Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Keluarga Brox
Karena tak ada pilihan lain, dengan terpaksa Vale melepas satu per satu kancing kemeja Riu. Hingga akhirnya dada bidang itu terpampang jelas di hadapannya.
Tangan Vale mulai tremor, apalagi ketika tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit Riu. Lembut dan hangat, itulah yang ia rasa. Efeknya luar biasa, menghadirkan perasaan aneh yang menjalar cepat di sekujur tubuh.
"Gila, badannya bagus banget sih," puji Vale dalam hatinya, ketika seluruh kancing kemeja sudah terbuka.
Vale mendapati bentuk tubuh yang nyaris sempurna, seperti para aktor yang kerap wara-wiri di layar kaca.
Jika tidak tahu kesehariannya, orang tak akan percaya kalau pemilik tubuh itu mengalami lumpuh permanen.
"Celananya ... kamu juga tidak bisa?" tanya Vale sembari meremas kemeja yang kini sudah ia genggam.
"Kakiku lumpuh, Vale." Riu menatap sendu. "Ya sudahlah, lupakan ini. Bantu aku kembali ke kamar saja," sambungnya.
Vale menangkap kekecewaan dalam raut wajah Riu, dan itu membuatnya tak bisa mengelak. Bagaimanapun malunya, dia akan tetap membantu.
Namun, Vale tidak banyak bicara. Dia langsung menunduk dan melepas kancing celana Riu. Kemudian menarik kain itu, bahkan juga kain selanjutnya. Vale melakukannya dengan sangat cepat, sebisa mungkin tak menatap 'sesuatu' yang membuatnya panas dingin.
"Kalau sudah, panggil aku," ujar Vale sambil berlalu meninggalkan Riu, dengan langkah cepat tentunya.
Seiring kepergian Vale, Riu menoleh dan menahan tawa. Puas rasanya menggoda sang istri yang makin hari makin menarik baginya. Ah, pipi yang bersemu merah itu, Riu ingin menatapnya setiap saat.
Setelah sekian lama terkurung dalam luka dan dendam, kehadiran Vale menjadi alasan tersendiri bagi Riu untuk selalu tersenyum.
"Aku akan bersikap egois, Vale. Meski kelak kamu menginginkannya, aku tetap tidak mau menceraikan kamu. Aku ... justru akan membuatmu jatuh cinta hingga tak bisa pergi dari sisiku. Vale, kau milikku! Selamanya hanya milikku!" batin Riu.
Sementara itu, yang dirasakan Vale bertolak belakang dengan apa yang dirasakan Riu. Masa bodoh dengan akhir pernikahan mereka nanti—cinta atau cerai, yang ia tahu saat ini hanyalah rasa malu yang luar biasa besarnya.
Bagaimana tidak, barusan ia melihat detail tubuh Riu. Tanpa halangan sehelai benang pun. Meski ia berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain, tapi tetap saja, ada sesuatu yang tertangkap matanya. Sekilas, namun sangat membekas.
"Ahh, sial, sial! Tahu begini aku tadi pergi saja. Pura-pura ada urusan atau apalah, yang penting tidak ada di rumah," gerutu Vale sembari mengusap wajahnya dengan kasar, agar ingatan barusan pergi jauh jauh.
Namun, sesaat kemudian Vale tersadar, sebentar lagi dia akan dihadapkan lagi dengan sebentuk tubuh polos itu, karena tak mungkin Riu berganti pakaian seorang diri. Menyadari hal itu, Vale hanya bisa menelungkupkan wajahnya di antara bantal dan guling, sembari memaki dan mengumpat kasar dalam hati.
_______
"Riu, karena sekarang kamu sudah menikah, maka Papa akan mengalihkan semua aset di sini menjadi milik kamu. Papa tidak akan menunda-nunda lagi, secepatnya akan Papa urus," ujar Jason ketika dia dan Riu duduk berdua, usai makan malam bersama kolega.
"Tidak perlu buru-buru, Pa, masih ada banyak waktu. Aku juga belum lama menikah," sahut Riu.
"Tidak buru-buru, tapi Papa juga tidak akan menunda-nunda. Tapi ngomong-ngomong, kenapa Vale tidak diajak ke sini? Dia cantik, juga cerdas, lahirnya pun di tengah keluarga terhormat, harusnya kamu tidak perlu malu mengakui dia sebagai istrimu," ujar Jason, mengungkit ketidakhadiran Vale malam itu.
Riu tersenyum tipis, "Bukan malu mengakui, Pa. Aku hanya tidak ingin keberadaan dia dilihat banyak orang. Aku punya alasan kenapa melakukan itu."
"Alasan apa lagi? Kamu masih mencurigai seseorang atas kecelakaan yang menimpamu beberapa tahun lalu itu?" Jason menatap Riu dengan lekat. Ia merasa kasihani karena Riu belum bisa ikhlas atas musibah yang membuatnya menjadi cacat, sebuah kecelakaan yang ia yakini tanpa campur tangan manusia.
"Sudahlah, Nak, ikhlaskan saja. Papa tahu ini tidak mudah untuk kamu, tapi dengan berprasangka buruk seperti itu juga malah membuat hatimu tak bisa tenang. Terus dibayang-bayangi kecurigaan yang tidak berdasar. Lama-lama waktumu akan banyak terbuang, dan kamu sendiri yang rugi," sambung Jason, kembali menyadarkan Riu bahwa semua memang takdir yang digariskan Tuhan, bukan sekadar perbuatan manusia.
Alih-alih menanggapi ucapan sang ayah, Riu malah bertanya hal lain. Sesuatu yang menurut Jason sangat menyimpang dari obrolan awal.
"Di dalam keluarga kita, hanya mereka yang sudah menikah yang berhak mendapatkan aset. Tapi, Pa, seandainya aturan itu disalahgunakan bagaimana?"
Jason mengernyit sesaat. Tak mengerti mengapa bertanya demikian.
"Aku hanya ingin tahu, bagaimana tindakan Papa seandainya di keluarga ini ada yang berbuat curang demi mendapatkan aset-aset itu?" lanjut Riu.
Jason menarik napas panjang, "Curang bagaimana yang kamu maksud, Riu?"
"Curang yang bersangkutan dengan nyawa."
Jason terkejut. Dia mulai menangkap ke mana arah pembicaraan Riu.
"Kamu mencurigai kakakmu?" tanyanya.
"Jawab saja, Pa, pertanyaanku tadi."
Jason butuh waktu lama untuk menjawab. Agak sulit memilah kata dan kalimat yang tepat.
"Jika di antara kakakmu ada yang berbuat curang ... Papa akan menghapus namanya dari daftar keluarga. Ke depannya, tidak akan mendapat sedikit pun warisan. Tapi, Papa yakin kecurigaanmu itu hanya salah paham, Riu. Mereka tidak mungkin melakukan itu," ujar Jason beberapa saat kemudian.
Riu tersenyum lebar, "Aku pegang ucapan Papa, termasuk janji tempo hari, yang akan selalu merahasiakan identitas istriku."
Melihat ekspresi Riu yang lain dari biasanya, Jason menelan ludah dengan kasar. Di antara ketiga anaknya, Riu-lah yang paling serius dalam hal apa pun. Apa yang dia katakan, tak pernah main-main.
Dari situ Jason mulai berpikir, benarkah kiranya kecurigaan Riu?
"Riu memang terlahir dari rahim yang berbeda dengan mereka, tapi masih ada darah yang sama dariku. Selain itu, Annisa dan Camelia juga tahu jika harta keluarga ini berasal dari ibunya Riu. Jadi, tidak mungkin kan mereka berbuat selicik itu?" batin Jason.
Sekilas, ia kembali menatap Riu, yang kala itu memasang tampang tenang. Jason pun tiba-tiba teringat dengan kepintaran Riu selama ini. Segala hal yang tersembunyi dari kolega dan rekan bisnis, Riu selalu tahu. Jadi, tidak menutup kemungkinan dia juga tahu tentang rahasia besar keluarga.
"Aku sudah menyimpan rapat semua ini, Riu tidak mungkin tahu." Jason kembali membatin, menenangkan diri yang mulai mengkhawatirkan rahasia masa lalu.
Sementara itu, Riu merasa puas dalam hatinya. Ucapan sang ayah barusan sudah direkam, ke depannya tidak akan bisa mengelak andai dia membuat perhitungan. Kini, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mengungkap semuanya.
"Apa yang menjadi hakku, selamanya akan menjadi hakku. Siapapun tidak akan bisa merebutnya dariku, termasuk Papa," batin Riu sembari menatap Jason. Ada sekelumit rasa benci yang berkemelut di dalam mata hazelnya.
________
Tepat pukul 10.00 malam, Riu tiba di rumah. Baron langsung mengantarnya ke kamar, namun tidak sampai masuk karena sang tuan menolak.
Riu masuk seorang diri, lalu mendapati Vale sedang tertidur di sofa. Posisi wanita itu masih duduk, dengan buku yang terbuka di atas pangkuannya. Riu pun bergegas menghampiri.
"Tunggu posisiku membaik, aku akan memperlakukanmu seperti ratu, Istriku" gumam Riu sambil merapikan rambut Vale yang sedikit berantakan di sekitar wajah.
Senyum pun terkulum sempurna di bibir Riu. Entah mengapa, hanya menatap saja menghadirkan debar-debar aneh dalam hatinya. Sampai kemudian terselip keinginan untuk mengetahui masa lalu Vale. Siapa gerangan lelaki yang pernah menjadi kekasihnya, yang begitu bodoh menyia-nyiakan wanita seperti Vale.
Bersambung...