NovelToon NovelToon
R²

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Caramels_

Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera

"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-

"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27

Pesawat yang membawa Rissa akhirnya mendarat di Istanbul, Turki. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang sejak tadi tak kunjung reda. Turbulensi selama penerbangan sudah cukup menguras energi, tetapi sekarang tantangan yang lebih besar menantinya—memulai kehidupan baru di negeri asing.

Saat pintu pesawat terbuka, angin sejuk langsung menyambutnya. Udara Istanbul terasa lebih dingin dibandingkan kota asalnya, menandakan bahwa musim semi masih bertahan. Ia merapatkan jaketnya, lalu mengikuti antrean penumpang.

Setelah melalui pemeriksaan paspor dan mengambil koper di area bagasi, Rissa melangkah keluar dari bandara. Ia memandangi sekitar dengan perasaan campur aduk—takjub sekaligus cemas. Meski sudah sering melihat foto dan video tentang Turki, kini ia benar-benar berdiri di tanah asing, jauh dari rumah, jauh dari orang-orang yang ia cintai.

Sebuah papan bertuliskan "Istanbul University International Student Pickup" menarik perhatiannya. Ia segera berjalan ke arah beberapa orang yang mengenakan jaket universitas.

"Selamat datang di Istanbul! Kamu Rissa, kan?" tanya seorang perempuan berambut sebahu dengan aksen bahasa Inggris yang terdengar jelas. "Saya Tata, mahasiswa tahun kedua di sini. Saya dan teman-teman bertugas menjemput mahasiswa baru. Kami semua disini juga berasal dari Indonesia,"

Rissa tersenyum lega. "Iya, Saya Rissa. Senang bertemu denganmu, Kak Tata,"

"Panggil Tata saja,"

"E-eh iya Tata,"

"Bagus! Ayo, koper kamu biar kami bantu. Setelah ini, kita langsung menuju asrama," kata Tata dengan ramah.

Seorang mahasiswa lain, seorang pria tinggi berkulit sawo matang, membantu membawa koper Rissa ke mobil yang sudah disiapkan. "Kenalin, aku Putra," katanya singkat.

"Terima kasih, Putra," balas Rissa sopan.

Setelah semua barang dimuat, mereka naik ke dalam mobil. Selama perjalanan, Rissa menatap keluar jendela, menikmati pemandangan kota Istanbul yang menakjubkan. Gedung-gedung bersejarah berdiri megah di antara bangunan modern, sementara jalanan ramai dengan aktivitas warga.

"Jadi, ini pertama kalinya kamu ke luar negeri?" tanya Tata, memecah keheningan.

Rissa mengangguk. "Iya. Rasanya masih nggak percaya kalau aku benar-benar ada di sini sekarang."

Putra, yang duduk di kursi depan, tertawa kecil. "Semua orang merasa seperti itu di awal. Tapi percayalah, lama-lama kamu akan terbiasa dan jatuh cinta dengan tempat ini."

Rissa tersenyum. Ia berharap kata-kata Putra benar.

...****************...

Setelah sekitar satu jam perjalanan, mereka tiba di kawasan kampus. Istanbul University tampak begitu megah dengan arsitektur klasiknya yang khas. Gedung-gedung besar berdiri kokoh di antara pepohonan rindang, menciptakan suasana akademik yang tenang dan nyaman.

Mobil berhenti di depan sebuah bangunan bertingkat yang merupakan asrama mahasiswa internasional. Rissa turun dari mobil, matanya langsung tertuju pada papan nama di atas pintu masuk yang bertuliskan "International Student Dormitory".

"Ini asrama kamu. Silakan masuk, aku akan bantu kamu registrasi di resepsionis," kata Tata sambil menarik koper Rissa.

Di dalam, aula asrama tampak ramai oleh mahasiswa baru dari berbagai negara. Beberapa staf berdiri di meja pendaftaran, membantu mahasiswa menyelesaikan administrasi mereka.

Rissa berjalan ke meja resepsionis. Seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menyapanya. "Merhaba! Adınız nedir?" (Halo! Siapa namamu?)

Risa sedikit terkejut, tetapi segera menjawab dalam bahasa Inggris, "Namaku Rissliana Erlangga."

Wanita itu mengangguk sambil mencari namanya di daftar penghuni asrama. "Ah, Rissa! Ini kunci kamarmu, nomor 312 di lantai tiga. Selamat datang di Istanbul University!"

"Teşekkür ederim," (Terima kasih) kata Rissa dengan sedikit gugup.

Tata terkekeh. "Kamu sudah belajar bahasa Turki?"

Rissa mengangguk kecil. "Dikit-dikit. Tapi belum lancar."

"Bagus, kamu bakal cepat bisa kalau tinggal di sini," kata Putra, yang kini sudah berdiri di samping mereka. "Ayo, aku bantu bawa kopermu ke lantai tiga."

Rissa mengangguk, merasa sangat berterima kasih.

...****************...

Setelah menaiki tangga, mereka tiba di depan pintu kamar 312. Tata mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum membukanya.

Di dalam, seorang gadis berambut panjang sedang duduk di meja belajar. Begitu melihat mereka, ia segera bangkit dan tersenyum lebar. "Oh, kamu pasti Rissa! Aku Zahra, teman sekamarmu."

Rissa tersenyum lega. "Halo, Zahra. Senang bertemu denganmu!"

Sofia membantu Rissa memasukkan koper ke dalam kamar. "Aku juga dari Indonesia. Ini tahun pertamaku juga di sini. Kita bisa saling bantu, ya?"

"Tentu!" jawab Rissa antusias.

Tata dan Putra berpamitan setelah memastikan Rissa baik-baik saja. "Besok pagi ada orientasi mahasiswa baru. Kami akan menjemputmu di aula utama," kata Tata sebelum pergi.

Setelah mereka pergi, Rissa mulai membongkar barang-barangnya. Sementara itu, Zahra duduk di tempat tidurnya sambil memperhatikan.

"Kamu kelihatan lelah," kata Zahra.

"Penerbangan panjang, ya?" Rissa mengangguk.

"Iya, lumayan melelahkan. Tapi juga menyenangkan karena ini pertama kalinya aku ke luar negeri."

"Aku juga merasa begitu waktu pertama kali sampai di sini. Awalnya sedikit menakutkan, tapi lama-lama menyenangkan."

Rissa tersenyum, merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata Zahra.

"Oh iya, kamu sampai disini kapan?"

"Heumm, baru kemarin sih," Rissa hanya mengangguk menanggapi jawaban teman barunya itu.

Setelah beres-beres, mereka berdua keluar untuk mencari makan malam. Zahra mengajak Rissa ke kafetaria kampus, di mana mereka bertemu dengan beberapa mahasiswa lain dari berbagai negara.

Mereka berbincang, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Rissa mulai merasa bahwa meskipun ia jauh dari rumah, ia tidak sendiri.

...****************...

Kembali ke kamar setelah makan malam, Rissa merebahkan diri di tempat tidur. Matanya menatap langit-langit, masih berusaha memproses semua hal yang terjadi hari ini.

Ia meraih liontin pemberian Raka yang masih tergantung di lehernya, menggenggamnya erat.

"Aku benar-benar di sini sekarang," gumamnya pelan.

Ada sedikit kerinduan yang menyusup ke dalam hatinya, tetapi ia juga merasa bersemangat untuk hari-hari yang akan datang.

Turki mungkin masih terasa asing baginya saat ini, tetapi suatu saat nanti, tempat ini akan menjadi bagian dari hidupnya.

Ia menarik napas dalam, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Masih ada satu hal yang harus ia lakukan sebelum tidur—menghubungi orang-orang tersayangnya.

Tanpa berpikir lama, ia membuka aplikasi panggilan video dan memilih nomor Mama. Butuh beberapa detik sebelum wajah mamanya muncul di layar, tampak sedikit lelah tetapi penuh kehangatan.

"Rissa! Kamu sudah sampai di asrama?" suara Bu Emil terdengar penuh kekhawatiran.

Rissa tersenyum menenangkan. "Iya, Ma. Aku sudah sampai dengan selamat. Maaf baru telepon, tadi masih sibuk beres-beres."

Di layar, wajah Papanya dan Daeren juga ikut muncul. "Kak Rissaaa! Gimana Turki? Ada salju nggak?" tanya Daeren antusias.

"Belum, sekarang masih musim semi," jawab Rissa sambil tertawa. "Tapi udaranya lebih dingin daripada di rumah."

Pak Ryand menatap putrinya dengan ekspresi penuh perhatian. "Kamu sudah makan? Sudah istirahat?"

Rissa mengangguk. "Sudah, tadi aku makan di kafetaria kampus bareng teman-teman baru. Semua orang di sini baik-baik, kok."

Bu Emil menghela napas lega. "Syukurlah. Mama khawatir kamu sendirian di sana."

"Nggak usah khawatir, Ma. Aku akan baik-baik saja," ujar Rissa meyakinkan.

Percakapan berlanjut dengan tawa dan cerita singkat tentang perjalanannya. Setelah beberapa menit, Rissa tahu mereka harus beristirahat.

"Oke, Ma, Pa, Daeren, aku mau istirahat dulu, ya. Besok ada orientasi mahasiswa baru."

"Jangan lupa kabari kalau ada apa-apa," pesan Pak Ryand.

"Iya, Pa. Sayang kalian semua," kata Rissa dengan senyum hangat.

"Kami juga sayang kamu, Kak!" sahut Daeren sebelum panggilan berakhir.

Risa menghela napas lega. Rasanya nyaman bisa berbicara dengan keluarga, meskipun hanya lewat layar.

Namun, masih ada satu orang lagi yang harus ia hubungi.

Ia membuka kontak dan menekan nama Raka. Panggilan video tersambung, dan dalam hitungan detik, wajah Raka yang terlihat mengantuk muncul di layar.

"Hei, kamu udah sampai?" suaranya terdengar serak karena mengantuk.

Rissa tersenyum lembut. "Iya, maaf kalau ganggu tidur kamu."

Raka mengusap matanya, lalu tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku lebih lega kalau lihat kamu baik-baik aja di sana."

"Aku baik-baik aja. Barusan juga udah telepon Mama dan Papa," kata Rissa.

"Gimana asramanya? Teman-teman kamu baik?" tanya Raka dengan nada penasaran.

"Iya, aku sekamar sama cewek dari Indonesia juga, namanya Zahra. Dia baik, kita tadi sempat makan bareng sama teman-teman baru juga."

Raka mengangguk, tetapi ada kilatan rindu di matanya. "Aku masih belum kebiasaan kamu jauh begini. Rasanya aneh nggak bisa ketemu tiap hari."

Rissa menggigit bibirnya, menahan perasaan yang sama. "Aku juga kangen kamu…" suaranya lirih.

Mereka saling diam sejenak, hanya menikmati kehadiran satu sama lain melalui layar.

"Tapi nggak apa-apa," kata Raka akhirnya. "Kita udah janji bakal bertahan, kan?"

Rissa tersenyum kecil, mengangguk. "Iya. Kita pasti bisa."

Raka tersenyum. "Oke, sekarang kamu harus istirahat. Jangan sampai sakit karena kelelahan, ya."

"Iya, kamu juga jangan lupa jaga kesehatan. Kuliah yang benar," balas Rissa.

Raka tertawa kecil. "Aku selalu serius kalau soal kuliah. Udah sana, tidur yang nyenyak."

"Oke. Good night, Raka."

"Good night, Sayang."

Panggilan berakhir, tetapi senyum di wajah Rissa masih bertahan. Ia menggenggam liontin pemberian Raka sebelum akhirnya berbaring dengan nyaman di tempat tidurnya.

Perjalanan ini baru saja dimulai.

Dan meskipun jarak memisahkan mereka, hatinya tetap dekat dengan orang-orang yang ia cintai.

Mata Rissa perlahan terpejam, membiarkan dirinya terlelap dalam mimpi indah tentang masa depan yang penuh harapan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
author
mampir back ya kak
author
keren ih alur nya
Caramels_: terimakasiihh
total 1 replies
tasha angin
Membuat terkesan
Caramels_: terimakasiihhh
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!