NovelToon NovelToon
XAVIER BLOOD (I Was Trash)

XAVIER BLOOD (I Was Trash)

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Aliansi Pernikahan
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Eka Magisna

--Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pemenang sejati--

Setelah dicampakkan ayahnya dan diputus status sebagai Tuan Muda saat usia delapan tahun karena kutukan, Xavier bangkit sebagai sisi yang berbeda setelah dewasa. Mengusung nama besar Blood dengan menjadi panglima perang sejati dan pebisnis andal di kekaisaran.

Namun ... pada akhir dia tetaplah sampah!

---Ekslusif di NOVELTOON---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ɛpɪsoʊd 24

Boleh disebut hanya menggertak, boleh juga menganggapnya tak main-main, yang jelas, Xavier berhasil membuat Oslo Harlowid mengalah tanpa bersyarat.

Raja Mávros itu mengaku kalah dan mengabulkan keinginan Xavier untuk membebaskan para penduduk Grim Hills yang dibudakkannya guna membangun benteng dan menyerahkan ke tangan Xavier dengan sangat cepat.

Mereka cukup dibuat ngeri dengan ancaman Xavier. Para prajurit tumbang juga sebelah kaki Pangeran Ketiga Edmier yang terluka berdarah-darah menjadi bukti keiblisan lelaki itu.

Saat para budak digiring ke gerbang utama kerajaan, Xavier tertegun beku.

Keadaan mereka tak ubah pengemis yang lupa jalan kembali. Pada Proka, mereka bahkan mengaku tak ingat lagi seperti apa hidup yang baik.

Cukup mengguris hati Xavier. Yang dipekerjakan Oslo dalam pembangunan benteng itu tak hanya budak-budak lelaki, perempuan pun dipaksa terjun sampai kaki mereka yang lemah tertatih-tatih.

“Biadab!”

Tidak ada umpatan lain yang pantas selain itu.

Timbul perasaan ingin menghabisi semua tatanan Mávros, tapi sebagai seorang berjiwa ksatria, Xavier sudah terlanjur berjanji pada Oslo bahwa dia tak akan menggelar dendam susulan.

Proka juga turut memberi peran. “Tak apa, Tuan Muda. Yang terpenting mereka sudah ada di tangan kita.”

Xavier terpaksa setuju karena itu ada benarnya.

Orang-orang yang dijadikan budak Mávros itu masih belum tahu akan diapakan oleh Xavier. Mereka nampak berpasrah akan dibawa ke mana saja, berpikir hanya dipindahkan area perbudakannya. Xavier juga belum memperkenalkan diri secara resmi.

Dalam pikiran mereka, nasib seorang budak akan tetap sama, seperti yang dikonsepkan oleh Oslo Harlowid.

Xavier belum bertindak lebih. Kepalanya masih penuh dengan pikiran kacau.

Mereka akan dikirim ke Bukit Flavian, area tempat tinggal luas di bawah kekuasaan sang kakek--Homer Blood.

Itu ditugas bebankan pada para antek terpercayanya. Xavier dan Proka kembali ke Cecilia, tujuan khusus: Mansion Willow.

Sampai di sana pagi-pagi buta.

Proka terus menguap karena lelah dan mengantuk.

“Kau boleh istirahat, Proka. Terima kasih atas kerja kerasmu.”

“Baik, Tuan Muda. Terima kasih kembali untuk pengalaman berharga yang Anda beri.”

Xavier hanya tersenyum tipis. “Pergilah ke kamarmu.”

Proka undur diri dengan segala hormat.

Tinggallah Xavier di ruang tengah. Di tubuhnya yang tegap sembada hanya sisa kemeja, setelah jas luarnya dilepas lebih dulu lalu dicampakannya di lengan kursi.

Duduk dengan kepala tersangga sandaran sofa, mendongak lalu memejamkan mata, dia pun sama lelah seperti Proka, bahkan melebihinya.

Kemudian Luhde muncul dengan satu nampan berisi poci teh chamomile dan gelasnya, dia letakkan di atas meja depan Xavier.

“Bagaimana Ashiana?” Xavier bertanya tanpa merubah posisi, masih terpejam mata. Aroma parfum Luhde sangat khas buatan merk ternama.

Pertanyaan Xavier itu seperti kewajiban yang harus dijawab Luhde setelah tuan mudanya resmi menikah. “Tuan Putri baik-baik saja. Sekarang beliau masih di tempat tidur.”

Tidak menimpali banyak selain, “Hmm, itu cukup.”

Luhde pun berlalu setelah mempersilakan minuman teh yang dihidangkannya pada Xavier. Dinikmati Xavier hanya satu sesapan.

Seperti biasa, urusan Luhde juga sama padat dengan sang tuan, terlebih sekarang Xavier lebih banyak mengerjakan tugas lain selain bisnis mereka.

Sampai teh berubah suhu, tak disadarinya, Xavier malah tertidur dan tak satu pun berani membangunkannya. Pada akhir dia jua menyerahkan diri pada perasaan penat yang seperti timpaan batu.

Para pelayan terus mencuri kesempatan untuk memandang, terutama wanita. Apalagi sekarang bau busuk di tubuh Xavier telah menghilang, mereka mulai menjadi gila karena pesona itu tidak terelak.

Seperempat siang matahari akan meninggi, Xavier membuka mata, ini tidak biasa baginya, segera dia mengangkat diri dan memutuskan pindah ke dalam kamar.

Namun terganggu, di satu ruangan yang dilewati, perhatiannya tercuri oleh pemandangan dimana Ashiana sedang berlatih main piano bersama Daphne.

Sesaat dia tertegun diam menatap pemandangan itu.

Wajah polos Ashiana, menekan tuts piano dengan asal hingga menghasilkan suara sumbang, membuat Daphne Grover tertawa lebar.

“Mereka sangat cocok.”

Hanya itu saja, kemudian berlalu ke dalam kamar. Entah, Xavier tidak terlalu tertarik kali ini. Mungkin dilahap kerumitan pekerjaan dan rasa lelah.

Sore hari ....

Dokter Merlia yang memeriksa Ashiana datang.

“Silakan duduk, Dokter." Luhde mempersilakan. “Tuan Muda akan datang sebentar lagi.

“Baik, terima kasih, Tuan Luhde."

Luhde berlalu untuk meminta pelayan membuatkan jamuan.

Tak berselang lama Xavier muncul dengan tampilan sudah lebih segar dari yang awal saat kembali.

Merasa ada yang berbeda, dokter ini sampai mengerut kening, bertanya pada diri sendiri apa yang lain dari Xavier.

Sampai kemudian menemukannya ketika Xavier mulai menurunkan badan, duduk berseberang di hadapannya.

“Aroma amis busuknya ... tidak menyengat lagi.”

“Selamat sore, Dokter."

Suara Xavier menyentak dan menyadarkannya segera. “Ah, selamat sore, Tuan Blood.”

“Apa yang Anda bawa kali ini?”

Sudah sangat paham, Dokter Merlia langsung bergegas pada intinya, menyikapi Xavier yang anti berbasa-basi dengan dirinya, cukup melahirkan keringat dengan butiran besar. Yang dilakukannya sekarang adalah merogoh-rogoh ke dalam tas jinjing yang dia bawa. Sebuah amplop dengan sigil nama rumah sakit tempatnya bertugas ada di tangan.

“Ini hasil yang Anda tunggu-tunggu. Silakan Anda buka dan baca. Saya akan menjawab jika memang ada yang tidak Anda pahami dari semua yang tertulis di sana.”

Habis kata itu terlontar dari mulut dokter wanita itu, Xavier langsung membuka amplop, merogoh isi yang hanya sehelai kertas, melebarkan lipatan lalu membacanya perlahan dan sangat fokus.

Semakin jauh membaca dan memahami, semakin keningnya mengerut tebal.

Merasa perlu tahu kejelasan, sesuai yang dikatakan dokter agar bertanya jika ada bagian yang kurang dia mengerti. “Ini ... apa Anda yakin ini pemeriksaan valid, Dokter? Tidak ada kekeliruan?”

Dokter Merlia menggeleng. “Saya memastikan sampai berulang kali. Hasilnya tetap sama.”

Xavier tertegun di kertas itu. “Kesimpulan dari semua ini, dia ....”

“....”

*

*

Malam hari di waktu sama.

Xavier masuk ke dalam kamar Ashiana.

Lampu di ruangan itu sudah dalam keadaan mati, sisa samar dari cahaya di luar serambi.

Daphne tergolek nyenyak dengan dengkuran halus di ranjang kecilnya menyentuh dinding.

Ashiana sendiri sudah terlelap dengan posisi terlentang.

Wajah pulas itu ditatapnya Xavier mendalam tepat di sampingnya dengan tubuh menjulang. Bayangan tulisan di dokumen yang dibawa Dokter Merlia menguasai pelupuk dan menghubungkannya langsung dengan Ashiana.

“Kau ... bagaimana aku harus bersikap?”

Semua tiba-tiba terasa rumit sampai pasang alis Xavier terus mengerut.

Dua telapak tangan bergerak menyelinapi saku celana, kemudian merunduk menatap kakinya sendiri, seraup napas terembus kasar dari mulutnya.

KRAK!

Renungan Xavier sontak terusik dengan suara itu. Cepat dia beranjak ke arah balkon dengan langkah yang lebar karena suara itu berasal dari sana.

Tepat kakinya menapak lantai area itu ....

Terlambat.

Seseorang melompat turun lalu berlari cepat menembus gelap di jejeran willow yang ditanamnya.

“Penyusup!”

Saat yang sama.

“Tuan! Ada apa?!” Daphne menyongsong karena mendengar derap kaki Xavier keluar balkon cukup membangunkannya.

Xavier menolehnya lalu bertanya, “Nona Grover, selama kau menemani Putri setiap malam, apa pernah melihat atau setidaknya merasakan ada seseorang masuk dari serambi ke kamar ini?”

Menyikapi pertanyaan Xavier, kening Daphne langsung mengernyit. “Tidak pernah, Tuan. Semua aman-aman saja.”

“Benarkah?”

“Ya. Kalaupun ada, saya pasti langsung melapor pada Tuan Lude.”

“Benar juga.”

Daphne, melihat ekspresi Xavier dan keberadaannya di balkon, seketika dia bisa mencerna, lalu melengak pada Xavier. “Apakah ada penyusup, Tuan?!”

Pandangan Xavier terentak ke wajah pelayan itu, lalu menjawab, “Sepertinya begitu.”

Daphne menutup mulut yang melebar dan melotot.

“Jangan takut. Selebihnya kau hanya perlu pastikan mengunci jendela dan pintu ini dengan baik sebelum tidur. Aku akan perketat penjagaan. Kembalilah tidur.”

Sudah merasa aman hanya karena kalimat-kalimat itu. “Baik, Tuan.”

Selepas Daphne kembali masuk, Xavier kembali membalik badan, kedua tangan memegang pegangan loteng seraya menatap ke bawah sana.

“Apakah dia perampok yang menginginkan uang, atau ... mengincar Ashiana?”

1
Oe Din
Ya kecuali si Oslo bikin gara2 sama Xavier, baru Dewa Iblis Xavier bertindak...!!!
Was pray
lanjut thor...
Machan
komplotan penjahatnya itu
Machan
wew ah, sang pemberani ini
Oe Din
M*A*N*T*A*P*.....!!!!
ⱮαLєƒι¢єηт: Hehe!
Makasih, Kak.
Sehat terus ya ....😇
total 1 replies
Machan
tadinya dikira mo dijadiin anu'an ya, taunya hanya pelayan
Wan Trado
hmm typo dikit, yg penting bisa dipahami 😁🤝
ⱮαLєƒι¢єηт: Kalo penulis kejelipet jari pas lagi ngetik, kgk sadar jadi typo, berarti belon espreso... 🤣
total 1 replies
Oe Din
Tidak dari Luhde maupun Proka yang "setiap" padanya ( setia )
ⱮαLєƒι¢єηт: sudah revisi, kak. makasih koreksinya./Smile/
total 1 replies
Oe Din
Grim Hills, dari tanah mati...
Di tangan Xavier, berubah menjadi tanah mematikan ( untuk musuh2nya )...
Wan Trado
Hati-hati xavier jangan buat ashiana menjadi pelarian setelah apa yg mulai berkobar dari aegle..
Wan Trado: huahahaha diperjelas pulakk... 🤣🤣 ntar ada yg berimajinasi lagi.. 😆
ⱮαLєƒι¢єηт: Itu mah lato-lato dongks...🤣
total 4 replies
Oe Din
"Eagle" mulai beraksi ( Aegle )
Oe Din
Aegle khawatir jika sering melihat dada bidang Xavier, dia ngiler ...
/Drool//Drool//Drool/
ⱮαLєƒι¢єηт: Harusnya jangan kuatir ya, Kak. mending bawa baskom buat nampung ileran🤣
total 1 replies
Wan Trado
jangan bilang dadanya aegle yg terlihat.. 😆
ⱮαLєƒι¢єηт: bukan maen ....🤣
total 1 replies
Wan Trado
ehh diceritain pula bokong dan dadanya.. hihihi.. bikin kita berimajinasi lebih lanjut ajee.. 🤣🤣🤣
Wan Trado: si imin memang bisa ajee.. semua terjaga dalam kenangan kok min..
😆🤣
ⱮαLєƒι¢єηт: Jaga hati, jaga otak, jaga imun dan iman.
Tapi bebaskan imin! 🤣
total 2 replies
Wan Trado
keren 👍
Wan Trado
negosiator handal juga si Xavier yaa.. 😆
Wan Trado: wuihh jadi malu... 😊😊 tapi makasih jugalah pujiannya 😆😆
ⱮαLєƒι¢єηт: Anda juga komentator andal./Hey/
total 2 replies
Wan Trado
pastikan grim hills menjadi kota yg makmur, sehingga membuka mata kaisar pelit tsb yaa😁
Wan Trado: huahaha.. kalo lagi nga naek motor, kita yg bisa boncengan ama dia yaa.. 🤣🤣🤣
ⱮαLєƒι¢єηт: Iya, sampe kalo naek motor, tumpah kiri dan kanan.🏋️
total 4 replies
Oe Din
mencari "kesemalatan" diri ( keselamatan )
ⱮαLєƒι¢єηт: Otw revisi, Kak.
Terima kasih😄
total 1 replies
Machan
planga-plongo kek orang be9o
Machan: asal jan ampe bunyi aja/Chuckle/
ⱮαLєƒι¢єηт: Planga plongo sambi ngeden🤣
total 2 replies
Machan
dalam hati keknya dia takut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!