Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26 | Meminta Bantuan Javas
Sudah beberapa jam, Isvara terus berusaha mengompres putrinya agar panasnya turun. Namun, bukannya turun tubuh Sheva malah semakin panas. Isvara jadi panik akhirnya.
Isvara tambah panik, ketika melihat putri kecilnya tiba-tiba kejang-kejang. "Ya tuhan. Kamu kenapa sayang?"
Sheva pun tidak sadarkan diri, entah gadis itu masih tertidur atau tengah pingsan. Tidak ingin menyesal, Isvara ingin segera membawa putrinya ke rumah sakit. Namun, ia baru ingat sekarang berada di desa terpencil. Yang berarti rumah sakit tidak ada di desa, mereka harus pergi ke kota yang jaraknya lumayan jauh.
Isvara tidak diam saja, ia langsung bergegas untuk mencari bantuan. Gadis itu butuh kendaraan yang bisa dipakai untuk mengantarkannya ke rumah sakit, tetapi ia tidak ada kendaraan sekarang. Motornya sedang rusak di bengkel, sedangkan ia tidak punya mobil.
Mobil yang biasa digunakan untuk belanja telah dipinjam oleh Leni dan Indra yang memang sedang pergi ke suatu tempat, mana mungkin Isvara tega tidak meminjamkan pasangan suami istri itu. Padahal mereka sangat baik padanya sejak dulu, tanpa Isvara ketahui Leni dan Indra baik karena dibayar oleh Dion.
Isvara sekarang sedang kebingungan, ia tidak tahu ingin meminta tolong pada siapa. Warga desa juga tidak memiliki mobil, motor saja jarang sekali yang punya.
Tiba-tiba gadis itu teringat satu nama yang bisa membantunya, walau ia harus meminta bantuan orang itu. Demi Sheva, Isvara akan melakukannya.
Isvara mengambil ponsel yang ada di nakas, ia berusaha menghubungi Chilla. Chilla memang yang Isvara hubungi, karena Chilla-lah yang akan memberikannya nomor orang yang bisa membantunya.
"Chilla, tolong kirim nomor Papa kamu sekarang. Penting! Tolong kamu jangan banyak tanya dulu," ujar Isvara setelah Chilla mengangkat telfonnya. Memang Isvara akan meminta bantuan Javas, semoga saja pria itu masih ada di desa. Javas jelas sangat bisa membantu, karena pria itu memiliki mobil.
Walau penasaran dengan apa yang terjadi, Chilla lebih memilih menuruti ucapan Isvara. "Sudah aku kirim nomornya, Kak."
"Terima kasih, Chilla." Setelah mengucapkan terima kasih Isvara langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak, ia langsung berganti menghubungi Javas. Setelah ia mendapatkan nomor pria itu dari Chilla.
"Hallo ini siapa ya?" tanya Javas ketika pria itu baru saja mengangkat teleponnya.
"Aku Isvara, Om. Bisa tolong ke rumah sekarang juga, aku butuh bantuan. Nggak usah banyak tanya dulu, aku tunggu di rumah. Bawa mobil jangan pakai lama ya, Om," ujar Isvara yang tidak ingin basa-basi.
"Oke," jawab Javas cepat. Benar, setelah mendengar jawaban Javas. Isvara langsung mematikan teleponnya. Tidak mungkin ia asyik berbicara di telepon sedangkan sekarang keadaan putrinya sedang tidak baik-baik saja.
Isvara kembali duduk di ranjang, ia berusaha membangunkan Sheva. Ia juga sudah mengolesi minyak kayu putih di hidung putrinya, agar Sheva segera bangun. Sheva untuknya sudah tidak kejang lagi seperti tadi, tetapi memang masih belum sadarkan diri.
"Sheva sayang bangun yuk, Bunda takut kamu sampai kenapa-napa, sayang. Tolong bangun putri kecil Bunda."
Sambil menunggu kedatangan Javas yang akan mengantarkannya ke rumah sakit, Isvara terus berusaha menyadarkan putrinya yang ternyata bukan tidur melainkan pingsan.
Di rumah tempat Javas menginap, ia segera bersiap untuk pergi ke rumah Isvara. Untung pria itu sudah hafal diluar kepala alamat rumah gadis pujaan hatinya.
Entah kenapa Javas tadi mau mengangkat nomor yang tidak ia kenal, padahal biasanya dirinya sangat malas sekali. Apalagi sekarang banyak sekali penelpon bodong, itulah alasan Javas malas mengangkat telepon dari orang yang tidak dikenalnya. Sedangkan jika memang yang menelponnya adalah orang penting pun Javas tidak yakin, karena biasanya jika ada perlu dengannya. Para klien penting itu akan menghubungi asisten pribadi Javas terlebih dahulu, baru akan disambungkan pada Javas kemudian.
Namun, Javas sekarang tidak menyesal sama sekali. Karena sudah mengangkat telepon Isvara, disaat gadis itu sedang membutuhkan bantuannya. Walau pria itu tidak tahu bantuan apa yang diperlukan oleh Isvara.
Rumah Rizal yang Javas tempati tidak terlalu jauh dari rumah Isvara, jadi tidak perlu waktu lama untuk pria itu sampai rumah gadis pujaan hatinya. Apalagi Javas mengendarai mobil, jadi jelas bisa sampai lebih cepat.
Tanpa permisi, Javas segera masuk ke rumah Isvara. Kebetulan rumahnya memang tidak dikunci oleh Isvara, pria itu langsung mencari keberadaan Isvara.
Lagi-lagi ia memberanikan diri untuk masuk ke kamar yang ia yakini itu kamar Isvara dan Sheva, apalagi Javas juga mendengar suara tangisan dari dalam kamar itu. Tidak dipungkiri sekarang Javas malah khawatir telah terjadi sesuatu yang buruk pada Sheva maupun Isvara.
"Isvara sebenarnya ada apa? Kenapa kamu minta saya datang ke rumah kamu, katanya kamu perlu bantuan. Kamu mau saya bantu apa memangnya?" tanyanya dengan rasa penasaran yang tidak dapat lagi ditahan, sejak tadi pria itu sudah merasa sangat penasaran. Namun, ia tidak berani menelpon balik untuk bertanya lebih lanjut.
"Sheva sakit, Om. Aku nggak ada kendaraan buat bawa Sheva ke rumah sakit, tolong Om Javas bantu anterin Sheva ke rumah sakit. Aku nggak tau lagi harus minta tolong sama siapa, sampai akhirnya aku mutusin minta tolong sama Om," jawabnya panjang lebar. Tanpa aba-aba, Javas langsung menghampiri Sheva yang tidak sadarkan diri. Pria itu langsung menggendong Sheva tanpa berkata apapun pada Isvara.
"Sheva mau dibawa ke mana, Om?" tanya Isvara yang terkejut melihat tiba-tiba Javas menggendong Sheva.
"Kita harus buru-buru bawa Sheva ke rumah sakit, Sheva butuh pertolongan cepat sama dokter," jawabnya sambil berjalan meninggalkan Isvara yang masih termenung.
Akhirnya Isvara menyusul Javas yang sudah masuk mobil bersama dengan Sheva, ia lalu duduk di kursi belakang. Javas sendiri sudah mengatur posisi Sheva agar anak perempuan itu tubuhnya tidak sakit.
"Sebenarnya Sheva sakit apa, Va?" tanya Javas saat ia sudah mengendarai mobil untuk pergi ke rumah sakit.
"Sheva demam Om, tadi udah aku kasih obat. Tapi bukannya sembuh, Sheva badannya malah tambah panas bahkan tadi sempet kejang juga. Aku takut banget Sheva sampai kenapa-napa," jawabnya sambil menangis.
"Sheva nggak akan kenapa-napa, kamu nggak perlu khawatir. Kita sekarang sedang perjalanan ke rumah sakit," ujar Javas berusaha menenangkan Isvara yang sedang panik.
"Tolong lebih cepat nyetirnya, aku nggak mau kita sampai terlambat bawa Sheva ke rumah sakit. Sheva harus segera sembuh," pintanya. Javas memilih menuruti ucapan Isvara, ia segera mempercepat mobilnya agar segera sampai di rumah sakit.
Sampai juga mereka bertiga di sebuah rumah sakit yang cukup besar yang ada di kota, Javas langsung berlari sambil menggendong Sheva menuju IGD agar segera mendapatkan perawatan dari dokter.
"Dok tolong putri saya tadi badannya panas sekali, bahkan tadi juga sempat kejang-kejang. Saya akan bayar berapa saja asalkan dokter bisa menyelamatkan putri saya," mohon Javas pada dokter yang akan memeriksa Sheva.
"Bapak tenang saja, saya pasti akan berusaha menyelamatkan putri Anda. Jadi Anda tidak perlu khawatir." Sheva dibawa masuk ke UGD oleh suster dan dokter.