Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Hilda
Hilda menyusuri gelapnya malam dengan berjalan kaki. Setelah pergi dari kontrakan, Ia memutuskan untuk pergi ke kota S.
Bukan tanpa alasan Hilda ingin pergi dari kontrakan, Ia tak sanggup lagi menerima teror dari seseorang yang sama sekali tak pernah ia ketahui. Setahu Hilda, dia tak pernah memiliki musuh. Ia juga tak pernah membenci seseorang kecuali.. Novia.
Ah. Hilda menggelengkan kepalanya. Membuang jauh pikiran buruk tentang wanita itu. Lagi pula untuk apa wanita itu menerornya setiap hari? Bukankah Novia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan?.
Sekarang baru menunjukkan pukul 20:00. Entah Mengapa Jalan raya malam ini terasa begitu sepi. Hanya ada beberapa motor yang melintas dengan kecepatan tinggi. Terkesan horor memang, tapi Hilda tak menghiraukannya.
Karena tak ada ojek yang mangkal di perempatan jalan, akhirnya ia harus berjalan seorang diri menyusuri gelapnya malam. Yang terpenting saat ini Ia bisa sampai ke terminal dengan cepat.
Telah jauh kaki melangkah, tiba tiba saja Hilda merasakan ada sesuatu yang aneh dari arah belakang.
Benar saja, saat dia menoleh ke belakang ternyata ada sebuah mobil dengan lampu menyala terang tengah berjalan searah dengannya. Kali ini Hilda yakin kalau mobil yang ada di belakang memiliki niat buruk terhadapnya.
Dengan menarik nafas dalam, Hilda mulai bersiap. Saat mobil melaju sangat kencang, saat itu juga Hilda langsung melompat ke semak semak yang ada di samping jalan raya.
Hilda terjatuh. Beruntunglah pada saat yang bersamaan ada sebuah mobil yang juga lewat searah dengan mobil yang akan menabraknya tadi. Sebenarnya mobil itu sempat berhenti, namun tak lama kemudian mobil itu melaju lagi tanpa henti.
Aw..
Hilda meringis kesakitan saat tubuhnya lecet dan perih terkena semak-semak berdaun kasar dan ranting yang sudah kering. Beruntunglah semak-semak itu menjulang tinggi melebihi dirinya. Jika tidak, mungkin ia akan di celakai ulang oleh orang yang ada di mobil itu.
"Aduh, Perutku sakit sekali" Hilda memegang perut bagian bawahnya yang terasa nyeri. Seperti kram.
Ia berjalan pelan menuju daerah yang tak ditumbuhi rumput liar. Duduk dengan perlahan. Memijat dan mengurut pelan pelan perutnya sendiri dari bawah ke atas.
Ingin sekali dia pergi ke rumah sakit. Namun keadaan tak memungkinkan. Selain akan memakan waktu yang lebih lama, Ia juga tak memiliki banyak uang untuk berobat. Uang yang hanya ia bawa tak seberapa itu pun akan ia gunakan untuk transportasi dan juga untuk makan dirinya selama beberapa hari ke depan sebelum ia memiliki pekerjaan dan penghasilan.
Setelah di rasa agak membaik, Hilda kembali ke jalan. Berharap ada kendaraan yang bisa ia mintai tumpangan.
"Ya Allah, tolonglah hamba. Bantu hamba sampai ke terminal dengan cepat dan selamat." Hanya doa yang bisa Hilda panjatkan.
Seperti sebuah keajaiban. Doa yang baru saja ia panjatkan pun langsung menuai hasil. Ada seorang laki laki paruh baya dengan membawa seorang anak perempuan kecil duduk di depan motor menggunakan kursi rotan yang di desain khusus untuk motor matic tengah berhenti tepat di depannya dan menawarkan tumpangan.
"Bapak yakin mau mengantarkan saya sampai ke terminal?"
"Iya neng, saya antar sampai ke terminal. Lagi pula tidak jauh kok dari tempat tinggal saya."
"Ya Allah, terimakasih ya pak."
"Tidak apa apa. Saya hanya tidak tega melihat perempuan berjalan sendirian di malam gelap seperti ini. Saya takut terjadi apa-apa sama Neng.Seperti apa yang dialami adik saya dulu, meregang nyawa karena ulah para pemotor ugal ugalan yang tak bertanggung jawab."
"Adik bapak meninggal?"
"Ya, di tabrak lari sama geng motor yang pada mabuk."
"Tutut berduka cita ya pak."
"Kejadiannya sudah lama kok. Saat bapak juga masih bujang dulu. Sekarang mah bapak udah punya anak tiga."
"Oh.. Jadi karena itu ya, bapak sering memberikan tumpangan pada wanita-wanita yang berjalan sendiri di tengah malam."
"Ya begitulah neng."
"MasyaAllah. Semoga niat baik bapak membawa berkah untuk bapak dan keluarga ya pak?"
"Amiin."
Hilda tersenyum manis karena akhirnya ia bertemu dengan orang baik.
Tak berapa lama kemudian Hilda sampai ke terminal. Bus jurusan kota S akan berangkat lima belas menit lagi. Waktu yang tak berapa lama itu ia gunakan untuk membuka ponsel yang sudah ia matikan beberapa hari.
Saat ponsel menyala, banyak sekali notifikasi masuk. Mulai dari pesan dan notifikasi panggilan saling berurutan menampakkan diri.
9 kali panggilan dari Dimas dan 32 Kali panggilan dari Reyhan.
Hilda mengabaikan notifikasi itu kemudian Ia membuka di bagian pesan.
Dimas
✉️ Hilda, kamu dimana?
✉️ Hilda, bisa kita bertemu? Sebentar saja.
✉️ Hilda, Kenapa ponsel mu mati?
✉️ Hilda, hubungi aku jika kau sudah aktif ya. Ada yang mau aku bicarakan.
Hilda tak membalas satupun pesan dari Dimas. Ia kemudian membuka pesan lainnya.
Reyhan
✉️ Hilda, kamu dimana?
✉️ Hilda maafkan aku.
✉️ Aku baru tau semua kabar tentangmu. Maafkan aku yang tak bisa menjagamu.
✉️ Tolong beritahu aku kemana kamu pergi?
✉️ Hilda, jawab aku.
Hilda juga tak membalas pesan dari Reyhan.
Sementara itu, Reyhan yang kebetulan sedang membuka ponsel langsung membulat saat melihat pesan yang ia tinggalkan untuk Hilda telah terbaca. Dan saat melihat status aplikasinya masih online, tak pikir panjang, Reyhan segera menelpon Hilda.
Hilda bingung, apakah ia akan menjawab panggilan itu atau tidak. Di satu sisi, ia tak ingin merepotkan adik dari sahabatnya. Disisi lain, Ia juga tau kalau Reyhan pasti sedang mencemaskannya saat ini.
Hilda bukanlah wanita yang egois. Ia pun memilih untuk menjawab panggilan itu.
"Halo Rey.."
"Hilda, alhamdulillah akhirnya kamu menjawab panggilanku."
"Ada apa?."
"Kamu dimana? Kenapa kamu pergi gak bilang dulu? Cepat share lokasi kamu. Aku akan menjemputmu."
"Aku baik baik saja kok. Kau tidak perlu hawatir."
"Jelas saja aku hawatir. Ibu kontrakan sudah cerita semua tentang kejadian yang menimpamu kemarin."
"Aku gak papa kok."
"Ya sudah, cepat share lokasi kamu. Aku kesana sekarang."
"Maaf Rey. Sudah dulu ya. Bus nya sudah mau berangkat. Terima kasih untuk semua kebaikanmu dan juga kakakmu. Maaf kalo aku selalu merepotkan kalian berdua."
Tit. Panggilan berakhir.
"Hilda! Hilda!"
Sial! Panggilan nya terputus.
Reyhan mengulangi panggilan itu. Namun sayangnya, ponsel Hilda sudah tidak aktif lagi.
Tunggu dulu, Bus? Itu artinya, Hilda sedang ada di Terminal?
Reyhan segera memakai jaket kulit yang tergantung di pintu kamar, lalu menyambar kunci motor gede miliknya. Ia pikir tak akan keburu kalau dirinya mengendarai mobil saat ini. Reyhan hanya berharap ia memiliki waktu yang cukup untuk sampai ke terminal terdekat dari kontrakan Hilda.
.
.
.