Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kelabu yang menyelimuti rumah tangga selama lima tahun?
Khalisah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan yang dipilih mertuanya.
Sosok ceria, lugu, dan bertingkah apa adanya adalah Hara yang merupakan teman masa kecil Abizar yang menjadi adik madu Khalisah, dapat mengkuningkan suasana serta merta hati yang mengikuti. Namun mengabu-abukan hati Khalisah yang biru.
Bagaimana dengan kombinasi ini? Apa akan menjadi masalah bila ditambahkan oranye ke dalamnya?
Instagram: @girl_rain67
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
E. 27~ Akhirnya
Sebesar apapun langkah yang diambil Khalisah, tetap saja laki-laki di sebelahnya berhasil mensejajarkan dengan dirinya.
Jadilah mereka tontonan orang-orang hotel yang melihat mereka bagaikan di drama-drama Korea. Sampai akhirnya Khalisah bernapas lega ketika menggapai basement.
"Itu motornya," cetus Edgar menunjuk motor sport hitam yang berjarak beberapa meter dari mereka.
Sesaat Khalisah menganga, dan selanjutnya tertawa hambar. Menghampiri motor yang menurutnya di tunjuk laki-laki itu.
"Ini 'kan?" papar Khalisah seraya memeluk motor Vario hitam.
Edgar menaikkan alisnya dan tersenyum gemas dibalik maskernya. Memalingkan muka sesaat ke arahnya motornya. "Yang di sebelahnya, Dahi."
Sontak dahi Khalisah mengkerut. "Kamu bercanda?"
"Enggak, aku serius."
Khalisah tak berkata lagi. Langsung menaiki motor dan memasukkan kuncinya serta menaikkan standar. Tidak susah, bajunya lebar dan tinggi badannya plus pengalaman bawa motornya lima tahun lalu. Bagaimana menurut orang yang memberikan motor ini? Sesuai 'kan?
Stres, batin Khalisah memaki Edgar.
"Oh ya, pakai speaker. Aku akan mengarahkan kamu ke tempatnya Abizar," kata Edgar dengan suaranya yang membuat bulu Khalisah berdiri.
Perasaan dulu cempreng. Khalisah menurut. Memasukkan speaker bluetooth ke dalam hijab kebesarannya menuju telinga, kemudian memakai helm.
Baru panggilannya diterima Khalisah, wanitanya itu sudah melajukan motor saja. Membuat Edgar bergegas menaiki motor varionya dan mengejar Khalisah.
Sedang Khalisah yang melihat dari kaca spion Edgar yang membawa motor Vario, mukanya memerah saking kesalnya. Giginya bergemelutuk saking geramnya.
Seharusnya aku tau. Padahal Khalisah merasa sangat mengenal laki-laki itu, tapi mengapa masih bisa dikerjai?
Jadilah kemarahannya ia lampiaskan pada motor dengan membawanya capat di atas 100.
"Bagus, kita memang sedang terburu-buru." Suara Edgar yang terdengar lewat speaker.
"Belok kiri."
Khalisah memiringkan motornya hampir mencapai aspal hingga disoraki pengendara lain.
Ada yang senang atas aksinya, ada juga yang mengumpatinya. Di sisi Edgar, justru ia menyesalinya keputusannya. Jantungnya secara dicopot paksa setiap kali Khalisah melakukannya, apalagi sewaktu menyalip kendaraan. Ruang dadanya seakan berdisko.
Seharusnya aku saja yang membawa motor ayah Fauzan. Batinnya menyerukan penyesalannya.
"Ki-kiri." Menyebabkan Edgar takut sendiri setiap kali memberi arahan pada kekasihnya.
Dan الحمد لله, mereka memasuki jalanan dengan banyak pepohonan di pinggirannya, sehingga Edgar bisa bernapas lega. Rautnya berubah datar ketika Khalisah memelankan laju motor agar sejajar dengan dirinya.
Alhasil, Khalisah yang mendapat respon mata yang sulit diartikan olehnya membuat Khalisah lebih mundur, dan mengikuti motor laki-laki itu saja.
"Ikuti aku," seru yang terdengar di telinganya.
Dalam beberapa menit Edgar menghentikan motornya, dan Khalisah mengikuti perbuatannya.
Edgar melepas helm, lalu menyugar rambutnya. Dan adegan itu berhasil membekukan Khalisah beberapa detik hingga menjatuhkan helm yang dilepaskan, ia tersadar.
Bodoh.
Hendak berjongkok untuk mengambil, tetapi Edgar lebih cepat dalam meraih helmnya. "Di dalam bangunan itu."
Mengikuti gerakan kepala Edgar yang mengisyaratkan ke sebuah bangunan yang kelihatan tua.
Khalisah tak bisa melepaskan pandangannya, pelan-pelan berjalan di awal tapi menjadi lebih cepat sejalan dengan pemikirannya.
Mas Abi.... Enggak mungkin!
"Khalisah," panggil Edgar yang diabaikan wanita itu sepenuhnya. Kakinya mencoba menyusul Khalisah tanpa suara.
"Bersiap di posisi kalian," titah Edgar melalui earpiece yang dipakainya di telinga. Melangkah lebih cepat dan meraih lengan Khalisah yang sepertinya tidak bisa mengendalikan diri.
Khalisah menyentak lengannya supaya pegangan Edgar terlepas. Bukan apa, dirinya memang tidak suka disentuh yang bukan mahram, meski kesadarannya semakin terkikis karena begitu memasuki halaman bangunan ia mendapati mobil yang sangat dikenalnya.
"Tenanglah, Khalisah."
Telinganya mendadak tuli, akibatnya Khalisah dengan membara memasuki bangunan itu. Dan ketika kakinya menapak di ruang paling ujung, matanya terbelalak.
"Kau membawa barangnya, Nuan? Kami sudah lama menunggumu." Abizar yang sedang melambung-lambungkan plastik kecil menggunakan tangan di depan temannya berhenti, lantaran tak mendapat sahutan. Ia menoleh, alangkah terkejutnya mendapati Khalisah di sana dan lelaki di belakangnya yang mengacungkan pistol.
"Kha-Khalisah?" Seluruh saraf Abizar seolah berhenti bekerja, tubuhnya terpaku diam melihat istrinya menatapnya kecewa.
"Apa ini, Mas?" Khalisah mendekati kardus yang membuatnya penasaran. Dipegangnya satu kardus, kemudian dihempaskannya sekuat tenaga hingga isinya berhambur.
Plastik-plastik kecil itu berhamburan kemana-mana.
"Hei, kau." Teman Abizar hendak mendekati Khalisah, namun ditahan Abizar.
"Kepung tempat ini," seru Edgar.
Dalam segera tempat ini dikelilingi polisi yang mengacungkan pistol ke Abizar dan temannya.
"Sial," umpat temannya.
Abizar mengangkat kedua tangannya, namun temannya berpikir cepat mencoba meraih wanita di dekatnya yang tak bereaksi.
Langsung saja Abizar menendang kaki temannya itu seakan tahu maksud arah tangan temannya. "Jangan sentuh istriku!"
Selanjutnya Abizar kembali menatap Khalisah. "Khalisah, dengarkan Mas. Mas akan--"
"Diam!"
Abizar tak bisa melanjutkan kalimatnya, apalagi netranya menangkap air mata yang mengalir deras di pipi wanitanya.
Dadanya sakit dan napasnya menjadi tak beraturan. Dan sedikit demi sedikit semuanya berubah menjadi gelap.
"Khalisah!"
Dengan sigap Edgar menangkap Khalisah yang tidak sadarkan diri.
"Lepaskan! Jangan sentuh istriku! Istriku tidak suka disentuh yang bukan mahramnya!" teriak Abizar yang memberontak saat polisi mencoba memasang borgol.
Menutup mata akibat mendengar penuturan Abizar yang benar adanya. Edgar menggendong Khalisah di depan dada dan membawanya ke hadapan Abizar sehingga pria itu berhenti melawan.
"Antarkan Khalisah ke rumah sakit. Dia akan marah jika tau aku menggendongnya," tutur Edgar memandang sendu wajah Khalisah yang kering dengan air mata.
Abizar tertegun.
Polisi yang hendak memasang borgol mundur, namun tetap waspada dengan mengacungkan pistol.
Diterimanya Khalisah ke dalam pangkuannya. Abizar bisa merasakan ketulusan sosok separuh hidup istrinya ini lewat dia yang memikirkan prinsip Khalisah, sehingga jadilah Khalisah dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil polisi dalam keadaan sang istri duduk di pangkuannya.
"Maaf." Abizar mendekap Khalisah erat. Mencoba merasakan ketenangan dalam suasana bisingnya sirine mobil polisi yang mengelilingi mereka.
Mengecup kening sang istri dan berucap, "Selamat tinggal, Khalisatul Ula."
Begitulah sayup-sayup suara terdengar, sehingga membangun Khalisah menjadikan posisinya terduduk. "Mas Abi."
Napasnya terengah-engah, dan air matanya kembali jatuh.
"Khalisah."
Menoleh ke sumber suara yang rupanya mendekatinya. Khalisah mengangkat satu tangannya. "Menjauh dariku."
"Khalisah." Namun Edgar menghiraukannya.
"Pergi!" Mendadak Khalisah histeris dan melempari bantal pada Edgar. "Aku membencimu, Edgar Damian!"
Sontak tubuh Edgar membeku.
...☠️...
...☠️...
...☠️...
Sejauh ini gimana?
Ada yang mau disampaikan ke Rain atau guru Rain: Tisara Al-Muchtar 'nggak?