Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27. Indonesia
Satu minggu lebih berlalu setelah Alvaro maupun Humey keluar dari rumah sakit, mereka akan pulang ke Indonesia. Ayzel sudah mendapatkan ijin cutinya kurang lebih tujuh hari, untuk pertama kalinya bagi Ayzel kembali ke Indonesia setelah dua tahun berada di Istanbul.
“Yakin tidak ada yang tertinggal?” Ayzel memastikan pada Humey semua barang-barangnya sudah masuk ke dalam koper. Sementara dia hanya membawa beberapa barang karena akan kembali lagi ke Istanbul.
“Sudah kak,” Humey menghela napasnya panjang. Ada gurat kesedihan terlihat dari sorot matanya.
“Yakinlah ini yang terbaik buatmu,” Ayzel memeluk, menenangkan Humey.
“Bismillah kak, semoga yang terbaik” Humey sudah lebih menerima tentang pernikahannya dengan Althan yang akan di laksanakan empat hari lagi.
Semua persiapan pernikahan diurus oleh keluarga, Humey dan Ayzel akan pulang beberapa hari sebelum akad. Alvaro sebenarnya menginginkan Ayzel ikut pulang bersamanya dengan pesawat pribadi, tapi dia menolak dengan alasan itu akan menimbulkan kecurigaan Humey. Karena Malvin adalah teman sekaligus partner bisnis Alvaro.
“Jangan lupa titipanku,” ucap Naira yang mengantarkan mereka ke bandara. Maklum saja karena dia juga sama dengan Ayzel yang belum pernah sekalipun pulang selama menempuh pendidikan di Istanbul.
“Iya ... iya, koperku isinya titipan kamu semua nanti Nai” mereka bertiga terkekeh. Ayzel dan Humey pamit karena sudah harus masuk ke pesawat.
Ayzel memilih penerbangan malam hari agar sampai di Indonesia pagi atau siang hari, mereka menempuh perjalanan udara 15-17 jam. Sementara Alvaro dan Kim Roan juga dalam perjalanan menuju Indonesia di hari yang sama dengan mereka, bedanya Alvaro menggunakan jet pribadinya.
“Kok aku deg-degkan ya kak?” Humey dan Ayzel sudah ada dalam pesawat, baru lima belas menit lalu mereka lepas landas dari bandara Istanbul.
“Alhamdulillah, berarti kamu masih hidup” ucap Ayzel yang mendapatkan pukulan dari Humey.
“Ish ... kak Ze ketularan kak Alvaro. Awas jodoh lho,” Humey meggoda Ayzel.
“Gak apa-apa. Lumayanlah dapat Kim Namjoon versi lokal,” mereka berdua terkekeh sampai mendapat tatapan tajam dari beberapa menumpang lain.
“Ssttt ... calon pengantin istirahat,” mereka kemudian istirahat selama perjalanan udara menuju Indonesia.
Tepat pukul delapan waktu Jakarta mereka sudah landing di bandara CGK, supir kepercayaan keluarga Zekai sudah menanti mereka di tempat penjemputan. Rencananya mereka akan langsung berangkat menuju bandung.
“Pak. Saya turun di hazelnut-latte cafe saja,” ucap Ayzel pada sang supir.
“Mbak Zeze gak sekalian pulang? Tuan Ravan tadi minta non Humey dan mbak Ze untuk langsung diantar ke rumah utama,” Ravan adalah ayah Humey yang tak lain adalah adik kandung Anara bundanya Ayzel.
“Bilang saja saya harus cek kondisi cafe pak. Sudah dua tahun tidak bertemu anak-anak hazelnut-latte,” sebenarnya selain memang ingin melihat bisnis cafe yang dia tinggalkan selama kuliah di Turki. Ayzel juga sedang tidak dalam suasana baik untuk bertemu dengan keluarga besarnya.
“Baik mbak Ze,” jawab supir mereka.
Ayzel menikmati jalanan Jakarta, sementara Humey terlelap tidur di sampingnya. Bahkan saat Ayzel turun dari mobil, dia masih terlelap dalam tidurnya.
“Kalau Humey bangun dan tanya di mana saya, bilang saja saya sedang di cafe. Saya akan ke bandung lusa,” Ayzel turun dari mobil dan membiarkan supir keluarga Zekai melanjutkan perjalanannya.
Ayzel melangkah masuk dengan senyum yang mengembang, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat duduk yang ada di luar cafenya. Meminta Anaya dan Rika untuk mengurusi cafenya memang keputusan yang benar, hanya mereka berdua yang dapat Ayzel percaya. Anaya dan Rika lebih muda lima tahun darinya, Ayzel bertemu mereka dalam sebuah acara baksos yang diadakan perusahaan ayahnya.
“Mbak Ze?” teriak salah satu karyawan saat melihat Ayzel berdiri di bagian luar cafe sambil membawa koper kecilnya.
Anaya dan Rika yang kebetulan ada di cafe menghambur keluar saat mendengar salah satu karyawan mereka memanggil nama Ayzel. Mereka memastikan bahwa itu benar Ayzel, kakak angkat mereka berdua.
“Mbak kok gak bilang kalau mau pulang?” Anaya menghampiri Ayzel dan langsung memeluknya, hal yang sama juga di lakukan Rika pada Ayzel.
“Bukan kejutan namanya kalau bilang dulu,” Ayzel mengurai pelukannya dari mereka berdua.
Mereka bertiga masuk ke salah satu ruangan milik Ayzel, ruangan yang memang khusus untuknya saja. Setiap hari ruangan tersebut tetap di bersihkan, meskipun tidak di gunakan semenjak Ayzel menempuh pendidikan di Turki.
“Aku bersih-bersih dulu. Nanti kita lanjut ngobrolnya, ada sedikit oleh-oleh. Bagi ke anak-anak sana,” Ayzel menyerahkan oleh-oleh yang baru dia ambil dari kopernya. Kemudian dia masuk ke ruangannya untuk mandi dan istirahat sejenak.
“tok ... tok ... tok,” seseorang mengetuk pintu dari luar ruangan Ayzel.
“Ya, siapa?” Ayzel sudah selesai mandi. Dia juga sudah berganti baju dan sudah memoles wajahnya dengan bedak tipis dan lip cream, hari ini dia memilih outfit one set nuansa hitam dari sweater strip hitam putih, rok denim warna hitam senada dengan pasmina menutup dada yang dia kenakan dan di padu dengan sneakers putih. Siapapun akan terpesona dengan tampilannya saat ini, sederhana namun cukup modis.
“Anaya mbak,” ucapnya dari luar pintu.
“Masuk Naya,” Anaya masuk saat Ayzel sedang mengeluarkan beberapa barangnya.
Naya masuk membawa beberapa camilan untuk di taruh di ruangan Ayzel. “Mbak berapa lama di sini?”
“Sampai selasa depan mungkin. Aku pulang untuk menghadiri pernikahan Humey,” tukasnya pada Naya.
“Bentar banget mbak. Padahal kita mau minta pertimbangan buat pengajuan sertifikat halal bahan baku di cafe kita,” sahut Rika yang ikut masuk setelah Naya.
“Memang sudah siap?” tanya Ayzel memastikan dua gadis berusia dua puluhan tahun tersebut.
“Sudah,” mereka berdua menjawab dan mengangguk bersamaan.
“Tinggal butuh persetujuan mbak Zeze,” ucap Rika.
Ayzel menimbang-nimbang kembali bagaimana harus membagi waktunya, karena dia belum tentu akan pulang lagi dalam waktu dekat.
“Bawa kemari berkasnya. Bawa saja ke depan, aku mau sarapan dulu. Sudah lapar,” Ayzel mengambil macbook dan ipadnya untuk di bawa ke depan.
“Jam segini baru sarapan mbak?” heran Naya sambil melihat arlojinya yang sudah menunjukkan jam sepuluh.
“Tidak sempat sarapan, tadi langsung kemari dari bandara” sahut Ayzel yang sudah berjalan ke luar dan diikuti Naya juga Rika.
Ayzel memilih tempat dekat jendela, dia suka dengan pemandangan luar jendela cafenya. Favoritnya adalah es pistacio latte dengan sedikit gula, tentu semua karyawannya paham dengan makanan dan minuman ke sukaan Ayzel. Dia memilih salad sayur sebagai menu sarapan yang kesiangan.
“Taruh di situ saja,” pinta Ayzel pada salah satu karyawannya yang membawakan makanan dan minumannya. Sementara dia mempelajari beberapa berkas yang tadi di berikan Anaya dan Rika.
“Mbak Ze masih butuh yang lain?” tanya karyawati tersebut pada bosnya.
“Sepertinya tidak. Kamu bisa kembali mengerjakan yang lainnya,” ucap Ayzel dengan senyum.
Ayzel meneliti satu persatu berkas-berkasnya, tentu sambil menyesap es pistacio lattenya. Dia berhenti sejenak untuk menikmati salad sayurnya.
“Benar-benar pulang kampung,” Ayzel bermonolog dengan dirinya sendiri. Biasanya dia melihat pemandangan langit senja galata dari restoran favoritnya di dukkan galata, hari ini dia menikmati suasana cafenya sendiri di Indonesia.
Dia mengevaluasi beberapa hal yang harus di benahi dari berkas-berkas tersebut, Ayzel sudah memanggil Anaya juga Rika untuk duduk di hadapannya. Dia menjelaskan pada dua gadis tersebut mana yang harus diperbaiki, apa saja yang harus mereka tambahkan dan juga di ubah. Setelah paham mereka langsung beranjak pergi dari meja Ayzel untuk memperbaiki berkas-berkas mereka. Sementara Ayzel kembali menikmati minumannya.