Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMT
Reyhan menoleh. Dia melihat seorang guru yang cantik berambut keriting gantung sebahu dan memiliki body bak gitar spanyol berjalan menghampiri.
Pakaian yang dikenakannya sangat ketat, termasuk di bagian dada. Sampai kancing-kancing bajunya hampir terlepas.
"Reyhan?" sapanya sok akrab.
Wanita dengan make up tebal ini menarik kursi, lalu duduk berhadapan dengan Reyhan.
Reyhan menaikan sebelah alisnya. Tanda dia tak tahu siapa yang datang tiba-tiba ke ruangannya.
"Saya Siska, Guru Fisika kelas 12. Dari hari pertama kamu datang, saya sudah mengamati kamu. Katanya kamu keponakan Tristan, ya?" Siska bicara dengan nada manja, seperti minta dibelai.
"Oh Guru Fisika? Ya, saya Reyhan, keponakan Pak Tristan. Salam kenal," kata Reyhan sambil terkesiap dengan meletakan ponselnya. Seperti apa pun wujudnya, jika dia sesama guru harus saling hormat dan menghargai.
"Kamu manis sekali. Berapa usiamu?" tanya Siska basa-basi sambil menatapnya genit."
"Dua bulan lagi 25 tahun," jawabnya.
"Ah, berarti sekarang baru 24? Masih muda sekali, pantas saja sangat manis," goda Siska sambil merekahkan senyumnya. "Semoga betah ya, ngajar di sini."
Tristan hanya mengangguk sambil menyeringai.
"Oh iya, Tristan hari ini tidak masuk. Katanya sakit. Sakit apa?" tanya Siska yang berusaha semakin mendekati Reyhan dengan tujuan tertentu.
"Sakit? Saya bahkan baru tahu kalau ternyata Paman sakit."
"Saya tahu dari Kepala Sekolah, katanya Tristan sakit. Saya sudah hubungi dia, tapi dia tidak menjawab. Makanya saya temui kamu, barangkali kamu tahu dia sakit apa. Takutnya sakitnya memang parah," ujar Siska sok perhatian dengan mimik wajah seolah dia memang sedang mencemaskan Tristan.
"Paman tidak memiliki penyakit parah. Mungkin hanya demam. Saya akan lihat ke rumahnya pulang sekolah."
"Ke rumahnya? Ah, saya boleh ya ikut? Saya sangat mencemaskan Tristan," rengek Siska sambil mengerucutkan bibirnya.
"Emm ... kalau itu, saya harus minta izin dulu. Paman biasanya tidak sembarangan memasukan orang ke dalam rumah."
"Lho, tapi saya bukan orang lain. Saya sudah sangat dekat dengan Tristan," kekeh Siska.
"Iya, kah?" Reyhan menatapnya dengan rasa ragu. "Kalau dekat, kenapa Paman sakit saja kamu tidak tahu?"
"A-ah, i-itu, anu ... dia pasti tidak mau memperlihatkan sisinya yang lemah pada saya. Pokoknya nanti pulang ngajar, saya temui kamu, oke?!" Siska melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul setengah 12.
"Saya ada kelas. Dah, Reyhan. Semoga kita bisa jadi teman yang akrab, ya." Siska langsung pergi dari hadapan Reyhan.
Reyhan menghela napas hampa sambil mengacak-acak rambutnya. "Sepertinya wanita itu menyukai Paman. Ah, iya, Amira!"
Reyhan tersadar dengan niat awalnya untuk menghubungi Amira. Saat dia akan kembali menghubungi Amira, ponselnya berdering disaat bersamaan.
"Ibu?" gumam Reyhan. Dia sedikit malas menjawab telepon dari sang Ibu karena sudah bisa dipastikan ibunya akan membahas hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Hm, ya Bu? Ada apa? Kalau membahas tentang pekerjaanku sebagai Guru di Yayasan Kakek, aku langsung tutup teleponnya. Sampai jumpa," sahutnya ketus dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Anak tidak tahu diri! Ibu belum juga bicara, sudah ambil keputusan begitu saja. Dengarkan dulu, baru setelah itu putuskan mau ditutup atau tidak. Dasar kamu itu, setiap hari bikin tensi Ibu naik terus," gerutu Rosma di balik telepon.
"Habisnya Ibu selalu membahas hal yang sama setiap kali menghubungiku. Kali ini apa?" tanya Reyhan tak ingin basa-basi terlalu lama.
"Ibu mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah -"
"Tidak mau. Aku tidak akan datang."
"Brengsek! Biarkan Ibu bicara sampai selesai dulu!" teriak Rosma jengkel.
"Ya, ya, ya ...."
"Ibu mengadakan pesta kecil-kecilan untuk menyambut kedatanganmu. Ibu juga mengundang pamanmu. Ada kejutan yang ingin Ibu beritahukan mengenai Tristan padamu nanti malam. Kamu harus datang! Jangan sampai tidak datang pokoknya!"
"Kejutan apa dulu? Kalau Ibu tidak bicara dengan jelas, aku tidak mau datang."
"Ck, dasar. Kalau diberitahu sekarang, bukan kejutan namanya."
"Ya sudah, aku tidak akan datang. Kalian bersenang-senanglah tanpa aku. Sampai jumpa."
"Hey, hey, hey! Jangan dulu ditutup. Ibu akan beritahu! Dasar bajingan tengik, selalu saja mengambil kesempatan," gerutu Rosma yang diam-diam ditertawakan tanpa suara oleh Reyhan. Dia suka mendengar oleman ibunya karena menurutnya lucu, bukan menakutkan.
"Itu ... em, Ibu akan beritahu, tapi nanti saat di acara anggap saja kamu belum tahu apa-apa, ya?"
"Iya, ibukuuuu...."
"Tristan ... ehem, dia sebenarnya sudah menikah."
Deg!
°°°
Mid Level.
"Angkat kakimu. Saya kompres sebentar," ujar Tristan dengan tatapan yang teduh.
Amira yang tengah duduk di tepi ranjang dengan rok mini, membuka selangkangannya dan menyodorkan kakinya yang terkilir pada Tristan.
Mata Tristan tentu saja langsung menangkap pemandangan indah yang Amira suguhkan, yaitu kewanitaannya dibalik celana dalam berwarna merah muda.
"Jangan gitu, dong. Kamu sedang memancing saya?" kata Tristan ancang-ancang sambil meremas kain kompresan yang berisi es batu karena efektif meredakan rasa nyeri dan pembengkakan.
Amira mengangguk sambil mengulum senyum. "Aku memang sengaja menunjukannya. Mau? Tapi, kakiku sedang sakit. Gimana dong, huhu ...."
"Ck, menyebalkan. Awas kamu, kalau sudah sembuh, meski kamu bilang tidak tahan, saya tidak akan mengampunimu," ujar Tristan sambil menahan hasratnya dan mengecup pipi Amira dengan kegemasan yang mencuat.
...
BERSAMBUNG!!
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor