Lunar Paramitha Yudhistia yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya menikah lagi dengan rekan kerjanya. Ia tak terima akan hal tersebut namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tak disangka-sangka, wanita yang menjadi istri muda sang Ayah menaruh dendam padanya. ia melakukan banyak hal untuk membuat Lunar menderita, hingga puncaknya ia berhasil membuat gadis itu diusir oleh ayahnya.
Hal itu membuatnya terpukul, ia berjalan tanpa arah dan tujuan di tengah derasnya hujan hingga seorang pria dengan sebuah payung hitam besar menghampirinya.
Kemudian pria itu memutuskan untuk membawa Lunar bersamanya.
Apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya? Yuk, buruan baca!
Ig: @.reddisna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda Dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23: Prepare For Welcoming Mrs. Anne
"Jadi, apa yang Sir Thomas katakan padamu setelah menyerahkan dokumen-dokumen itu?" suara berat pria berusia dua puluh delapan itu berhasil meruntuhkan lamunanku.
Aku sedikit terkejut namun berusaha agar terlihat tenang. "Apa Lunar tak memberitahumu? Aku sudah membicarakan hal itu dengannya kemarin," jelasku sembari merapikan dapur yang berantakan, Bibi Chen baru saja memasak pasta untuk sarapan kami.
"Tidak, ia bilang kau sendiri yang akan menjelaskannya padaku."
Oh astaga, aku lupa akan hal itu. Dengan malas aku mulai menjelaskan mengenai detail pembicaraan kami padanya. "Sir Thomas akan mendiskusikan kasus itu bersama rekan-rekannya setelah aku mengajukan permohonan itu, kemudian memintaku untuk menunggu paling lambat selama tujuh hari untuk mengetahui hasilnya. Yah, aku tak yakin kita bisa mendapatkannya..." tuturku sembari melipat kedua tangan di dada, ia hanya menanggapi ucapanku dengan anggukan.
"Baiklah, terimakasih atas informasi yang kau berikan. Aku akan pergi menjemput Ibuku, ia akan tinggal di sini untuk beberapa waktu. Beritahu Bibi Chen untuk menyiapkan semuanya," ia mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja dan pergi menuju garasi.
Aku mengangguk, perlahan mencerna semua perkataannya. Lalu aku tersadar akan satu hal. "APA? NYONYA BESAR AKAN KEMARI? OH ASTAGA, BIBIII!" aku lari terbirit-birit menuju Bibi Chen yang tengah membersihkan kolam dan menyirami tanaman di halaman belakang.
Nyonya besar adalah orang perfeksionis, sering kali ia memprotes hasil pekerjaan kami karena tak sesuai dengan keinginannya. Semuanya harus bersih dan tertata rapi, aku tak tahu kapan ia akan datang. Semoga kami punya cukup waktu untuk membersihkan semuanya.
"Bibi, haah ... Tuan bilang Nyonya besar akan menginap di sini untuk beberapa waktu," napas ku tersengal-sengal setelah berlari dari dapur menuju halaman belakang, rambutku terlihat berantakan, bahkan aku tak sempat mengenakan alas kaki.
"Oh, astaga Hanaa! kenapa tak memberitahuku sejak tadi pagi?" Bibi Chen meninggikan suaranya, guratan di wajahnya semakin terlihat.
Aku merapikan rambutku yang berantakan, menjatuhkan pantat sintal ini di atas rerumputan hijau di halaman belakang. "Tuan baru saja memberitahuku, aku benar-benar terkejut!"
Dengan segera Bibi Chen menarik tanganku, membawaku dengan kecepatan tinggi menuju perapian. Tempat itu terlihat kotor dan berantakan karena kami sering menghabiskan waktu di sini, banyak makanan ringan yang masih tersegel berserakan di lantai bersama dengan sampah-sampah yang lain. "Kita harus segera membereskan kekacauan ini!" Bibi Chen mulai beraksi, mengambil alat tempur berupa sapu dan kemoceng.
Aku mengikuti langkah besarnya dari belakang, dengan lantang aku memanggil semua pekerja yang ada di rumah ini untuk membersihkan rumah. Dengan cekatan aku memberikan instruksi pada yang lain untuk membersihkan ruangan-ruangan tertentu, aku mengerahkan tenaga ekstra untuk membersihkan kamar milik Nyonya Anne. Itu cukup besar, pasti akan membutuhkan waktu yang lama untuk membersihkan kamar tersebut.
"Hai, kak! Aku datang untung membantu ..." suara melengking itu menusuk gendang telingaku, tak lain dan tak bukan adalah Lunar. Aku menghentikan aktivitasku sejenak, menatap tajam ke arah perempuan bersorai hitam dengan tajam. Diikuti dengan ringisan kecil darinya.
"Apa pekerjaanmu sudah selesai?" tanyaku dengan ketus sembari berkacak pinggang.
"Tidak, dia menyuruhku untuk kembali dan membantu kalian mempersiapkan semuanya. Aku benar-benar bersyukur dengan ini, aku lelah berkutat dengan komputer terus-menerus ..." jelasnya sembari meregangkan otot-otot tubuhnya.
"Jadi kau setuju untuk membantu karena malas berurusan dengan pekerjaanmu?"
"Kau benar, aku mencintaimu!" Ia mencium pipiku dan mulai membersihkan jendela di sudut ruangan, yah setidaknya aku bisa menghemat sedikit tenaga karena bantuannya.
"Bersihkan dengan benar, jika tidak aku akan memukulmu!" seruku sembari melanjutkan aktivitasku.
"Baiklah ..." ia menjawabku dengan nada yang lebih santai kali ini, tak lagi melengking memekik telinga.
Aku hanya mengangguk, dengan bantuan dari Lunar membuat pekerjaanku lebih cepat selesai, kurang dari satu jam kamar milik Nyonya Anne sudah bersih dan tertata rapi.
"Akhirnya selesai juga!" ucap kami bersamaan.
"Apa yang akan kita lakukan setelah ini?" tanyanya, salah satu alisnya terangkat.
"Oh! Kita harus memasak makan malam ... tapi kau bisa beristirahat jika tak ingin melakukannya, bersiaplah untuk bertemu calon mertua," aku menggodanya, kedua alisku naik turun dengan senyum jahil.
Perempuan muda dengan setelan kantor itu mencubit pinggangku, rasanya nyeri dan panas. Wajahnya merah padam. "Kak Hanaa, berhenti menggodaku!"
"Aduh, sakit sekali sial!" aku memegang pinggangku yang terasa nyeri, sepertinya itu akan membekas untuk waktu yang lama. Namun aku tak berhenti sampai di situ saja.
"Aku kan mengatakan fakta, bukankah kau dan Tuan memiliki hubungan yang spesial," aku mengerucutkan bibir dan mengalihkan pandanganku darinya.
"Kami tak punya hubungan spesial seperti yang kau pikirkan," ia tak berani menatapku.
Aku mengerutkan dahi, penuh tanda tanya. "Benarkah? Aku pernah melihat kalian saling berpelukan di balkon," aku mengedipkan mataku dengan senyum jahil.
"Ah itu- kau pasti salah lihat!" ia berkata dengan terbata-bata, wajahnya semakin merah. Dalam hati aku tertawa puas, menyenangkan sekali menggoda manusia yang sedang jatuh cinta ini.
"Aku tak mungkin salah lihat. Bahkan aku mengambil potret kalian berdua saat berpelukan, ah itu benar-benar manis ..." aku mengeluarkan ponselku dari dalam saku dan memperlihatkan foto-foto yang kuambil saat mereka berpelukan.
Lunar menatapku, seakan tak percaya dengan gambar yang ia lihat. "Oh astagaa ..." ia berjongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Hahaha sudahlah, aku tahu semuanya, bodoh! Kau tidak bisa membohongiku. Aku akan melanjutkan pekerjaanku, sampai jumpa, sayang ..." aku tertawa kecil, membawa kakiku melangkah lebih jauh dari kamar Nyonya Anne, meninggalkan Lunar yang masih tersipu malu di sana, tak lama lagi ia pasti akan menyusulku.
"Kak tunggu aku!" teriakannya menusuk gendang telingaku, dengan langkah kaki yang besar ia menyusulku. Tawaku semakin kencang melihatnya, dengan pasti aku melarikan diri darinya.
"Kak Hanaa!" langkahnya semakin kencang, ia berhasil menangkapku, tubuh kecil itu memeluk pinggangku dengan kedua tangannya.
Aku mengulurkan tanganku untuk menyibak rambutnya yang berantakan, ia biarkan terurai begitu saja. "Kau ini, lihatlah rambutku berantakan," celotehku sembari merapikannya, ia hanya tersenyum lebar mendengar ocehanku. Benar-benar seperti anak kecil, aku tak yakin apa dia benar-benar sudah lulus dari perguruan tinggi?
"Aku lupa membawa ikat rambut, lagipula aku lebih nyaman dengan gaya rambut seperti ini," jelasnya.
"Kau terlihat jelek, bodoh!" aku menyentil dahinya.
"Ya itu bukan masalah bagiku ..." ia acuh tak acuh, membuat emosi dalam diriku mendidih.
"Rapikan cepat atau aku akan memotongnya. Kau itu seorang sekretaris, penampilanmu harus benar-benar diperhatikan," lagi dan lagi aku menyentil dahinya. Ia benar-benar membuatku kesal.
"Ya, baiklah ... aku akan memotongnya besok jadi akan terlihat lebih rapi."
"Aku akan mengantarmu jika kau mau, ayo kita ke dapur dan masak makan malam!" aku menyeret tubuh mungil itu untuk menuruti tangga.
"Aku ingin makan ayam goreng ..."
"Tidak ada ayam goreng untukmu hari ini!"
"Kak Hanaa, kau jahat sekalii!" ia merengek sembari bergelayut di tangan kananku, sial itu rasanya berat. Wajahnya yang berkaca-kaca membuatku ingin tertawa, menggodanya adalah hal yang terbaik.
"Aku tak peduli, cepat ayo jangan bergelayutan di tanganku seperti anak kecil!" aku menarik tubuh mungil itu, jalanku semakin cepat dari sebelumnya.
"Huweeee!"
Mampir juga di karyaku ya ka
semangat terus