Setelah mengorbankan dirinya demi melindungi benua Tianlong, Wusheng, Sang Dewa Beladiri, seharusnya telah tiada. Namun, takdir berkata lain—ia terlahir kembali di masa depan, dalam tubuh seorang bocah lemah yang dianggap tak berbakat dalam seni bela diri.
Di era ini, Wusheng dikenang sebagai pahlawan, tetapi ajarannya telah diselewengkan oleh murid-muridnya sendiri, menciptakan dunia yang jauh dari apa yang ia perjuangkan. Dengan tubuh barunya dan kekuatannya yang tersegel, ia harus menemukan jalannya kembali ke puncak, memperbaiki warisan yang telah ternoda, dan menghadapi murid-murid yang kini menjadi penguasa dunia.
Bisakah Dewa Beladiri yang jatuh sekali lagi menaklukkan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11 Kepintaran Wu Guan: Perpisahan Dengan Lin Shuelan
Pagi hari menyambut Sekte Phoenix dengan sinar matahari yang hangat dan aroma masakan yang menggugah selera dari dapur kediaman keluarga Wu Shen.
Di dalam ruang makan yang luas dan hangat, Wu Guan dan Wu Ruoxi tengah sibuk menyiapkan sarapan. Wu Ruoxi, dengan senyum lembutnya, mengaduk bubur dalam panci, sementara Wu Guan menyusun berbagai hidangan di meja.
Mereka tampak bahagia, penuh semangat karena putra mereka akhirnya kembali setelah menghilang selama beberapa hari di Hutan Bayangan.
"Ayo, ayo! Sarapan sudah siap!" seru Wu Guan sambil tertawa lebar, menepuk meja dengan penuh semangat.
Wu Shen berjalan masuk ke ruang makan dengan langkah santai. Namun, begitu melihat ekspresi penuh kasih dari kedua orang tuanya, ia hanya mendengus pelan. Lin Shuelan yang ikut bergabung karena diundang oleh Wu Ruoxi tersenyum kecil melihat interaksi hangat keluarga itu.
"Nak, kau benar-benar membuat kami khawatir!" ujar Wu Ruoxi, segera menghampiri dan memeluk Wu Shen erat.
Wu Shen menghela napas panjang. "Ibu... aku baik-baik saja." Meski begitu, ada senyum kecil di sudut bibirnya. "Aku sudah cukup dewasa untuk bertahan hidup di luar sekte."
Wu Guan tertawa kecil dan mengelus rambut putranya. "Dewasa katamu? Nak, kau baru enam belas tahun. Kau masih anak-anak bagi kami."
Wu Shen hanya bisa menggelengkan kepala, memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan. Ia pun duduk dan mulai melahap makanannya dengan lahap.
Di sela-sela suapan, ia berkata santai, "Ngomong-ngomong, aku sudah berada di ranah Murid Bela Diri tingkat 8 sekarang."
Sejenak, suasana di ruang makan menjadi sunyi. Wu Ruoxi dan Wu Guan saling berpandangan, seolah memastikan mereka tidak salah dengar.
Wu Ruoxi meletakkan sumpitnya. "Kau bercanda, kan?"
"Sebelum kau menghilang, kau masih berada di tingkat 5!" Wu Guan menambahkan, matanya membelalak.
Wu Shen hanya mengangkat bahu, melanjutkan makannya dengan tenang. Wu Ruoxi, masih terkejut, malah menyendokkan lebih banyak nasi ke piring putranya. "Kalau begitu, makan yang banyak. Kau butuh tenaga lebih setelah kemajuan pesat seperti itu."
Wu Shen mendesah pelan, tetapi tidak menolak perlakuan ibunya. Lin Shuelan yang menyaksikan hanya tertawa kecil, menikmati suasana keluarga yang hangat itu.
Setelah beberapa saat, Wu Ruoxi menatap Lin Shuelan dengan lembut. "Shuelan, apa rencanamu selanjutnya?"
Lin Shuelan meletakkan sumpitnya dan mengangguk hormat. "Aku harus segera kembali ke Sekte Mawar Putih dan melaporkan syarat negosiasi dari Patriark Wu Chengfeng."
Wu Guan, yang sejak tadi tampak berpikir keras, akhirnya bertanya, "Apa kau harus buru-buru kembali?"
Lin Shuelan mengangguk tegas. "Ini adalah masalah penting bagi sekte kami. Aku tidak bisa menunda terlalu lama."
Wu Shen menatapnya dengan serius. "Aku akan menyewa beberapa prajurit bayaran untuk menemanimu kembali."
Lin Shuelan terkejut sesaat, mengingat pengalaman pahit sebelumnya ketika diserang oleh para pembunuh bayaran. Wu Shen tidak ingin kejadian itu terulang kembali.
"Terima kasih. Aku menghargai perhatianmu."
Wu Guan menghela napas dalam, masih tampak berpikir keras. Wu Shen yang penasaran akhirnya bertanya, "Ayah, apa yang kau pikirkan?"
Wu Guan menatap mereka semua sebelum akhirnya berbicara dengan nada tenang. "Aku hanya berpikir... jika Sekte Mawar Putih benar-benar menawarkan kerja sama, seharusnya Sekte Phoenix tidak menolaknya."
Lin Shuelan langsung menajamkan pendengarannya. "Apa maksudmu, Paman Wu?"
Wu Guan menjelaskan, "Rumput Api tumbuh sangat subur di sekitar Gunung Phoenix. Jumlahnya begitu banyak hingga harganya sangat rendah di Kota Xingce. Namun, masalahnya adalah sumber daya manusia kita di sini tidak cukup untuk mengolahnya ke tingkat yang lebih tinggi."
Lin Shuelan terdiam sesaat, lalu matanya berbinar. "Sekte kami memiliki banyak alkemis berbakat!" ucapnya.
Wu Guan mengangguk puas. "Tepat sekali. Jika kedua sekte bekerja sama, Sekte Phoenix menyediakan Rumput Api, sementara Sekte Mawar Putih mengolahnya menjadi obat berkualitas tinggi. Ini adalah peluang besar bagi kedua pihak."
Wu Shen mengangkat alis, sedikit terkejut dengan pemikiran ayahnya. "Ayah, sejak kapan kau jadi sepintar ini?"
Wu Ruoxi tertawa kecil. "Ayahmu dulu adalah seorang pedagang yang sering berkeliling ke berbagai kota. Ibu jatuh cinta padanya karena kepintarannya yang logis dan tekadnya yang kuat, meskipun dia bukan seorang kultivator atau seniman bela diri."
Wu Guan tersenyum kecil, ekspresinya sedikit sendu. "Itu dulu. Sekarang aku hanyalah seorang pelayan di sekte ini."
Lin Shuelan menatap Wu Guan dengan lebih hormat. Ia tidak menyangka bahwa pria yang tampak sederhana ini ternyata memiliki wawasan luas dalam perdagangan.
Jika semua berjalan sesuai rencana, maka kerja sama antara Sekte Phoenix dan Sekte Mawar Putih bisa menjadi awal dari perubahan besar.
...
Menjelang siang di Sekte Phoenix, tepatnya di gerbang sekte, terlihat sebuah kereta kuda yang telah dipersiapkan untuk mengantar kepulangan Lin Shuelan bersama beberapa prajurit bayaran yang berdiri sigap di sekelilingnya.
Mereka adalah para petarung tangguh yang disewa Wu Shen untuk memastikan Lin Shuelan kembali dengan selamat.
Lin Shuelan berdiri di dekat pintu kereta, mengenakan jubah putih dengan bordiran bunga mawar perak yang elegan. Rambut merahnya yang panjang tergerai indah, berkilau di bawah cahaya matahari pagi.
Gadis itu menatap Wu Shen dengan sorot mata yang sulit diartikan—seakan ada banyak kata yang ingin ia ucapkan, tetapi terjebak dalam pikirannya.
Wu Shen, yang berdiri tak jauh darinya, menatap Lin Shuelan dengan ekspresi tenang. "Hati-hati di perjalanan. Aku tidak ingin mendengar kabar buruk tentangmu lagi."
Lin Shuelan tersenyum kecil, meskipun ada sedikit kesedihan di matanya. "Kau terlalu khawatir. Aku bukan gadis lemah yang perlu terus-menerus dijaga."
Wu Shen mendengus pelan. "Bukan soal kau lemah atau tidak. Hanya saja... aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu." Kata-kata itu terdengar datar, tapi di baliknya, ada ketulusan yang sulit disembunyikan.
Lin Shuelan menatapnya dalam-dalam, lalu menghela napas ringan. "Aku berhutang banyak padamu, Wu Shen. Aku tidak akan melupakan ini."
"Tidak perlu mengingatnya sebagai hutang. Anggap saja ini sebagai tanda pertemanan kita."
"Teman ya..."
Sejenak, keheningan mengisi udara di antara mereka. Lin Shuelan menggigit bibirnya ragu-ragu sebelum akhirnya mendekat dan berbisik pelan di telinga Wu Shen, "Jika kau ingin datang ke Sekte Mawar Putih, aku akan menyambutmu."
Ucapan itu membuat Wu Shen terdiam. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat, tapi ekspresinya tetap tenang. Lin Shuelan melangkah mundur, memberi senyuman terakhir sebelum menaiki kereta.
Saat kereta mulai bergerak, Wu Shen berdiri di tempatnya, melambaikan tangan perlahan. Ia tidak mengerti mengapa ada sedikit perasaan kehilangan dalam dirinya.
Namun, suasana hangat itu segera terganggu oleh bisikan-bisikan di belakangnya.
"Apa yang dilakukan sampah itu di sini?"
"Bagaimana mungkin dia kembali setelah menghabiskan malam di Hutan Bayangan? Bukankah dia seharusnya sudah mati?"
"Seperti aku harus menyuruh Tuan Muda Mu Xie untuk memberinya pelajaran lagi."