni nya sih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!