Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Faiz terkejut ketika sedang ngobrol bersama Dilla membicarakan si kembar, tiba-tiba Chana muncul di kamarnya menggandeng seorang wanita, dan dengan seenaknya mengusir Faiz, padahal Chana sudah pindah dari rumah Barra.
"Saya tidak akan pergi, sebelum Tuan Barra kembali dari luar negeri Nyonya" Faiz menatap wanita di sebelah Chana yang akan menggantikan Faiz menyusui. Wanita yang lebih muda dari Faiz itu menatapnya datar.
"Saya sudah membicarakan dengan Barra, dan Dia sudah setuju. Sekarang kemasi barang-barang kamu." paksa Chana mendorong-dorong tubuh Faiz.
"Saya tidak percaya Nyonya, karena Tuan Barra tahu, si kembar tidak semudah itu didekati orang asing, apa lagi disusui," Faiz menatap wanita yang bersama Chana agar dia tahu yang sebenarnya.
"Benar kata Kak Faiz Nyonya, si kembar ini tidak mudah dekat dengan orang lain" Dilla menceritakan, walaupun ia datang kemari hanya selisih dua hari dengan Faiz, tapi si kembar sering menolak jika dia gendong, apa lagi orang yang baru masuk rumah ini.
"Kamu jangan ikut campur, kalau tidak mau tunduk dengan aturan saya, lebih baik pergi juga." Chana gantian mengusir Dilla. Dilla pun akhirnya diam, jika bukan karena demi si kembar, ia rasanya ingin pergi dari rumah ini demi harga diri.
"Saya tetap tidak akan pergi Nyonya. Jika Tuan Barra sendiri yang menyuruh, saya baru akan pergi" Faiz tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Merogoh saku ambil handphone kemudian menekan nomor telepon tuan Barra yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Namun, nomor Barra tidak aktif.
"Hahaha... kamu pikir bakal diangkat? Barra sudah ganti nomer handphone, dan hanya saya yang tahu. Makanya kamu jangan sok tahu Faiz!" Chana tertawa menyebalkan.
"Saya tidak percaya, Nyonya." Bantah Faiz, sangsi jika Barra mau berbagi nomor handphone dengan Chana, mengingat hubungannya selama ini tidak baik.
Pertengkaran pun terjadi, Faiz tidak mau mengalah lagi, karena jika sampai si kembar disusui oleh wanita yang baru datang itu tidak akan mau.
"Kamu menantang saya?!" Tandas Chana, dia marah merasa kata-katanya terus dilawan. Wanita itu menyeret Faiz keluar kamar dengan paksa. "Pergi dari sini, jika tidak, saya akan panggilkan satpam komplek" Lanjut Chana, padahal seharusnya dia itu yang harus digelandang satpam.
"Jangan seret-seret saya, saya bisa pergi sendiri," Faiz mendorong cengkraman tangan Chana hingga terlepas. Ia lebih baik mengalah daripada bertengkar, dan pada akhirnya tetap kalah karena tidak ada Barra. Faiz kembali ke kamar, mengeluarkan tas dari lemari pakaian.
Dilla tidak berkata-kata selain menangis menatap Faiz yang memasukkan pakaian ke dalam tas. Entah bagaimana dengan si kembar setelah tidak ada Faiz nanti. Sedangkan ia sendiri pun belum mampu mengurus mereka. Walaupun ada penggantinya belum tentu Rohman dan Rohim mau menerima.
"Mau apa lagi kamu! Jangan dekati cucu saya" Chana menghalangi Faiz yang akan mendekati box.
"Izinkan saya pamit mereka untuk yang terakhir kali Nyonya" Faiz memohon, karena Chana tidak mau minggir, dia berputar ke sebelah.
"Dasar bodoh, mana dia tahu, bayi kok kamu pamiti." Chana ngomel-ngomel sendiri.
Sementara Faiz menyentuh pipi Rohman dan Rohim yang sedang pulas. "Maafkan sayang... Ibu harus pergi. Jika Ibu boleh memilih, ingin bersama kalian selamanya. Tapi apa boleh buat, ada tembok penyekat yang sulit Ibu tembus" Faiz mencium pipi si kembar bergantian. Air matanya bercucuran membasahi pipi si kembar.
"Aku pergi La, titip anak-anak." Faiz memeluk Dilla sambil berbisik, agar telepon dirinya ketika si kembar tidak bisa di atasi.
"Kak Faiz..." Dilla terisak-isak.
"Dilla, aku yakin kamu bisa merawat anak-anak" Faiz meyakinkan Dilla, lalu melepas pelukannya. Faiz angkat tas pakaian yang sudah dia siapkan di lantai, dengan langkah berat meninggalkan kamar.
Dalam perjalanan dia terus meneteskan air mata, selama beberapa bulan ini takut kehilangan si kembar, dan pada akhirnya kini terjadi. Faiz selama ini menganggap si kembar adalah bayi yang lahir dari rahimnya. Maka begitu terpukul ketika kehilangan seperti sekarang.
Sementara itu di kamar, Chana pun mengusir Dilla juga karena protes atas kepergian Faiz.
"Jangan usir saya Nyonya, kasihan si kembar." Dilla bukan takut kehilangan pekerjaan, setelah kembali ke yayasan nanti tentu akan disalurkan kembali. Namun, bagaimana dengan anak-anak.
"Kasihan kenapa? Mereka akan aman dalam asuhan Ratih." jawabnya, dia pikir semudah itu. "Pergi! Nunggu apa lagi?!" Tandas Chana.
Dilla pun akhirnya pergi, hanya tinggal Ratih dan Chana di kamar itu.
"Biar mereka pergi Ratih, sekarang kamu yang akan merawat si kembar." Chana tertawa, selama ini Faiz berani melewannya maka harus tanggung akibatnya.
Satu jam kemudian, si kembar sudah bangun dari tidur. Keduanya menangis minta asi. Namun, Ratih kebingungan bagaimana caranya menyusui dua sekaligus.
Terpaksa dia angkat Rohman lebih dulu, namun ketika ia beri asi tidak mau. Ratih menidurkan Rohman kembali, lalu menyusui Rohim. Tetapi Rohim pun tidak mau ketika dia masukan pu*ing susu.
"Oeeekk... Oeeek... Oeeek...
Tangis keduanya semakin kencang, Chana pun akhirnya masuk ke kamar.
"Cepat susui Ratih, kalau hanya kamu goyang-goyang gitu, mereka tidak akan diam," sergah Chana. Sudah lima belas menit dia mendengar tangisan si kembar tidak juga diam.
"Mereka tidak mau saya susui Nyonya," Ratih bingung sendiri, sembari menggendong Rohman, sedangkan Rohim menangis tak kalah kencang di dalam box.
"Ayo, gendong Nenek" Chana mengangkat Rohim untuk yang pertama kali. Namun, Rohim menangis lebih kencang karena di gendong oleh orang asing.
Kedua wanita itu mencoba berbagai cara mendiamkan si kembar, tapi tidak berhasil. Chana menggendong Arrohim keluar kamar.
"Bibi... bagaimana caranya mendiamkan si kembar?" Chana menemui bibi di dapur
"Loh, memang Mbak Faiz sama Dilla kemana Nyonya?" Bibi baru pulang dari pasar tidak tahu jika Faiz dan Dilla diusir.
"Saya juga nggak tahu, begitu sampai rumah ini mereka sudah tidak ada." Chana berbohong.
Bibi mengeryit heran, tidak mungkin jika Faiz sampai pergi berdua dengan Dilla. Bibi menangkap ada yang terjadi di rumah ini selama dia pergi ke pasar. Namun, wanita itu tidak mau protes karena takut. "Jangan-jangan Mbak Faiz sama Dilla diusir" batin bibi.
"Gendong bibi yuk..." Bibi ambil alih Rohim dari gendongan Chana, tapi tidak juga diam. "Hanya Mbak Faiz yang bisa mendiamkan mereka Nyonya." Bibi sedih menatap Rohim yang menjerit-jerit.
Muncul lagi Rohman yang digendong wanita entah siapa menangis tak kalah kencang. Bibi semakin yakin jika Faiz diusir
"Coba susui lagi Ratih." Chana hanya bisa memerintah.
"Sudah berkali-kali saya coba tetap tidak mau Nyonya." Ratih nampak menyerah.
"Coba kamu ganti baju, pakai wangi-wangian jangan bau ketek begitu, mana mau mereka." Chana ambil alih Rohman menyuruh Ratih ganti baju. Sebab, Chana selalu mencium aroma wangi bila dekat dengan Faiz, mungkin itu penyebabnya.
Tengtong-Tengtong.
Di luar ada yang menekan bel, bibi berjalan ke depan hendak membuka pintu sambil menggendong Arrohim yang masih menjerit-jerit.
...~Bersambung~...
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....
lanjut...
semangat...
terima ajaaa
mau dkasih hadiah kah.?? atau perpnjang kontrak... 🤭
lanjut kak