Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 | Memperkenalkan Yara
"Apa artinya kamu merestui saya untuk bisa dekat dengan Isvara?" tanya Javas dengan serius. Bagi Javas restu sahabat Isvara sangat penting baginya, karena merekalah yang lebih peduli pada Isvara dibandingkan kedua orang tua Isvara sendiri. Bahkan sekarang saja kedua orang tua Isvara belum tahu putri mereka masih hidup.
"Kenapa tidak? Asal Om janji nggak akan menyakiti sahabat saya." Dion dan kedua sahabatnya memang sangat selektif dalam urusan pasangan sahabatnya yaitu Isvara, karena hanya Isvara-lah yang sekarang belum merasakan pacaran. Jadi mereka tidak ingin Isvara sampai salah pilih dan berakhir sakit hati, sedangkan untuk Javas mereka sudah kenal dan tahu bagaimana sikap Javas pada Isvara. Hingga akhirnya mereka setuju saja jika Isvara dengan Javas, tetapi tetap semua keputusan ada di Isvara sendiri. Mereka tidak akan pernah memaksa Isvara masalah jodoh.
"Percaya sama saya, Dion. Saya nggak akan pernah menyakiti Isvara, saya bahkan akan selalu berusaha membahagiakannya."
"Om sudah tau tentang Sheva bukan? Jika Om mau dengan Isvara, artinya Om juga harus bisa menerima Sheva di dalam hidup Om. Om tentu harus menyayanginya, jangan cuma menerima lalu diabaikan. Sekarang Isvara dan Sheva itu satu paket, mereka tidak bisa dipisahkan. Walaupun Sheva bukan anak kandung Isvara, saya bisa melihat Isvara sayang sekali sama Sheva," katanya dengan serius.
"Tanpa kamu kasih tau, saya sudah tau hal itu. Kamu tidak perlu khawatir, saya juga sayang kok sama Sheva bahkan saya sudah menganggapnya seperti putri saya sendiri. Sheva dan Isvara akan bahagia bersama saya, itu janji saya sama kamu, Dion." Dion tersenyum lalu mengangguk, ia percaya dengan semua ucapan Javas yang terdengar sangat meyakinkan.
Di kamar mandi, Chilla baru saja menangis. Gadis itu sejak berangkat sudah berusaha menahan rasa cemburunya saat melihat Dion dan Yara bermesraan, tetapi saat Sheva datang di gendong oleh Papanya pun Chilla juga merasa cemburu sekaligus iri pada Sheva. Padahal Chilla juga sangat menyayangi Sheva, tetapi rasa cemburu dan iri itu tiba-tiba hadir di hatinya hingga membuatnya merasa sakit hati sampai menangis.
Sudah cukup puas menangis, Chilla memutuskan kembali bergabung dengan yang lain. Sebelum mereka menyadari ketidak beradaannya.
Saat Chilla sudah ada di ruang tengah, ia melihat Sheva sedang berjalan ke Javas sambil membawa beberapa kado yang tadi diberikan pada gadis kecil itu.
"Papa bantuin Sheva buka kadonya," pinta gadis kecil itu saat sudah ada di depan Javas. Mendengar Sheva memanggil Javas dengan sebutan Papa, bukan hanya Chilla saja yang terkejut. Semua orang yang ada di rumah Isvara jelas terkejut, selain Javas dan Isvara tentu ya.
"Iya, sebentar yang sayang." Gadis itu tiba-tiba pergi ke kamar, seperti ingin mengambil sesuatu di kamarnya.
"Sheva panggil Papa ke Om Javas sejak kapan, Nan?" tanya Amara penasaran. Isvara bukan menjawab, ia malah diam saja. Sebenarnya gadis itu lebih ke bingung bagaimana cara menjelaskannya pada sahabat-sahabatnya.
"Om Javas itu siapa?" tanya Yara bingung, karena ia seperti baru mendengar nama itu disebut.
"Om Javas itu orang yang duduk disebelah Dion, sekaligus orang yang tadi dipanggil Papa sama Sheva," jelas Friska. Sebenarnya Yara sejak tadi penasaran saat Isvara dan Sheva datang bersama seorang pria dewasa, di dalam hati ia bertanya-tanya siapa pria itu. Ingin menanyakan langsung tetapi lupa terus.
"Terus kenapa bisa Sheva panggil beliau dengan sebutan Papa? Memang siapa Om Javas itu sebenarnya." Yara yang bingung, jadi banyak tanya.
"Kalau alasan Sheva manggil Om Javas dengan sebutan Papa itu gue juga nggak tau, Yar. Kinan aja nggak kasih tau, dari tadi gue tanya juga nggak jawab nih. Cuma Om Javas itu adalah pria yang dulu dekat sama Kinan, sekarang kayaknya mereka dekat lagi deh. Satu informasi penting lagi, Om Javas itu Papanya Chilla," ujar Amara panjang lebar.
"Beneran?" tanya Yara sedikit terkejut, karena melihat Javas yang tidak setua itu. Yara seperti tidak percaya bahwa Javas sudah memiliki putri sebesar Chilla.
"Iya, tanya aja ke Chilla-nya sendiri kalau nggak percaya," titah Amara.
"Iya, Papa Javas itu Papaku. Dari Papa juga aku bisa kenal Kak Kinan, terus akhirnya kenal sama sahabat-sahabat Kak Kinan juga," jawab Chilla yang sejak tadi diam saja, ia juga jadi penasaran sejak kapan Sheva memanggil Papanya dengan sebutan Papa.
"Dunia emang sempit banget ya berarti," komentar Yara yang langsung disetujui oleh semua orang.
"Jadi sejak kapan Om Javas dipanggil Papa sama Sheva, Nan? Apa lo yang ajarin Sheva biar panggil Om Javas dengan panggilan Papa aja biar nggak dipanggil Opa?" tanya Amara sekali lagi.
"Enak aja lo, Ra. Sejak kapan gue ngajarin Sheva gitu, enggak ya," ucap Isvara tidak mau disalahkan.
"Terus siapa dong?" tanya Amara.
"Biar saya aja yang jawab, saya yang minta Sheva panggil saya dengan sebutan Papa. Toh Sheva juga selama ini nggak kenal siapa Papanya, jadi nggak salah dong saya jadi Papanya? Sejak kapannya, sejak dua hari yang lalu di rumah sakit." Akhirnya Javas angkat bicara, untuk menjawab pertanyaan Amara walaupun semua juga sangat penasaran dengan jawabannya.
"Oh, gitu. Ya, nggak salah si Om. Kalau Om mau jadi Papanya Sheva beneran juga boleh kok, asal Om nikahin Kinan dulu," goda Dion sengaja.
"Apaan sih, Yon," ujar Isvara malu-malu.
"Pakai malu-malu segala lo, Nan," balas Dion, hingga Isvara melemparkan sesuatu ke sahabatnya.
"Udah jangan godain Isvara terus, kalau memang Isvara berjodoh dengan saya. Kalian sebagai sahabat Isvara tentu pasti akan menjadi orang pertama yang tahu kabar pernikahan kami." Mendengar ucapan Javas, Isvara malah semakin malu dibuatnya. Ingin sekali membantah ucapan Javas, tetapi Isvara tidak melakukannya.
Gadis itu malah memilih menyusul Sheva yang di kamar, entah mau apa gadis kecil itu di kamar sampai tidak juga kembali ke ruang tamu. Padahal semua orang sedang berada di ruang tamu.
"Yon, sahabat kamu tambah dua orang ya?" tanya Javas tiba-tiba.
"Hah! Maksudnya, Om?" Dion malah bingung sendiri dengan pertanyaan Javas.
"Iya, soalnya saya liat selain ada Friska, Amara sama Kinan kamu punya dua sahabat baru Chilla sama satu perempuan yang saya belum tau namanya," jelas Javas, akhirnya Dion mengerti ucapan Javas.
"Enggak ada kayak gitu, Om. Chilla itu bukan sahabat saya dan Kinan, adanya Chilla yang ikut sama kami ya karena Chilla sekalian mau bareng ke sini aja. Kita nggak bersahabat tapi berteman biasa aja, kalau perempuan yang satunya itu pacar saya, Om. Namanya Yara." Javas mengangguk paham, ternyata apa yang ada dipikirannya itu salah.
"Lagi pula saya, Kinan, Friska dan Amara itu bersahabat sejak kecil. Hanya kita berempat saja yang bersahabat, tidak akan tambah anggota baru lagi. Tapi kita akan berusaha berbaur dengan pasangan sahabat kita kok, Om. Jadi bertambah pun anggotanya ya dengan pasangan-pasangan sahabat dan pasanganku sendiri, maksudnya pasangan suami atau istri ya. Bukan hanya pacar saja.
"Saya paham kok."
"Yara, sini deh yang," panggil Dion pada kekasihnya. Yara menatap Amara dan Friska dengan tatapan bingung, tetapi kedua sahabat Dion itu malah menyuruh Yara menghampiri Dion aja.
Yara dan yang lain memang tidak mendengarkan pertanyaan Javas yang terakhir, karena ketiga gadis itu asyik bercerita sendiri. Sedangkan Chilla tidak bergabung, ia memilih untuk memperhatikan mereka saja.
"Yara sayang, kenalin ini Om Javas. Beliau ini orang yang sedang dekat sama Kinan," ujar Dion memperkenalkan Yara kepada Javas, begitu juga sebaliknya.
Yara terdiam, ia melihat Javas dari atas ke bawah. Gadis itu mengakui ketampanan Javas, menurutnya sangat wajar jika Isvara mau dengan pria itu sekalipun umurnya beda jauh. Selain tampan, Javas juga berkharisma. Sayangnya hati Yara sudah tertambat pada seorang Dion, jadi ia tidak memperdulikan laki-laki lain.
Setelah berkenalan, Yara kembali gabung dengan kedua sahabat kekasihnya. Dion merasa bersyukur karena memiliki kekasih yang mau dekat dengan sahabat-sahabatnya, paling penting Yara juga tidak pernah cemburu pada sahabatnya.
Selain karena Yara, Dion dan sahabatnya juga sangat tahu batasan. Apapun yang berhubungan dengan sahabatnya Dion selalu melibatkan sang kekasih, jadi Yara tidak pernah merasa tersisih dari sahabat kekasihnya.
Untuk masalah rahasia sahabat-sahabatnya, Dion jujur ia belum terlalu blak-blakan apalagi soal masa lalu Isvara dahulu. Bukan tidak percaya, tetapi Dion takut ia dengan Yara tidak berjodoh. Nantinya rahasia itu malah dibongkar oleh Yara.