Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Kebenaran yang Tersembunyi
Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya. Keisha duduk di balkon asramanya, memandangi ponsel yang bergetar di tangannya. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
"Berhenti mencari tahu, atau kau akan menyesal."
Keisha menggigit bibirnya. Ini bukan ancaman pertama yang ia terima. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Nada pesan ini lebih serius, lebih mendesak seolah-olah pengirimnya tahu bahwa mereka sudah terlalu dekat dengan kebenaran.
Anita yang baru saja keluar dari kamar melihat ekspresi Keisha. “Lo dapet pesan lagi?”
Keisha mengangguk dan menyerahkan ponselnya pada Anita.
Wajah Anita langsung menegang. “Ini makin nggak beres, Kei.”
Keisha menghela napas dalam-dalam. “Gue tahu. Tapi ini juga berarti kita semakin dekat sama jawaban yang kita cari.”
Anita duduk di sebelah Keisha, matanya menatap kosong ke arah langit. “Lo nggak takut?”
Keisha tersenyum kecil, meskipun ada ketegangan dalam hatinya. “Takut. Tapi gue lebih takut kalau gue nggak pernah tahu kebenarannya.”
Anita menepuk bahu Keisha. “Kalau gitu, kita harus terus maju. Bersama.”
~
Keesokan harinya, Keisha, Ryan, Danu, dan Anita berkumpul di perpustakaan untuk menyusun langkah berikutnya.
“Jadi, kita udah tahu kalau Adrian punya peran dalam menyebarkan rumor tentang Nadira,” kata Ryan sambil mengetukkan jarinya ke meja. “Tapi kita masih belum tahu siapa dalang di balik semua ini.”
Danu mengangguk. “Gue pikir kita harus cari tahu lebih dalam tentang Adrian. Apa dia bertindak sendiri, atau ada orang lain yang mengendalikan dia?”
Keisha berpikir sejenak, lalu menatap Anita. “Kita harus cari cara buat bicara langsung sama Adrian.”
Anita membelalakkan matanya. “Lo serius? Lo pikir dia bakal langsung ngaku?”
“Gue nggak tahu,” jawab Keisha. “Tapi kalau kita bisa bikin dia merasa terpojok, mungkin dia bakal ngasih kita sesuatu.”
Ryan menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Gue bisa coba ngomong sama dia. Dia nggak terlalu curiga sama gue.”
Keisha menatap Ryan ragu. “Lo yakin bisa?”
Ryan tersenyum tipis. “Gue udah sering berhadapan sama orang seperti dia. Percaya aja.”
~
Ryan berhasil mengatur pertemuan dengan Adrian di belakang gedung sekolah, tempat yang cukup sepi dan jauh dari pengawasan.
Saat Ryan tiba, Adrian sudah menunggunya dengan tangan bersedekap.
“Ada apa lo ngajak gue ketemu di sini?” tanya Adrian dengan nada tajam.
Ryan tetap tenang. “Gue cuma mau tahu satu hal. Kenapa lo sebarkan rumor tentang Nadira dulu?”
Adrian menyipitkan matanya. “Lo tiba-tiba tertarik sama kasus lama? Lo mau jadi pahlawan sekarang?”
Ryan mendekat, suaranya lebih rendah. “Gue cuma mau tahu siapa yang nyuruh lo.”
Adrian tertawa kecil. “Nyuruh gue? Nggak ada yang nyuruh gue. Gue cuma melakukan apa yang harus gue lakukan.”
Ryan mengamati ekspresi Adrian. Ada sesuatu yang disembunyikannya.
“Tapi lo nggak mungkin bertindak sendiri,” lanjut Ryan. “Ada seseorang di belakang lo, kan?”
Adrian terdiam sejenak sebelum akhirnya berbisik, “Lo pikir siapa yang punya pengaruh cukup besar buat ngatur semua ini?”
Ryan menatapnya tajam. “Siapa?”
Adrian tersenyum sinis. “Cari tahu sendiri.”
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Ryan menoleh, dan melihat seorang pria yang tidak asing lagi baginya.
Reza.
~
Ryan terkejut melihat Reza muncul.
“Gue rasa lo terlalu jauh mencampuri urusan orang lain,” kata Reza dengan nada dingin.
Ryan menegakkan tubuhnya. “Jadi lo juga bagian dari ini semua?”
Reza mendengus. “Lo pikir gue sejahat itu? Gue cuma memastikan lo nggak terjebak dalam permainan yang salah.”
Ryan mengernyit. “Permainan apa?”
Reza melirik Adrian sebentar sebelum kembali menatap Ryan. “Ada seseorang yang lebih berbahaya dari yang lo kira. Dan lo nggak akan suka kalau lo tahu siapa orang itu.”
Adrian tiba-tiba tertawa. “Kasihan lo, Ryan. Lo masih berpikir kalau lo bisa menang dalam permainan ini.”
Ryan mengepalkan tangannya. “Kita lihat aja nanti.”
Reza menepuk bahu Ryan dengan ringan. “Hati-hati. Kadang musuh terbesar lo adalah orang yang paling dekat sama lo.”
Ryan merasakan sesuatu yang aneh dalam kata-kata Reza. Tapi sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, Reza dan Adrian sudah pergi, meninggalkannya sendirian dengan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
~
Ryan segera kembali ke perpustakaan dan memberi tahu Keisha serta yang lainnya tentang pertemuannya dengan Adrian dan Reza.
“Mereka nggak mau kasih tahu apa-apa secara langsung,” kata Ryan. “Tapi dari cara mereka bicara, ada seseorang yang lebih kuat di balik semua ini.”
Keisha termenung. “Seseorang yang lebih berbahaya… berarti seseorang yang punya pengaruh besar.”
Danu yang sejak tadi diam tiba-tiba bersuara, “Gue kepikiran sesuatu.”
Semua menoleh padanya.
Danu menatap mereka serius. “Gimana kalau… orang di balik semua ini adalah seseorang yang kita percaya?”
Anita mengernyit. “Maksud lo?”
Danu menghela napas. “Gue tahu ini kedengarannya gila. Tapi gimana kalau orang yang selama ini kita anggap sekutu sebenarnya dalang utama?”
Keisha merasa bulu kuduknya berdiri.
Ryan menggeleng. “Itu nggak mungkin. Kita semua sudah berjuang bersama.”
Danu menatap Keisha. “Kei, lo pernah kepikiran kalau seseorang dari kelompok kita mungkin terlibat?”
Keisha terdiam. Ia tidak ingin percaya. Tapi ada sesuatu dalam kata-kata Danu yang terasa benar.
Tiba-tiba, ponsel Keisha bergetar lagi.
Sebuah pesan masuk.
"Jangan percaya siapapun. Bahkan teman terdekatmu sekalipun."
Keisha merasakan jantungnya berdetak lebih kencang.
Apakah ini hanya ancaman kosong?
Atau… apakah ada penghianat di antara mereka?