"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin Dalam
Aku sibuk dengan keyboard di depanku, sedangkan dia (Sagara) duduk di sampingku entah sedang apa aku tidak memiliki waktu untuk sekedar meliriknya.
Tugasku cukup menguras otak, apa yang diajarkan Bang Ar padaku harus segera aku kuasai dan terapkan.
Setelah selesai, kureganggan ototku yang terasa pegal sejak tadi.
"Minum" Sagara menyodorkan segelas minuman padaku.
Kuambil segelas minuman yang dia sodorkan padaku, setelah menyelesaikan sesuatu yang mengursa otak, aku memang butuh minuman segar.
Merasa ada yang memperhatikan kulirik dia, yang termyata sudah menatapku dengan tangan menopang kepalanya.
Keningku mengerut, "kenapa?."
"Ternyata kalo lo lagi mode serius, masih bisa buat gue am ..."
"Hadeh" keluhku langsung memutar bola mata.
Aku sudah tahu apa yang akan dia katakan.
Dia terkekeh kecil, tangannya mengacak-acak rambutku sedangkan tangannya yang lainnya meraih kacamata yang aku pakai dan melepasnya.
"Kenapa sih?, gitu banget."
"Udah bilang gue gak suka lo bilang gitu."
Aku berdiri dari dudukku dan hendak berjalan pergi namun dia membuatku mengurungkan niat untuk melangkah dengan meraih pergelangan tanganku.
"Mau ganti baju bentar" ucapku sembari menarik pergelangan gangannya agar terlepas.
"Kebiasan lo selaku pergi-pergi" gerutunya.
Aku merespon gerutuannya dengan kekehan kecil sembari terus melangkah kan kaki.
Baju Bang Je dan Kak An selalu ada di lantai tiga, karna terkadang mereka sekeluarga menginap di gedung An Angel, jadi aku yang sudah tahu di mana letak baju mereka langsung berganti baju milik mereka dengan senang.
Jika kalian pikir aku senang memakai baju Kak An, kalian salah besar. Aku lebih suka baju Bang Je, sejak dulu baju-baju Abang dan Chaka selalu menjadi incaranku.
"Tuh kan ... Dia pakek baju Abangnya."
Aku langsung menyengir mendengar seruang Kak An, padahal aku baru membuka pintu kamar mereka.
Celana joger milik Bang Je dan hodie over size milik Bang Je selalu menjadi buruanku. Meski semua ukurannya menenggelamkan tubuhku tetapi aku nyaman.
"Hadeh ... Nih anak tambah tinggi tambah seenak jidat ngambil baju Abangnya."
Aku berlari kecil duduk di samping Kak An, lebih tepatnya duduk di antara Kak An dan Dia, Sagara.
"Kalian kan ngelarang aku pakek baju seksi" ucapku membela diri.
"Tapi gak pakek baju gobrong juga Dek" keluh Kak An.
"Tapi kan jadi imut."
Kak An berdecak malas, "terserah deh lo mau apa, gue mau turun aja."
Aku terkekeh kecil mendengar keluhan Kak An.
Setelah kak An turun tampa menutup pintu lantai tiga ini, aku menatap keatas meja yang penuh dengan makanan kesukaanku.
"Ini lo yang mesen?" Tanyaku tampa mengalihkan tatapanku pada Sagara.
"Enggak, Kak Gea bawa sendiri."
Aku merasakan tarikan di tanganku, ternyata Sagara menarik lenganku untuk melipat lengan baju yang kepanjangan.
"Sudah makan, nanti minta tolong ..."
Apa yang dia katakan tidka bisa aku dengar jelas, indraku seakan hanya berfungsi indra penglihatan saja. Menatap dia yang terlihat telaten melipat lengan hodie kebesaranku di kedua lenganku, lebih menarik dari pada apapun.
Dadaku mulai berdebar, namun beberapa detik kemudia aku tersadar akan sesuatu. Sadar jika ini mungkin hanya sementara.
"Bee mau gak?" Tanyanya sembari menggoyang-goyangkan kedua tanganku.
"Iya" jawabku, entah aku sanggup mau untuk apa, yang penting menjawab saja.
"Mungkin lo punya cara gimana masuk keperangkat yang ada perlindungannya."
Kepala manggut-manggut mulai paham kemana arah pembicaraaan Sagara sejak tadi.
"Sambil gue makan, gue kasih arahan aja, gak gimana?"
Dia tersenyum lebar, "ok, gitu aja gak masalah. Gue bukan murid yang sulit paham."
Aku terkekeh kecil mendengar.
Jika kalian pikir apa perhatiannya padaku hanya sebatas hubungan jalani saja atau bisa dibilang lebih dari itu?.
Aku sendiri tidak paham dengan sikapnya, aku selalu memberi batasan, tetapi dia memporak porandakannya dengan perhatian kecil yang aku tidak yakin Chaka akan melakukannya. Seperti menggulung lengan bajuku barusan, contohnya.
Bagaimana perasaanku?, tentu saja semakin terjatuh dan semakin dalam.
Semakin dalam perasaan ini, maka aku harus semakin mengumpulkan kekuatan untuk tidak semakin merasakan dampaknya nanti.
*-*
"Sakura ada di rumah."
Satu kalimat itu menjadi pemenit kepanikan semua orang yang sedang fokus mengerjakan sesuatu di lantai tiga gedung An Angel.
Tampa pikir panjang aku langsung duduk di atas motor Sagara tampa pikir panjang.
Sampai di depan rumah, belum juga aku turin, Sagara sudah berlari lebih dulu memasuki rumahku bersama Elio. Mobil Bang Je baru sampai dengan Bang Ar langsung keluar dari mobil Bang Je dan menghampiriku.
"Bi, Sakura kenapa kesini?."
Aku tidak menjawab pertanyaan Bang Je, aku hanya dia menatap Bang Ar yang ternyata juga membalas tatapanku dnegan helaan nafas panjangnya.
Kuaput lengan Bang Je dan Bang Ar lalu melangkah memasuki rumah kami bersama.
"Jadi ..." Sagara menghela nafas menormalkan nafasnya yang ngos-ngosan, "kenapa lo kesini?."
Aku menghentikan langkah tidak jauh darinya.
Bang Ar melepaskan rangkulan tanganku dan berjalan semakin memasuki rumah, dia pasti sedang mencari keberadaan Bunda.
"Tadi dia bilang ke Bunda, kita semua mau belajar bersama" Bukan Sakura yang menjawab pertanyaan Sagara, malah Chaka. "Lo juga Sagara, ngapain pakek acara bilang ke Sakura mau kesini, mau belajar bareng."
Kepalaku kali ini menoleh pada Sagara yang telah berkacak pinggang, "terus gue harus bilang kalo gue mau ke An Anggel buat man ..."
"Aresya Sagara!!!" Reflek aku berteriak nyaring.
Melepas rangkulan tanganku dan berjalan menghampiri Dia yang menoleh padaku dengan mata melototnya. Kubalas pelototannya sembari melirik sakura beberapa detik lalu kembali menatapnya lagi.
Beberapa detik kemudian, dia seakan sadar dengan kesalahannya sehingga menghela nafas terlihat mencoba menenangkan diri.
Jika sampai Sakura tahu apa yang kami lakukan, bisa-bisa akan semakin melebar informasi tentang kelebihan keluarga Ganendra kami.
Sagara melangkah mendekati Sakura, tangannya terangkat hendak mengacak-acak rambut, namun Elio lebih dulu mendekap Sakura dan menyembunyikan kepala Sakura dalam dekapannya.
"Gak boleh begitu sama Ade gue."
Aku terkekeh kecil mendengar Elio memanggil Sakura dnegan panggilan Ade.
"Heh!, dia masih Adik gue kalo lo lupa!" Hardik Sagara. "Ade gue, Ade gue. kalian tuh masih pacaran, jangan sok memiliki kembaran gue lo!."
"Lah, kita bentar lagi udah mau tunangan kok!."
"Pede amat lo bakal keluarga gue terima."
Sagara mulai berdebat dnegan Elio, terlihat jelas jika Sagara tidak yakin Elio akan diterima dengan keluarga Atmaja.
Entah kenapa, Elio yang ditolak, tapi emosiku yang terpancing.
"Nunggu tuh, tai kucing berubah rasa coklat!."
"Terus kenapa?, lo mau makan tuh tai?."
Aku melangkah maju semakin mendekati Sagara, terlihat jelas wajah Sagara memerah menahan marah. Tidak merasa takut dnegan tayapan itu, aku balik membalasnya dengan tatapan tajam.
Perdebatan sengit kami dimulai, bahkan aku tidak perduli lagi dia melihatku sebagai gadis kasar atau tidak, aku juga tidak perduli Bunda akan mendengar atau tidak. Aku benar-benar emosi mendengarnya mengatakan kalimat penolakan penuh keyakinan pada Elio tadi.
Di tengah-tengah perdebatanku, aku sadar satu hal, tidak terimaku atas penolakannya pada Elio, karna ketakutanku akan perasaanku yang akan dia tolak mentah-mentah nantinya, jika dia tahu hal yang sebenarnya.
"Wah ... Ada pasangan baru balikan ya ..."
Seruan dari ara pintu menghentikan perdebatanku dan Sagara.
Tante Savira melangkah memasuki rumah sembari tersenyum lebar dan menghentikan langkahnya tidak jauh dari tempat kami berdiri. Tante Savira menatapku dan Sagara secara bergantian dnegan kening mengerut.
"Ini pasangan satu kenapa malah bertengkar?" Tanya Savira sembari menunjuk padaku dan Sagara bergantian.
"Kita bukan pasangan ya Tan!."
*-*