Ara harus cepat-cepat kembali ke Indonesia karena mendengar bundanya sakit. Dia sampai harus kehilangan kontrak kerjasama dengan salah satu perusahaan yang sudah lama diincarnya karena mengkhawatirkan kondisi sang bunda. Namun apa yang terjadi di Indonesia tidak sepanik seperti apa yang ada dalam benak Ara.
Bahkan ini semua hanya rencana sang bunda untuk menjodohkan Ara dengan putra dari teman baiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Niken Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 11
"Ara mana Bun?"tanya Angga yang sudah duduk di meja makan untuk sarapan pagi.
"Masih bersiap-siap sepertinya. Oya nak, terimakasih,"ucap Maya dengan senyum merekah.
"Aku juga senang dia bisa membantu di kantor Bun,"jawab Angga dengan bangga.
"Sekolahnya saja setinggi itu, untuk apa kalau dibiarkan begitu saja,"lanjutnya.
"Ya, kamu benar, dia cantik dan cerdas, dengan bekerja di perusahaan akan mempercepat dia berkenalan dengan pengusaha-pengusaha muda,"ujar sang bunda.
"Husstt...dia datang,"ujar Angga sembari seolah-olah sibuk mengambil makanan. Begitu juga Maya tampak sibuk melihat menu masakan yang telah tersedia.
"Pagi Bun, pagi kak,"sapa Ara yang telah mengenakan seragam kantor yang membuatnya tampil cantik dan elegan.
"Apa bunda bilang, putri bunda adalah yang tercantik,"puji Maya.
"Pasti banyak yang akan patah hati dibuatnya,"lanjut Maya menambahi.
"Bunda apa sih, biasa saja, ini dandanan biasa, tidak ada yang istimewa,"Ara merasa risih dengan apa yang dikatakan sang bunda.
"Usiamu sudah hampir kepala 3, nak, apa lagi yang kamu tunggu,"ujar sang bunda.
"Nunggu kak Angga nikah dulu,"sahut Ara sekenanya membuat Angga tersedak dan segera mengambil air mineral di gelas.
"Angga laki-laki, dia tidak masalah menikah usia berapa pun. Tetapi seorang perempuan punya batasan usia, nak,"ujar Maya mengingatkan putrinya.
"Ya, ma, aku tahu,"putus Ara. Dia tidak mau berdebat lama-lama dengan sang bunda.
"Kamu berangkat denganku ya, dek,"ujar Angga. Ara mengangguk. Mereka berdua telah selesai sarapan.
"Kami berangkat dulu, ma,"ujar Angga disusul kemudian oleh Ara.
Maya menatap kedua anaknya dengan perasaan lega. Dia memang yang meminta Angga untuk memberi posisinya yang pas bagi ara di kantor. Dengan bekerja akan membuat Ara semakin betah di Indonesia. Dia tidak akan sibuk kembali ke Paris. Maya ingin selalu dekat dengan putrinya ini.
"Nyonya, ada telepon untuk nyonya,"ujar salah satu pembantu pengganti selama bik nah sakit.
"Dari siapa?"tanya Maya.
"Dari tuan Steven Daniswara,"ujar pembantunya sambil menyerahkan telepon. Maya menghembuskan napas perlahan. Dia tahu kemana arah pembicaraan mereka nantinya. Maya sudah mencoba menolak di awal tetapi Steven masih bersikeras juga rupanya.
"Baiklah, kamu boleh pergi,"ujar Maya.
Steve, apalagi kali ini.
**
"Sudah lama kita tidak berbincang-bincang seperti ini,"ujar Steven sambil menyeruput teh hijau kesukaan nya.
"Ada perlu apa lagi Steve,"kata Maya tanpa perlu basa basi lagi.
"Aku dengar putrimu sudah kembali ke Indonesia,"sahut steven.
"Kamu memata-matai aku dan keluargaku sekarang?"tanya Maya dengan nada santai. Dia tahu seperti apa seorang steven jika menginginkan sesuatu. Tidak jauh berbeda saat dia mengejar Nadia Soetomo, sahabat baiknya dulu.
"Tidak bisakah kau pertimbangkan kembali untuk mengenalkan putri mu dengan putraku?"Tanya steven kali ini dengan nada memohon.
Maya menghela napas pelan,"Steve, bukannya aku tidak mau. Biarlah mereka memilih jalan hidup mereka sendiri. Kita sebagai orang tua tidak perlu memaksa. Kamu sendiri juga sudah pernah mengalami nya, bukan,"kata Maya.
"Aku tidak memaksa, hanya saja waktu yang memaksaku kali ini,"kata Steven dengan raut wajah sedih.
"Apa maksud kamu, stev?"Maya merasa ada yang aneh dengan nada bicara Steven.
"Tidak apa-apa, hanya saja usia seseorang siapa yang tahu,"ucap Steve mengalihkan pembicaraan.
Steven sepertinya menyembunyikan sesuatu.
"Kalau hanya sekedar berkenalan boleh saja, aku juga tidak melarang. Tapi urusan pilihan itu ada di tangan mereka,"putus Maya.
Steven tersenyum senang,"benarkah?"
"Aku mana pernah mengingkari perkataan ku, Steve,"sahut Maya menyindir.
"Baiklah, terimakasih, may,"ucap steven tulus.
"Iya."
Aku tahu ada sesuatu yang membuatmu terburu-buru seperti ini. Semoga kamu baik-baik saja, Steve.